HeadlineKesehatan

Dinilai Kurang Pengawasan, Bayi Gizi Buruk di Aceh Utara Meninggal

POPULARITAS.COM – Seorang bayi yang bernama Riski Azam yang masih berusia 58 hari, asal Desa Buket Linteng, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, menderita gizi buruk.

Saat ini bayi malang itu dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Cut Mutia (RSUCM) Aceh Utara, pada Jumat (5/3/2021) lalu.

Humas RSUCM Aceh Utara, Jalaluddin dikonfirmasi membenarkan kabar tersebut, Riski Azam dinyatakan meninggal dunia sempat dirawat satu hari di rumah sakit setempat.

Persatuan Ahli Gizi Aceh Utara, Sri Mulyati Mukhtar, saat ditanyai Popularitas.com mengenai persoalan gizi menjelaskan, kasus yang dialami Riski Azam yang berusia 58 hari itu diakibatkan terlahir berat badan lahir rendah (BBLR). Hal ini dipicu karena kurangnya pengawasan sejak masa kehamilan atau 1000 hari kehamilan tidak terpantau.

Seribu hari kehamilan tidak terpantau itu, kata dia bisa disebabkan akibat tidak terpantau oleh orang tua bayi, petugas kesehatan ataupun pemerintah. artinya kasus seperti ini terjadi karena kurangnya pemantauan.

“Seharusnya anak lahir BBLR seperti kasus ini, cara penanganannya harus dikejar gizinya supaya tidak menjadi gizi buruk, biasanya ada susu formula khusus untuk anak BBLR. Maka perlu peran bidan desa untuk mangawasi anak tersebut sejak awal, seharusnya anak itu tidak dibiarkan di rumah tapi perlu di rawat di rawat di RS,” kata Sri Mulyati Mukhtar, Selasa (9/3/2021).

Lanjutnya, kasus seperti ini sejak awal hamil perlu diperhatikan. Apabila terpicu faktor ekonomi menurut Sri, agar segera mendatangi bantuan PMT ibu hamil kurang energi kronis bagi keluarga miskin yang diberikan melalui program posyandu.

“Maka disini peran posyandu menjadi penting, selama pandemi mungkin posyandu kurang aktif, tapi home visit harus dilakukan oleh petugas kesehatan, artinya untuk kelancaran posyandu petugas kesehatan, bidan desa, petugas gizi dan kader desa harus jemput bola (datang) ke rumah – rumah jangan hanya menunggu di puskesmas, namun tetap menerapkan protokol kesehatan,” jelasnya.

Ahli gizi itu menduga, bayi berusia 58 hari gizi buruk itu meninggal dunia akibat kurang pengawasan dan dianggap lambat di rujuk ke rumah sakit. Seharusnya, kata dia untuk kasus seperti itu diperlukan pengawasan ketat atau pengawasan khusus dari pihak pemerintah maupun dari dinas kesehatan.

Sebab, dengan asupan dari pemberian asi eksklusif itu perlu dilakukan pengawasan juga oleh petugas kesehatan terhadap ibu bayi, untuk memastikan kualitas asi yang dikonsumsi oleh bayi.

“Tidak semua asi itu berkualitas bagus jika asupan makanan juga kurang, maka selama enam bulan itu harus dipastikan bahwa apa yang dikonsumsi ibu bayi harus terpantau bagus, karena sangat berpengaruh untuk gizi bayi,” jelasnya lagi.

Menurutnya, dalam orang tua bayi tidak lantas disalahkan begitu saja. Bisa jadi, kata dia faktor ekonomi membuat ketersediaan pangan di rumah tidak mencukupi.

“Nah pertanyaannya apakah ibu bayi itu selama ini dapat bantuan dari pemerintah atau tidak. kesimpulan seribu hari kehidupan disebutkan bahwa minimnya pengawasan selama seribu hari kehidupan mengakibatkan ibu hamil melahirkan BBLR,” pungkasnya.

Sementara itu Kepala UPTD Puskesmas Langkahan Zaituni, saat dihubungi perihal kasus tersebut, enggan berkomentar banyak terkait meninggalnya bayi berusia 58 hari asal Langkahan itu.

“Saya tidak bisa komentar hubungi pak kadis aja,” jawab singkat Zaituni pada Selasa sore (9/3/2021).

Hari yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Amir Syarifuddin menyebutkan, terkait kasus bayi berusia meninggal dunia akibat gizi buruk itu perlu dikaji penyebab meninggalnya bayi itu.

Selain itu Amir juga menyebutkan bahwa selama pandemi Covid 19 kegiatan program posyandu sedikit terhambat, karena banyak masyarakat tidak hadir ke posyandu karena berlakunya prokes.

“Tetap kita utamakan dan mencari solusi-solusi, kajian juga perlu kita lakukan, faktor- faktor penyebab. Apa faktor kesehatan atau faktor ekonomi atau faktor pendidikan dan lainnya. intinya kita tetap tingkatkan sosialisasi dan penyuluhan- penyuluhan,” kata Amir Syarifuddin.

Editor: dani

Shares: