EkonomiNews

Ekonom Sarankan Pemerintah Aceh Perluas Akses Permodalan Bagi UMKM

POPULARITAS.COM – Pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Muhammad Nasir menyarankan empat solusi kepada Pemerintah Aceh agar keluar dari status sebagai daerah termiskin se Sumatera.

“Perlu adanya perencanaan komprehensif dengan melibatkan banyak pihak termasuk pakar kemiskinan (akademisi), dunia usaha, dan stakeholder lainnya,” kata Dr Muhammad Nasir seperti dilansir laman Antara, Minggu (21/2/2021).

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh baru-baru ini merilis data bahwa Aceh menempati posisi termiskin di Sumatera dengan jumlah penduduk miskin September 2020 sebanyak 833.910 orang atau 15,43 persen.

M Nasir menyampaikan, salah satu langkah yang harus dilakukan Pemerintah Aceh untuk menurunkan angka kemiskinan itu dengan mengupayakan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) setiap tahunnya tepat waktu, sehingga realisasinya lebih optimal.

Kemudian, Pemerintah Aceh perlu meningkatkan efisiensi belanja daerah dengan memprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kata Nasir, diperlukan penguatan dan sinergitas antara eksekutif dengan legislatif Aceh dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan.

“Terakhir, perlu memperluas akses permodalan bagi UMKM dengan melibatkan bank/lembaga keuangan milik daerah serta lembaga keuangan lainnya di Aceh,” ujar alumnus Georgia State University, Amerika Serikat itu.

Menurut Nasir, posisi Aceh sebagai provinsi termiskin cukup menjadi perhatian pemerhati masalah kemiskinan dan masyarakat, hal itu karena status Aceh merupakan daerah khusus yang memiliki sumber daya keuangan berupa dana Otonomi Khusus (Otsus) mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.

“Seharusnya keberadaan dana Otsus bisa mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh secara berkelanjutan. Namun trend penurunan kemiskinan di Aceh menunjukkan kurva yang mendatar (flat) atau melambat. Sementara di sisi lain, tambahan dana Otsus setiap tahunnya signifikan,” katanya.

Nasir melihat, berdasarkan data Bappeda Aceh, alokasi dana Otsus pada 2004 dan 2005 didominasi untuk pembiayaan infrastruktur, disusul sektor pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi. Namun, terjadi perubahan sejak beberapa tahun belakangan ini.

“Pada 2018 dan 2019, alokasi dana Otsus Aceh untuk pemberdayaan ekonomi sudah menjadi prioritas kedua setelah infrastruktur,” ujar Nasir.

Menurut lulusan program doktor University of Bonn Jerman ini, secara umum alokasi dana Otsus Aceh bisa memberikan manfaat ekonomi dalam jangka panjang (long-run) seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Kemudian, juga dapat memberikan manfaat segera (short-run) seperti pemberdayaan ekonomi, pengentasan kemiskinan, sosial, serta keistimewaan Aceh.

Karena itu, jika melihat lambatnya penurunan kemiskinan di Aceh, maka alokasi anggaran harus diprioritaskan pada program jangka pendek (short-run) dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat.

“Ditambah lagi dalam kondisi pandemi COVID-19 saat ini, income security masyarakat dan kondisi dunia usaha perlu menjadi perhatian khusus Pemerintah Aceh,” kata M Nasir.

Dalam kesempatan ini, Nasir menyarankan, dalam proses perencanaan daerah, masing-masing SKPA (Satuan kerja perangkat Aceh) dan juga di kabupaten/kota se Aceh tidak boleh mengedepankan program sendiri saja.

Tetapi, perlu sinergitas pada indikator penurunan kemiskinan dan perbaikan variabel ekonomi makro lainnya termasuk upaya menurunkan angka pengangguran.

Dalam hal ini, lanjut Nasir, Pemerintah Aceh perlu menjalankan program prioritas jika ingin menurunkan kemiskinan dan membawa Aceh pada posisi tingkat kemiskinan rendah baik di Sumatera atau secara peringkat Nasional.

Nasir berharap, penyelesaian permasalahan kemiskinan ini harus dipetakan (mapping) terlebih dahulu oleh Pemerintah Aceh, sehingga kebijakan yang dijalankan tidak hanya secara makro saja.

“Perlu kebijakan berdasarkan karakteristik kemiskinan seperti demografi, geografis, kelompok pekerjaan, dan karakteristik lainnya. Serta langkah spesifik dalam meningkatkan pendapatan kelompok pekerjaan yang rentan terhadap kehilangan pendapatan,” demikian dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) USK itu.

Shares: