EditorialHeadline

Kala Hukum Tak Berpihak Pada Anak Korban Rudapaksa

PUBLIK di Aceh dikejutkan dengan putusan hakim Mahkamah Syariyah (MS) Aceh, yang membebaskan terdakwa DP bin J, pelaku perkosaan terhadap keponakannya sendiri.
Kala Hukum Tak Berpihak Pada Anak Korban Rudapaksa
Ilustrasu. maxmanro.com.

PUBLIK di Aceh dikejutkan dengan putusan hakim Mahkamah Syariyah (MS) Aceh, yang membebaskan terdakwa DP bin J, pelaku perkosaan terhadap keponakannya sendiri.

Pembacaan amar putusan pembebasan terdakwa tersebut, dipimpin oleh Misharuddin selaku hakim ketua, bersama dua anggota masing-masing, M. Yusar dan Khairil Jamal, Kamis, 20 Mei 2021 lalu.

“Menyatakan terdakwa DP bin J tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya, sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yang diatur dalam pasal 49 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat,” demikian isi putusan tersebut.

DP bin J sendiri, pada pengadilan tingkat pertama di Mahkamah Syariyah Kota Jantho, telah di vonis bersalah oleh pengadilan setempat, dengan dijatuhi hukuman 200 bulan atau 16,6 tahun kurungan badan.

Tidak terima dengan putusan tersebut, melalui kuasa hukumnya, DP bin J mengajukan banding ke Mahmakah Syariyah Aceh, dan hasilnya, Tok..palu hakim institusi pengadilan itu membebaskan terdakwa dari jerat hukum.

Tak terima atas putusan MS Aceh, Jaksa Penuntut umum, Kejari Aceh Besar, Shidqi Noer Salsa menyatakan akan melakukan upaya hukum kasasi.

“Jelas kita akan kasasi,” ucap Shidqi kepada popularitas.com, Senin (24/5/2021).

baca juga : Vonis Bebas Pelaku Perkosa bisa Dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung

Komisioner dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Idin, menanggapi putusan itu dengan meminta agar pihak terkait segera melakukan revisi Qanun Jinayah. Sebab, dinilainya aturan tersebut tidak memberikan perlindungan maksimal terhadap anak korban kekerasan seksual dari predator anak.

Bebasnya DP bin J, dan digunakannya Qanun Jinayah sebagai dasar hukum, bukti bahwa aturan itu tidak berpihak pada anak korban kekerasan seksual.

“Qanun Jinayah harus di revisi,” tukasnya,

Harapannya, dengan reivisi Qanun Jinayah, maka kedepannya Mahkamah Syariyah di Aceh, tidak perlu lagi mengurus pidana terkait dengan kekerasan seksual pada anak, namun dikembalikan pada ranah pengadilan umum, dan UU sistem peradilan anak, harapnya.

Praktisi Hukum Aceh, Arabiyani, SH, MH menilai, kasus vonis bebas yang diberikan Mahkamah Syariyah (MS) Aceh, terhadap DP dapat dilaporkan ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung Republik Indonesia.

baca juga : MS Aceh Diminta Beri Penjelasan Terkait Vonis Bebas Pelaku Terduga Pemerkosaan

Sebenarnya, katanya, keputusan majelis hakim pada tingkat pertama di Mahkamah Syar’iyah Jantho sudah tepat, mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, keterangan korban, dan mempertimbangan alat bukti secara seksama dan menyeluruh.

“Itu kenapa majelis hakim berkeyakinan kuat menjatuhkan hukum 200 bulan penjara kepada terdakwa DP.,” tukasnya.

Karna itu, dirinya menyarankan agar penuntut umum untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, mengingat batas waktu yang diberikan hanya tujuh hari sesuai dengan peraturan.

Selain Itu juga, Iyak, sapaan karib Arabiyani, menyarankan kepada organisasi masyarakat sipil, yang konsentrasi pada pengawasan dan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak, untuk dapat melaporkan kasus ini ke Badan Pengawas Peradilan Mahmakah Agung dan juga Komisi Yudisial.

Miris memang, kala predator anak dapat di vonis bebas, dan pastinya hal itu akan memantik pihak lain untuk melakukan tindakan kejahatan lainnya, sebab ada celah hukum bagi siapa saja untuk dapat bebas usai berbuat kejahatan.

Presiden Joko Widodo sendiri, telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Kebiri untuk Predator Seksual. PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak ditandatangani Jokowi pada 7 Desember 2020.

Atas peristiwa itu, sebaiknya para pihak dan pemangku kepentingan, untuk segera melakukan tindakan dan upaya guna menyelamatkan anak-anak Aceh dari ancaman para predator seksual, termasuk sekalipun jika opsinya merevisi Qanun Jinayah Nomor 6 tahun 2014.

Predator anak selalu mengintai dan mencari mangsanya, dan hal itu bisa saja terjadi pada setiap orang, baik diri kita, tetangga kita, adik kita, saudara kita, dan bahkan anak kita kita sendiri.

Perlu aturan tegas dan mampu memberikan efek jera terhadap pelaku, agar predator anak tidak berpotensi mengulang hal yang sama. Ayo semua pihak, DPR Aceh, Pemerintah Aceh, Kapolda Aceh, MPU Aceh, dan elemen lainnya, untuk mengambil tindakan sebelum korban-korban lain berjatuhan. Selamatkan anak kita dari Predator Seksual Anak (***EDITORIAL)

Shares: