Headline

Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariyah Aceh bebaskan DP bin J

Putusan bebas tersebut, di bacakan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Misharuddin selaku hakim ketua, bersama dua anggota masing-masing, M. Yusar dan Khairil Jamal.
Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariyah Aceh bebas DP bin J
Ilustrasi

POPULARITAS.COM – Majelis Hakim telah membebaskan terdakwa DP bin J, yang sebelumnya di vonis 200 bulan penjaran oleh Mahkamah Syariyah Kota Jantho. Melalui putusan bernomor 7/JN/2021/MS.Aceh, pengadilan itu memberikan putusan tertanggal 20 Mei 2021.

Putusan bebas tersebut, di bacakan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Misharuddin selaku hakim ketua, bersama dua anggota masing-masing, M. Yusar dan Khairil Jamal.

Dalam salinan putusan yang diterima media ini, Mahkamah Syariyah Aceh, menolak seluruh fakta, dan kesaksian yang dijadikan dalil vonis 200 bulan yang putuskan oleh Mahkamah Syariyah Kota Jantho.

Adapun pertimbangan hakim, yakni, Menimbang, bahwa Mahkamah Syar‟iyah Aceh berpendapat kesaksian anak korban yang di depan sidang pada tanggal 12 Januari 2021 dengan bahasa isyarat tersebut tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti saksi, karena anak korban dalam kesehariannya bukan seorang tuna wicara dan bukan pula pengidap tunarungu sehingga harus memberikan kesaksian dengan bahasa isyarat dan terjemahan diberikan dalam Berita Acara Sidang terhadap jawaban saksi anak korban merupakan imajinasi yang dapat dinilai tidak bersifat objektif dalam proses pembuktian; 

Sementara, terkait dengan hasil visum yang dijadikan barang bukti, majelis hakim menolak hal tersebut, dengan pertimbangan bahwa anak korban adalah seorang anak yang baru berusia 10 tahun 4 bulan, masih tergolong anak-anak belum remaja atau belum dewasa, yang tentu saja secara fisik, organ kelaminnya adalah organ kelamin anak-anak. 

baca juga : Vonis Bebas Pelaku Perkosa bisa Dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung

Jika terjadi pemerkosaan atau rudapaksa terhadap anak korban yang dilakukan oleh orang dewasa selama 3 (tiga) hari secara berturut-turut, tentu dampaknya terhadap vagina anak korban akan sangat terlihat untuk waktu yang cukup lama, mungkin saja anak korban akan mengalami pendarahan hebat, atau setidak-tidaknya vagina anak korban akan mengalami pembengkakan dan lecet yang tidak mudah hilang dalam waktu 1 (satu) bulan, atau setidak-tidaknya di vagina anak korban ada bekas peradangan akibat rudapaksa tersebut; 

Menimbang, bahwa berdasarkan hasil visum et repertum diketahui bahwa pada daerah vagina anak korban terlihat berwarna merah muda tanpa lecet maupun darah dan tidak ditemukan cairan sperma, pada selaput dara ditemukan adanya robekan pada posisi pukul 2 (dua) dan posisi pukul 7 (tujuh) yang diduga akibat adanya penetrasi benda tumpul dan robekan tersebut menandakan robekan lama dan kondisi selaput dara berwarna merah muda tidak ada peradangan.

Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Syar‟iyah Aceh berpendapat bahwa peristiwa pemerkosaan terhadap anak korban tidak terjadi pada waktu sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu pada tanggal 4 Agustus 2020, maka hasil visum et repertum tersebut tidak bernilai sebagai alat bukti sempurna untuk menetapkan Terdakwa sebagai pelaku pemerkosaan terhadap anak.

Sementara, kesaksian empat orang saksi yang diajukan penuntut umum, kesemua keterangannya di tolak oleh Majelis Hakim, dengan pertimbangan, bahwa kesaksian saksi 1, saksi 2, saksi 3 dan saksi 4 tentang terjadinya pemerkosaan yang dilakukan oleh Terdakwa terhadap anak korban, adalah berdasarkan keterangan dari saksi anak korban, bukan karena para saksi menyaksikan sendiri atau melihat sendiri peristiwa pemerkosaan tesebut, bahkan keterangan saksi 4 yang menerangkan bahwa kejadian pemerkosaan tersebut terjadi pada tanggal 15 atau tanggal 16 Agustus 2020 sangat bertentangan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mengatakan bahwa peristiwa pemerkosaan terhadap anak korban yang dilakukan Terdakwa terjadi pada tanggal 4 Agustus 2020; 

Menimbang, bahwa oleh karena bersumber dari informasi orang lain, bukan karena melihat sendiri atau mengalami sendiri, maka Mahkamah Syar‟iyah Aceh berpendapat kesaksian para saksi tersebut bersifat testimonium de auditu; 

Menimbang, bahwa keterangan para saksi tersebut selain berdasar informasi dari orang lain juga tidak ada menerangkan tentang pengetahuan saksi mengenai indikasi perilaku Terdakwa yang mengarah perilaku yang menyimpang yang berdasarkan norma dan etika masyarakat, tabu/ sumbang yang dilakukan Terdakwa terhadap anak korban, seperti suka memeluk anak korban, suka menggendong anak korban dan lain-lain, maka Mahkamah Syar‟iyah Aceh berpendapat kesaksian saksi 1, saksi 2, saksi 3 dan saksi 4, tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti, karena itu harus ditolak.

Shares: