FeatureNews

Jasmani, 32 tahun lestarikan Songket Aceh

Tiga puluh dua tahun sudah Jasmani kembangkan kerajinan songket Aceh. Bersama suami tercinta Pahriansyah, keduanya alami pasang surut permintaan pembeli. Kini, bersama 10 orang pekerja, Ia tetap bertahan ditengah maraknya industri konveksi.
Proses pembuatan kain songket tradisonal Aceh di Jasmani Songket

POPULARITAS.COM – Tiga puluh dua tahun sudah Jasmani kembangkan kerajinan songket Aceh. Bersama suami tercinta Pahriansyah, keduanya alami pasang surut permintaan pembeli. Kini, bersama 10 orang pekerja, Ia tetap bertahan ditengah maraknya industri konveksi.

Jasmani singket, dirintis sejak 1990, saat ini, produk kerajinan songket tradisonal banyak diminati masyarakat, dan bahkan berkembang diseluruh kawasan Aceh, dan nasional. Saat ini, usaha yang ditekuni perempuan itu pun bertambah pesat seiring dengan ramainya permintaan pembeli atau buyer.

“Usaha ini berdiri sejak 1990, dan sempat terhenti juga,” kata Jasmani awali pembicaraan dengan popularitas.com beberapa waktu lalu.

Konflik yang sempat mendera Aceh pada periode 2001 dan disusul gempa dan tsunami maha dahsyat pada 2004, usaha songket milik Jasmani sempat vakum. “Iya, dulu sempat berhenti sementara, saat perang dan tsunami,” paparnya.

Bertempat di gampong/desa Miruek, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, kini Jasmani dengan beberapa pekerjanya tampak sibuk menenun lembar demi lembar benang berbagai warna. Bunyi bilah papan bersahutan, dan proses penyatuan satu demi satu benang membentuk kain songket.

Dirumah Jasmani, terdapat beberapa alat tradisional membuat songket, dan semua pekerjanya adalah perempuan dari desa tersebut. “Alhamdulillah, usaha ini masih terus berjalan hingga saat ini, dan pekerja semuanya dari daerah sekitar,” ujarnya.

Bagi Jasmani, usaha songket miliknya bukan sekedar menambah pundi ekonomi semata, namun jauh lebih penting adalah pelestarian nilai-nilai tradisonal Aceh yang sudah sejak jaman dulu. Karenanya, dirinya mengaku tidak pelit ilmu, sebab itu banyak warga sekitar yang Ia ajari untuk menenun songket khas daerah ini.

“Saya ingin masyarakat di sekeliling saya bisa ikut berkontribusi mengembangkan songket Aceh,” kata Jasmani.

Dunia yang terus bergerak, dan dinamika masyarakat yang berkembang, serta masifnya penggunaan bahan kain industri konveksi, dan lahirnya inovasi di dunia fashion diakui Jasmani sebagai tantangan terbesar bagi usaha tradisional kain songket. Ditambah lagi, minat pemuda saat ini untuk belajar menenun kain juga berkurang.

Kendala tersebut, tak membuat Jasmani patah arang, Ia terus melakukan pendekatan, dan memberdayakan para gadis-gadis di tempat tinggalnya untuk serius belajar menenun. Upaya itu, untuk memastikan kelestarian tradisional songket Aceh tetap terjaga.

Minimnya permintaan kain songket saat ini, ditambah Pandemi Covid-19 yang sempat melanda dunia, diakui oleh Jasmani merupakan hal terberat yang dialaminya, dan juga usaha miliknya. Namun Ia yakin, hal tersebut akan membuat usahanya akan lebih tangguh kedepannya.

Kualitas Jasmani Songket Boleh Diadu

Bagi Jasmani, kualitas produk adalah yang utama. Untuk itu, setiap hasil songket Aceh yang Ia produksi tidak main-main dalam pengerjaannya, dari mulai pemilihan bahan, proses penenunan, hingga menjadi kain songket siap pakai. “Songket Aceh harus tampil lebih baik, agar tak kalah dengan produk dari daerah lain,” tukasnya.

Untuk memastikan kualitas dan mutu kain songket miliknya, Jasmani mengaku untuk pengerjaannya butuh waktu lama. Jadi, tambahnya, untuk menyiapkan selembar dengan ukuran panjang 6 meter itu baru selesai satu bulan.

Ragam produk kain songket yang di produksi Jasmani Songket

 

Proses pembuatan kain songket sendiri, sambungnya, terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari Ngelos, yaitu mengkelos benang kedalam sebuah pelenting. Cara ini yaitu benang digulung pada palenting, kemudian dipindahkan kembali pada sebuah alat pengatur benang. Nah dalam proses ini, benang diberi penguat, bisa berupa kanji yang berfungsi agar benang lebih mudah saat di tenun.

Selanjutnya, tambah Jasmani, proses kedua adalah menghani, yakni menentukan ragam hias, serta panjang dan lebar kain. Caranya, yakni melilitkan benag pada alat menghani sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan., dan terkakhir adalah menggarap yaitu memasukkan benang dalam garap.  “Keseluruhan ada tujuh proses sampai menenun hingga kain tenunan menjadi songket. Setiap individu bertanggung jawab terhadap songket yang dibuat,” kata Jasmani.

Kendala yang kerap Ia hadapi dalam membuat kain songket adalah bahan baku yang agak sulit didapatkan di Aceh, sehingga kerap Ia memesan dari daerah lain, seperti Riau, Bengkulu, dan juga Palembang. 

Strategi Penjualan

Beberapa tahun terakhir, terlebih saat pandemic Covid-19, Jasmani Songket mulai meneterapkan transformasi digital, di mana penjualan dilakukan melalui online.

Melalui pemanfaatan teknologi, Jasmani Songket kini bisa dibeli melalui Instagram, WhatsAppa hingga Facebook.

Pemasaran online, kata Jasmani, lebih optimal ketimbang offline. Melalui online, Jasmani Songket bisa dipesan oleh para calon konsumen dari berbagai wilayah di Nusantara.

Harga Jasmani Songket sendiri, tambah Jasmani, berkisar Rp1,5 juta hingga Rp3,5 juta per set. Sedangkan per meter, dijual Rp400 ribu hingga Rp800 ribu. Motif yang dijual beragam, di antaranya bungong delima, pucuk meriah, pintu Aceh, dan pucuk rebung.

Shares: