HukumNews

Perkembangan penyelidikan KPK di Aceh dipertanyakan

LSM MaTA minta Pj Bupati Pidie evaluasi anggaran perjalanan di Dinas Pertanian dan Pangan
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: Riska Zulfira/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh pertanyakan perkembangan penyelidikan terbuka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aceh pada 2021 lalu.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh terdiri dari YLBI-LBH Banda Aceh, Forum LSM Aceh, Walhi Aceh, Kontras Aceh, Katahati Institute, MaTA dan sejumlah organisasi dan LSM lainnya.

Koordinator MaTA, Alfian menyebutkan penyelidikan terbuka itu dilakukan pada Juni 2021 hingga 10 Oktober 2022. Dalam penyelidikan itu, KPK memeriksa sejumlah pejabat maupun rekanan terkait sejumlah proyek di daerah ujung barat Sumatra itu.

Proyek-proyek tersebut antara lain pembangunan jalan dengan skema multiyears, proses perizinan PLTU di Nagan Raya, pengadaan Kapal Aceh Hebat hingga anggaran Apendiks.

“Sudah memasuki 494 hari belum ada perkembangan lebih lanjut terkait penyelidikan tersebut, publik Aceh bertanya-tanya sudah sampai sejauh mana prosesnya,” kata Alfian, Senin (10/10/2022).

Menurut Alfian, dalam kasus PLTU 3 dan 4 di mana proses perizinan dari pembangkit listrik tenaga uap tersebut dinilai bermasalah dan berpotensi terjadinya konflik kepentingan dalam partai yang sama antara kepala daerah kabupaten dengan gubernur yang menjabat kala itu.

Kemudian, Alfian juga mempertanyakan perkembangan penyelidikan terkait pengadaan kapal penyeberangan Aceh Hebat 1, 2, dan 3 di mana Kapal Aceh Hebat 1 untuk lintas pantai Barat-Simeulue dengan nilai kontrak Rp 73,9 miliar.

Lalu, untuk Kapal Aceh Hebat 2 lintas Ulee Lheue-Balohan dengan nilai kontrak sebesar 59 miliar dan Kapal Aceh Hebat 3 lintas Singkil-Pulau Banyak dengan nilai kontrak Rp 38 miliar.

“Dan pengadaan ketiga kapal tersebut dinilai bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan padahal kapal tersebut merupakan kapal baru, dan kami menilai ini ada terjadinya tindak pidana kasus korupsi,” jelas Alfian.

Alfian juga mempertanyakan perkembangan penyelidikan proyek multiyears dengan 14 paket pembangunan jalan dan satu paket berupa pembangunan bendungan, di mana prosesnya terjadi tanpa ada ada persetujuan melalui rapat paripurna DPR Aceh.

“Tetapi hanya melalui penandatangan berupa MoU, antara pimpinan DPR dan gubernur saat itu dengan nilai Rp 2,7 triliun sejak tahun 2020-2022,” pungkasnya.

Terkait dengan Apendiks di mana dalam APBA 2021 ada mata anggaran sebesar Rp 256 miliar yang berkode AP/Apendiks yang dinilai juga menjadi salah satu kasus dari penyelidikan terbuka yang dilakukan oleh KPK.

Kemudian, kata Alfian, pihaknya juga mempertanyakan perkembangan penyelidikan terkait alokasi refocusing di Provinsi Aceh sebesar Rp 2,3 miliar, yang masuk ke dalam lima besar alokasi anggaran penanganan COVID-19 di Indonesia.

“Akan tetapi sampai sekarang transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut masih dipertanyakan dengan DPRA, sementara pada 18 September 2020 melalui pimpinan juga telah melaporkan kasus penggunaan dana refocusing kepada KPK,” jelasnya.

Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Aceh sudah mengirim surat dengan nomor 06/B/MaTA/X/2022 perihal perkembangan penyelidikan terbuka di Provinsi Aceh kepada KPK pada Selasa 4 Oktober 2022 dan diterima oleh KPK pada Kamis 6 Oktober 2022.

Shares: