Hukum

Pakar : Pembelian ratusan sepeda motor Keuchik di Pidie Jaya langgar aturan

Pakar : Pembelian ratusan sepeda motor Keuchik di Pidie Jaya langgar aturan

POPULARITAS.COM – Pakar hukum dari Universitas Jabal Ghafur (Unigha) Sigli, Umar Mandi menilai bahwa, pengadaan kenderaan roda dua yang dibeli oleh ratusan Keuchik di Pidie Jaya lewat Anggaran Pendapatan dan Belanjag Gampong (APBG) 2024 langgar Aturan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya pembahasan dan kesepakatan bersama APBG dengan Tuha Peut Gampong (TPG).

Hal tersebut disampaikan oleh Umar Mahdi dalam keterangannya kepada popularitas.com, Sabtu (4/5/2024) menanggapi polemik pembelian 222 kenderaan bermotor roda dua oleh Keuchik di Pidie Jaya.

“Sepanjang APBG 2024 belum dibahas dan disepakati dengan Tuha Peut Gampong, maka proses pembelian tersebut salahi aturan dan tidak miliki legitimasi hukum,” katanya.

Ia menambahkan, kegiatan pembelian kenderaan roda dua tersebut dananya bersumber dari keuangan negara. Lantas dilaksanakan oleh pihak terkait, dalam hal in keuchik tanpa terlebih dahulu ada legitimasi hulumnya, yakni qanun gampong.

Secara regulasi, qanun gampong sebagai produk hukum, baru dinyatakan berlaku 

jika telah melalui mekanisme pembahasan dan persetujuan bersama antara Keuchik dan Tuha Peut Gampong (TPG) masing-masing desa.

“Nah, Jika belum ada pengesahan, pembahasan dan persetujuan bersama antara keuchik dan TPG, maka seluruh kegiatan yang tertuang dalam APBG belum dapat dilaksanakan,” ucapnya.

Beda halnya jika kegiatan belanja melalui dana desa yang Qanun APBGnya sudah melalui tahapan pembahasan serta telah adanya kesepakatan bersama antara Keuchik bersama Tuha Peut, maka setiap program dan kegiatan yang direalisasikan tersebut dinyatakan sah secara hukum.

“Tetapi ketika TPG tidak mengetahui hal ihwal pengadaan barang tersebut perlu ditinjau kembali agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum,” ungkapnya.

“Jika Qanun APBG tidak disepakati bersama itu tidak bisa direalisasikan. Karena penyusunan Qanun di gampong itu harus dilakukan bersama, pembahasan antara pemerintahan gampong yang dimotori oleh keuchik beserta Tuha Peut. Tidak bisa Qanun tersebut dibuat secara sepihak oleh keuchik karena harus sesuai dengan Permendagri tentang Pedoman Teknis peraturan di desa,” tambahnya.

Selain itu di Kabupaten Pidie Jaya juga telah ada Qanun dan Perbup yang mengatur secara rinci pedoman teknis pembentukan APBG setempat, berupa Qanun Nomor 5 Tahun 2011 dan juga Peraturan Bupati 20 Tahun 2019.

Bahkan di Peraturan Bupati Nomor 53 Tahun 2023 juga mengatur teknis pembentukan APBG 2024. Hal itu termaktub pada Pasal 1 Ayat (20) yang berbunyi “Qanun Gampong adalah perundangan-undangan yang ditetapkan oleh Keuchik setelah dibahas dan disepakati bersama Tuha Peut”.

Namun dengan adanya kondisi bahwa sejumlah Qanun APBG tersebut tidak melewati mekanisme pembahasan dan persetujuan bersama antara Keuchik dan TPG maka APBG tersebut tidak ada pengakuan dan kepastian secara hukum.

“Adapun pola pengadaan barang tidak mengacu pada peraturan perundang-undangan maka dipastikan tidak legitimasi hukum. Jadi dengan demikian pengadaan barang tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum karena belum dibahas bersama, belum disetujui. Kalau sudah disetujui itu sudah ada persoalan secara hukum.”

Terakhir, ahli hukum itu mengingatkan agar proses pengadaan barang apapun bentuk dan wujudnya agar berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, berprinsip pada asas kehati-hatian, kecermatan serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Shares: