BANDA ACEH (popularitas.com) – Di tengah minimnya Alat Pelindung Diri(APD) untuk tenaga medis di Banda Aceh, Ikatan Alumni Teknik Elektro (Ikatektro) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menyumbang perlengkapan wajib, yang digunakan sesuai bahaya dan risiko kerja dalam menangani pasien virus corona (Covid-19).
Perlengkapan tersebut berupa 130 unit baju hazmat, 5000 pasang glove/handscoon atau sarungtangan, 400 unit face shield dan 550 unit masker bedah.
Bahkan face shield sebanyak 140 unit diproduksi di Banda Aceh dengan dicetak menggunakan mesin printer 3 dimensi (3D) yang dimiliki oleh Alumni Teknik Elektro dan Komputer Fakultas Teknik Unsyiah.
Faceshield merupakan pelindung wajah tenaga medis yang digunakan untuk menghindari penyebaran covid-19 dari pasien. Di Aceh, mesin face shield ini terdapat 2 unit di Banda Aceh dan 1 unit di Meulaboh. Sehari rata-rata printer 3D ini bisa produksi 25 unit face shied.
“Karena kebutuhan mendesak, 260 unit faceshield lain kita pesan dari luar,” sebut Ketua Umum Ikatektro Unsyiah, Misbah, Minggu, 5 April 2020.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh DR dr Safrizal Rahman, mengapresiasi face shield yang diproduksi Ikatektro Unsyiah ini karena sangat memadai dan bisa dibersihkan serta dipakai ulang.
Misbah menyebutkan, semua bantuan itu dikumpulkan lewat program Ikatektro Peduli dan akan disalurkan keseluruhannya pada Kamis 9 April 2020 melalui IDI Aceh dan dibagikan langsung ke Rumah Sakit (RS) rujukan dan Puskesmas di Banda Aceh.
Rinciannya, untuk 13 RS rujukan mendapatkan 130 unit baju hazmat, 39 kotak atau 3900 pasang glove dan 400 unit face shield. Sementara 11 Puskesmas di Banda Aceh mendapatkan 11 kotak atau 1100 pasang glove dan 550 unit masker bedah.
Pihaknya, ungkap Misbah, ingin ikut membantu para pejuang di garis depan mengingat minimnya peralatan pelindung diri yang sempat ditanyakan langsung ke beberapa rekan dokter dan paramedis.
“Ikatektro mengucapkan terimakasih kepada tim medis yaitu dokter dan paramedis dimanapun mereka berada terkhusus di Aceh yang telah berjuang di garis depan,” sebutnya.
Ia menyadari, pihaknya tentu belum mampu membantu banyak, akan tetapi Ikatektro Unsyiah ingin mengambil peran yang menunjukan bahwa petugas medis dan paramedis tidak berjuang sendirian menghadapi pandemi global yang telah merenggut nyawa lebih dari enam puluh ribu jiwa diseluruh dunia.
“Tim medis adalah pejuang dan mereka tidak kami biarkan sendirian, hormat teknik,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua IDI Aceh, DR dr Safrizal Rahman, memperkirakan puncak pandemi virus corona di Indonesia dibulan Mei dan Juni ini. Oleh karena itu ketersediaan APD sangat dibutuhkan. Rata-rata APD yang ada cuma untuk sekali pakai dan tidak bisa digunakan kembali atau non-reusable.
“Selama ini APD yang terbatas difokuskan kepada RS rujukan covid-19 Aceh yang sudah eksis yaitu RSUZA Banda Aceh dan RS Cut Mutia Lhokseumawe,” ujarnya.
Ia menyebutkan, puskesmas yang banyak menampung kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri dan luar daerah belum memadai APD-nya.
“Sumbangan dari masyarakat tentunya sangat dibutuhkan untuk membackup logistik APD ini. Perjuangan menghadapi Covid-19 melalui sumbangan APD belum semestinya selesai,” jelasnya. (dani/ril)