News

Aktivis Aceh Gelar Aksi Hari Mati Berantas Korupsi

BANDA ACEH (popularitas.com) – Sejumlah aktivis anti-rasuah, seniman, budayawan, mahasiswa, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan jurnalis di Aceh menggelar aksi menolak revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Selasa, 16 September 2019. Aksi tersebut dilakukan di pedestrian Taman Bustanussalatin, Banda Aceh.

Pantauan popularitas.com, aksi demo tersebut diisi dengan sejumlah orasi dari perwakilan yang terlibat.

Turut pula para seniman dari Akar Imaji dan Apotek Wareuna menggambar mural dengan tema “Hari Mati Berantas Korupsi”,

Koordinator aksi, Baihaqi mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah telah menyepakati pembahasan revisi UU KPK. Usulan perubahan ini inisiatif dari DPR. Disinyalir, poin-poin perubahan tersebut akan melumpuhkan KPK.

“Narasi penguatan lembaga KPK dalam perubahan itu sedikitpun tidak terlihat. Mulai dari penyadapan atas izin ketua pengadilan, pembatasan usia KPK, kewenangan SP3, sampai pembentukan Dewan Pengawas,” katanya.

Revisi UU KPK tersebut, terang Baihaqi, melemahkan lembaga anti-rasuah bukan justru sebaliknya.

Penolakan revisi UU KPK itu akan terus disuarakan masyarakat sipil di Aceh. Dan sekalipun nantinya revisi UU KPK itu ngotot dijalankan, masyarakat sipil Aceh akan mengawal pasal-pasal ngawur yang ada di dalamnya.

Sementara itu, seniman yang ikut dalam aksi mural, Idrus Bin Harun mengatakan kecewa dengan sikap presiden Joko Widodo yang setuju dengan revisi UU KPK.

Idrus secara terus terang mengatakan bahwa di pemilihan presiden April 2019 lalu, suaranya dipersembahkan untuk Jokowi. Dia menyebut berhak untuk saat ini mengkritik keras pemimpin yang dipilihnya itu.

“Saya pikir, kita di sini berkumpul bukan untuk hore-hore, tapi untuk membela kebenaran, berkurumun dalam kebenaran. Ini adalah salah satu tugas kita sebagai masyarakat,” ujarnya.

Mural yang digambar Idrus pun, terangnya, mengambil tema secara langsung menohok ke sosok Jokowi sebagai presiden.

“Itu (mural) ada payung, di mana Pak Jokowi dan gerombolannya berlindung di bawahnya. Tapi yakinlah payung itu sangat rapuh, sangat kecil, tidak mampu melindungannya ketika nanti rakyat bersama-sama melakukan gerakan perlawan,” jelasnya.

Di samping itu, budayawan Aceh, Azhari Aiyub menjelaskan tidak ada lagi makna tersirat dalam mural yang digambar para seniman tersebut. Sebab menurutnya, mural tersebut sudah jelas maknanya sedang menohok ke politisi di Indonesia yang sedang melemahkan KPK.

“Biasanya kan seniman itu bergerak di tataran simbolis, mereka pakai kode-kode dan segala macam. Tapi saya pikir sekarang mereka sudah nggak pakai kode lagi, langsung (mural) mereka jelas maknanya bahwa sedang mengusik bandit-bandit di Senayan itu,” ungkapnya. (ASM)

Shares: