HukumNews

Negara akui 12 pelanggaran berat masa lalu, 4 kasus di Aceh

Pemerintah Indonesia, akui telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada pasa lalu. Pengakuan itu, disampaikaikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.
Negara akui 13 pelanggaran berat masa lalu, 4 kasus di Aceh
Presiden RI Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023), seusai menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) masa lalu. (ANTARA/Gilang Galiartha)

POPULARITAS.COM – Pemerintah Indonesia, akui telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada pasa lalu. Pengakuan itu, disampaikaikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.

Pernyataan itu, disampaikan Presiden RI, usai menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu, yang diwakili oleh Menkopolhukam Mahfud MD, Rabu (11/1/2023) di Jakarta.

Dalam laporan itu, setidaknya terdapat 12 peristiwa masa lalu yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. ” kata Jokowi, diwartakan Antara.

Dari 12 kategori pelanggaran HAM berat masa lalu itu, empat kasus diantaranya terjadi di Aceh, yakni peristiwa rumoh geudong, dan pos sattis di Aceh 1989, peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, dan peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Selanjutnya,peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003.

“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban,” kata Jokowi.

Oleh karena itu, Kepala Negara menegaskan bahwa ia dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

“Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” kata Presiden.

Presiden juga mengaku telah menginstruksikan kepada Menko Polhukam agar mengawal upaya-upaya konkret pemerintah dalam memastikan dua hal tersebut bisa dilaksanakan dengan baik.

“Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa, guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutup Presiden.

Dalam kesempatan lebih awal, Menko Polhukam menegaskan kembali bahwa kerja Tim PPHAM tidak meniadakan sekali kelanjutan proses yudisial.

“Jadi tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian non-yudisial. Bukan. Yang yudisial silakan jalan,” kata Mahfud.

Tim PPHAM diketuai oleh Profesor Makarim Wibisono bersama tujuh anggota lainnya yakni Ifdal Kasim, Profesor Suparman Marzuki, Dr. Mustafa Abubakar, Profesor Rahayu, K.H. As’ad Said Ali, Letjen TNI Purn. Kiki Syahnarki, dan Profesor Komarudin Hidayat. Sementara Menko Polhukam Mahfud MD menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM.

Shares: