HeadlineNews

Kematian di Gaza dan reformasi PBB

Menteri Israel minta jatuhkan bom atom di Gaza
Asap mengepul setelah serangan udara Israel saat serangan berlanjut pada hari ke-29 di Kota Gaza, Gaza pada 04 November 2023. ANTARA/Anadolu via Reuters Connect/Mostafa Alkharouf/pri.

POPULARITAS.COM – Tak terbilang jumlah kematian warga Palestina di Gaza akibat serangan brutal Israel. Hingga Jumat (8/12/2023), Kementrian Kesehatan mencatat jumlah warga sipil tewas capai 17 ribu jiwa.

Intensitas serangan Israel makin menggila dan bahkan tak berhenti. Kutukan dunia atas bombardir negara Yahudi itu tak buat mereka bergeming membantai rakyat Gaza.

Dunia mengutuk, tapi Israel terus mengerahkan jet-jet tempurnya. Tak hanya pasukan Hamas yang jadi sasaran, fasilitas rumah sakit, sarana ibadah juga ikut jadi amukan negara tersebut.

Serangan Israel ke Gaza yang berlangsung sejak 8 Oktober 2023, hingga kini tak kunjung mereda. Kecaman dunia dan bahkan resolusi PBB dianggap angin lalu. Jet-jet tempur terus memuntahkan bom-bom pintar ke sasaran yang dihuni warga sipil. Gaza luluh lantak, dunia tercekat dan tak berbuat apa-apa.

Upaya dunia menghentikan aksi bengis Israel tak mempan. Negara itu tak takut dunia, karna merasa di backup dan didukung penuh sekutunya, yakni Amerika Serikat.

Sejak serangan Israel 8 Oktober 2023, Amerika Serikat memang secara terang-benderang dan telanjang nyatakan dukungan terhadap Israel. Tak cukup moril dan politik, Joe Biden bahkan mengirimkan pesawat tempur, kapal induk, rudal, bahkan hingga prajurit terjun langsung ke kancah pertempuran dengan Hamas di Gaza.

Dukungan Amerika Serikat membuat dunia internasional seolah tak berkutik. Lembaga PBB sekalipun gak mampu memaksa dan menekan Israel menghentikan perang.

Dunia seolah tak lagi miliki pegangan moral membiarkan pembantaian warga Palestina di Gaza.

Terakhir, Jumat (8/12/2023), sidang Dewan Keamanan PBB, tentang resolusi gencatan senjata di veto oleh Amerika Serikat. Dunia pun kembali tak berkutik.

120 negara setujui genjata kemanusiaan di Gaza, Indonesia sambut baik resolusi PBB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berbicara dalam pertemuan darurat Sidang Majelis Umum PBB untuk membahas aksi ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina, yang digelar di New York, AS, pada Kamis (26/10/2023).

Hal tersebut membuat preseden buruk bagi dunia internasional. Jika Amerika Serikat sebagai negara besar dan pemilik hak veto mampu melakukan tindakan memveto resolusi untuk penyelamatan warga sipil di Gaza. Bukan tak mungkin negara besar lainnya, hari ini, atau besok lusa juga bisa membumihanguskan negara kecil lainnya.

Dunia tak lagi punya moral menghentikan aksi barbar negara-negara maju kepada negara kecil. Moralitas pemimpin dunia berada dititik nadir pemegang kunci veto di PBB.

Menyedihkan memang, Jumat, 8 Desember 2023 di New York, 13 anggota Dewan Keamanan PBB mendukung rancangan resolusi yang diajukan Uni Emirat Arab. Amerika Serikat menentang, sedangkan Inggris abstain.

Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 negara. Sepuluh di antaranya adalah anggota tidak tetap, sedangkan lima lainnya anggota tetap berhak veto yang terdiri atas Amerika Serikat, Inggris, China, Prancis, dan Rusia.

Rancangan resolusi itu sendiri diajukan setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggunakan posisinya seperti dijamin Pasal 99 Piagam PBB bahwa ketika perdamaian dunia terancam maka Sekretaris Jenderal PBB wajib mengingatkan hal membahayakan itu kepada Dewan Keamanan PBB.

Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan untuk kali pertama sejak menjabat Sekretaris Jenderal PBB pada 2017, Guterres memakai Pasal 99 untuk mengartikulasikan sikap dan pandangannya mengenai situasi dunia yang dianggapnya sudah sangat membahayakan perdamaian.

Guterres mungkin sudah tidak tahan atas impotensi Dewan Keamanan yang selalu menghalangi prakarsa damai dan solusi menyeluruh di Gaza dan Palestina.

Perlunya Reformasi PBB

Namun seruan Guterres itu dianggap sepi oleh Amerika Serikat, bahkan Israel dengan pongah menyebut Guterres telah berpihak kepada Hamas. Kedua negara menganggap usul Guterres itu hanya akan menguntungkan Hamas.

Alhasil, resolusi itu diveto Amerika Serikat, seperti sudah diperkirakan dari awal. Bagian terbesar dunia pun mengecam veto ini.

Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Robert Wood, menyebut rancangan resolusi itu terburu-buru dan memuat teks tak seimbang yang tak sesuai dengan realitas, serta menjadi bibit untuk perang berikutnya.

Sementara itu, Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward berdalih bahwa negaranya abstain karena rancangan resolusi itu tak memasukkan kalimat yang mengutuk Hamas.

Negara yang paling getol berkoar-koar tentang hak asasi manusia itu sudah dibutakan oleh pemihakan totalnya kepada Israel, sampai suara seorang Sekretaris Jenderal PBB yang seharusnya dihormati pun, ditolak mentah-mentah.

Sekjen PBB Antonio Guterres FOTO : (ANTARA/Reuters)

Kini, jika konflik Gaza berkepanjangan dan meluas ke mana-mana, maka hanya dua pihak yang harus disalahkan, yakni Amerika Serikat dan Israel.

Kemudian, apa yang terjadi pada rancangan resolusi gencatan di Gaza yang diinisiasi Sekjen PBB itu kian menguak fakta mengenai semakin lemahnya badan dunia itu. Bukan karena dunia tak mau mencapai konsensus, melainkan akibat segelintir anggota yang memiliki kekuasaan lebih tapi tak menggunakannya untuk kepentingan mayoritas.

Dunia telah ditawan oleh para pemegang hak veto, khususnya Amerika Serikat. Sungguh lingkungan politik global yang toksik. Sebuah orkestra politik global yang rusak oleh suara sumbang Amerika Serikat. Sebuah tatanan yang harus segera direformasi oleh dunia.

Tanpa badan internasional yang efektif, dunia harus siap menerima kenyataan bahwa hukum milik pihak yang paling kuatlah yang akan berlaku selamanya. Ini bukan lagi hukum internasional. Ini sudah hukum rimba.

Shares: