News

Habis PSBB Terbitlah PPKM, Apa Bedanya?

Habis PSBB Terbitlah PPKM, Apa Bedanya?
Ilustrasi, suasana penutupan Jalan Asia Afrika saat PSBB di Bandung, Jawa Barat, 17 April 2020. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

POPULARITAS.COM – Pemerintah secara resmi menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa-Bali sejak 11-25 Januari 2021 mendatang untuk menekan angka penularan virus Corona (Covid-19).

PPKM sengaja digunakan pemerintah dalam pemaparan kebijakan tersebut ketimbang menggunakan istilah yang sudah familier sebelumnya dalam memutus rantai penyebaran Covid-19, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menegaskan kebijakan PPKM bukanlah karantina wilayah atau lockdown. Melainkan hanya pembatasan mobilitas warga yang diperketat.

“Kita tidak melakukan lockdown, kita hanya pembatasan bukan pelarangan dan tentu ini sudah dipertimbangkan dan dibahas secara mendalam berdasarkan data-data yang ada dan mengantisipasi lonjakan akibat liburan,” kata pria yang juga Menko Perekonomian itu dalam konferensi pers daring via akun YouTube BNPB, Kamis (7/1/2021).

Terkesan sama, namun nyatanya PPKM dan PSBB memiliki sejumlah perbedaan.

Dari sisi regulasi, PPKM tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 kepada seluruh kepala daerah di Jawa dan Bali. PPKM menyasar pada pembatasan kegiatan masyarakat secara terbatas berbasis pada kota dan kabupaten. Bukan secara keseluruhan provinsi, kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali.

Kebijakan PPKM, inisiatif ada tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat telah menetapkan kriteria-kriteria tertentu terhadap daerah-daerah untuk melakukan penerapan PPKM.

Kriteria itu antara lain, tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional sebesar 3 persen. Kemudian tingkat kesembuhan di bawah nasional sebesar 82 persen.

Selanjutnya, kasus aktif harus di bawah kasus aktif nasional sebesar 14 persen, dan keterisian RS untuk tempat tidur isolasi dan ICU di atas 70 persen. Daerah yang masuk dalam kriteria itu harus menerapkan kebijakan PPKM.

Sementara itu, pelaksanaan PPKM terdiri dari beberapa poin, seperti membatasi perkantoran dengan menerapkan kerja dari rumah (work from home/WFH) sebesar 75 persen dan kerja di kantor (work from office/WFO) sebesar 25 persen.

Kemudian, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara dalam jaringan. Untuk sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok, tetap dapat beroperasi 100 persen, namun dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Kegiatan restoran makan atau minum di tempat hanya diperbolehkan sebesar 25 persen. Pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan atau mal sampai dengan pukul 19.00 WIB.

Selain itu, pembatasan kapasitas tempat ibadah sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat. Sementara kegiatan konstruksi tetap diizinkan beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan ketat.

Pemerintah telah menetapkan daerah yang dibatasi selama PSBB Jawa Bali yakni DKI Jakarta; Kota/Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Banten).

Kemudian Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat, Kota Depok, Kota/Kabupaten Bogor, dan Kota/Kabupaten Bekasi (Jawa Barat); Banyumas Raya, Semarang Raya, dan Solo Raya (Jawa Tengah); Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo (DI Yogyakarta).

Selanjutnya Surabaya Raya dan Malang Raya di Jawa Timur. Kemudian, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung di Bali.

Langkah lanjut dari penetapan itu, Pemerintah Pusat pun menginstruksikan masing-masing kepala daerah untuk membuat peraturan pelaksanaannya di wilayah masing-masing.

“Kepala daerah diharapkan sudah menyiapkan peraturan daerah, baik itu Pergub atau Perkada, sejalan dengan instruksi Menteri Dalam negeri yang sudah mengeluarkan. Dan satu daerah yang sudah mengeluarkan peraturan yaitu Gubernur Bali,” kata Airlangga kemarin.

Dari segi penerapan, PPKM itu sebetulnya tak jauh berbeda dengan PSBB.

PSBB sendiri secara jelas sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang merujuk ke UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

PSBB kali pertama digunakan di daerah-daerah Indonesia–setelah menjadi metode karantina kesehatan yang digunakan pemerintah–pada 10 April lalu.

Inisiatif untuk menerapkan kebijakan PSBB selama ini lebih bersifat bottom-up atau dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat. Pemda bisa mengajukan kebijakan PSBB kepada Kementerian Kesehatan. Setelah itu, Kemenkes bisa memberikan persetujuan terkait penerapan PSBB di suatu daerah.

Pelaksanaan PSBB bersifat lebih ketat karena terdapat beberapa kegiatan yang dibatasi. Meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, menghentikan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, hingga pembatasan moda transportasi.

Meskipun demikian, pembatasan kegiatan-kegiatan dalam PSBB tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja hingga ibadah penduduk.

Menteri Kesehatan melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 masih menoleransi beberapa sektor strategis tetap diizinkan untuk beroperasi. Aturan itu menetapkan pasar ritel modern, (pasar swalayan maupun toko swalayan), apotek, dan tempat makan (warung makan/rumah makan/restoran), tidak ditutup saat wilayah tertentu saat PSBB.

Jangka waktu penerapan PSBB juga dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.

Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan menyatakan baik PSBB dan PPKM sejatinya sama-sama bertujuan menekan penyebaran Covid-19 dengan tidak menghentikan total roda ekonomi.

Khusus untuk PPKM, daerah-daerah yang telah memenuhi salah satu atau lebih kriteria yang sudah ditetapkan oleh Instruksi Kemendagri untuk segera melakukan PPKM.

“Agar mengikuti kebijakan yang sudah disampaikan pemerintah,” kata Benny kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/1/2021).

Benny mengatakan kebijakan PPKM kembali pada kondisi dan kebutuhan peraturan di tiap-tiap daerah. Tentunya, hal tersebut perlu dibahas atau dikaji secara cepat dan mendalam oleh masing Pemda terlebih dahulu.

“Selanjutnya, sebagaimana tertuang pada Inmendagri, jika dipandang perlu, Kepala Daerah dapat membuat Peraturan Kepala Daerah yang mengatur secara spesifik tentang pembatasan dimaksud,” kata Benny.

Jika PSBB sudah diatur secara jelas pada Peraturan Pemerintah yang juga turunan dari UU Kekarantinaan Kesehatan, tak demikian dengan PPKM. Berdasarkan pengamatan pada UU Kekarantinaan Kesehatan, PSBB ditegaskan dalam Pasal 1 poin 11.

Di sana dijelaskan bahwa, ‘Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.’

UU tersebut pun mengatur apa saja yang harus dilakukan meliputi kegiatan PSBB. Pada undang-undang itu kemudian menegaskan di Pasal 60 bahwa, “Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.’

Sementara itu, PPKM tak tercantum dalam undang-undang tersebut secara tersurat. PPKM sejauh ini ada pada Instruksi Mendagri pada diktum kesatu, “Mengatur pemberlakuan pembatasan kegatan masyarakat yang berppotensi menimbulkan penularan virus Covid-19.”

Kemudian, pada diktum kedua mengatur hal-hal yang harus diterapkan pemerintah daerah saat pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Diktum ketiga mengatur kriteria bagi daerah yang harus menerapkan PPKM, serta diktum keempat pelaksanaannya di Pulau Jawa dan Bali.

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo sebelumnya sudah mengingatkan agar regulasi PPKM antara pemerintah pusat dan daerah tidak bertabrakan atau berlainan satu sama lain. Doni meminta regulasi yang dibuat nanti juga tak membuat masyarakat bingung.

Selain PSBB dan PPKM, sejauh ini sudah ada penggunaan sejumlah istilah yang kemudian dijadikan akronim dalam upaya pembatasan sosial dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah PSBB transisi, PSBB ketat, Pembatasan Sosial Berkala Mikro atau Kecil (PSBM/PSBK), dan Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS).

Sementara itu, sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia diungkap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret lalu, hingga per 7 Januari 2021 akumulasi paparan positif telah mencapai 797.723 orang. Dari total kasus tersebut, 659.437 sembuh dan 23.520 meninggal.

Sebagai catatan, penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada 7 Januari lalu adalah yang tertinggi sejauh ini yakni 9.321 orang. Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat jadi penyumbang kasus baru terbanyak.

Merujuk data Satuan Tugas Covid-19, ada 2.938 kasus positif virus corona baru di DKI Jakarta. Di Jawa Barat, ada penambahan 1.416 kasus baru.

Daerah dengan penyumbang kasus baru terbanyak adalah Jawa Tengah dengan 998 kasus. Beda tipis dengan Provinsi Jawa Timur dengan 948 kasus baru.[acl]

Sumber: CNNIndonesia

Shares: