News

KPK Temukan Persoalan Akurasi Data Penerima Bansos

Ilustrasi, bansos. (Foto:pikiranrakyat)

– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus mengawal pemerintah pusat maupun daerah yang menyelenggarakan bantuan sosial sebagai salah satu program jaring pengaman sosial dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat pandemi COVID-19.

Hal ini lantaran KPK masih menemukan sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan bansos, selain soal pengadaan yang telah menjerat Menteri Sosial Juliari P. Batubara. Salah satu persoalan tersebut adalah akurasi data penerima bansos.

“KPK masih menemukan persoalan utama dalam penyelenggaraan bansos hingga saat ini adalah akurasi data penerima bantuan sosial, baik itu terkait kualitas data penerima bantuan, transparansi data, maupun pemutakhiran data,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati, kepada awak media, Senin (7/12/2020).

Ipi menuturkan, rendahnya kualitas dan transparansi data berdasarkan keluhan yang masuk ke aplikasi JAGA Bansos mengakibatkan permasalahan dalam penyaluran bansos, seperti bansos tidak tepat sasaran, tumpang tindih serta tidak transparan.

Data per 9 November 2020 dari 1.650 keluhan yang diterima KPK, sebagian besar adalah masyarakat merasa tidak menerima bantuan meski sudah didata, yaitu 730 keluhan.

“Permasalahan tersebut berpangkal dari masalah pendataan, salah satunya DTKS yang tidak padan data NIK dan tidak terbaharui sesuai data kependudukan, serta minimnya informasi tentang penerima bantuan,” kata Ipi.

Terkait kualitas data penerima bantuan pada Kementerian Sosisal, KPK menemukan data pada dua Dirjen di Kemsos berbeda. Untuk itu, KPK mendorong Kemensos untuk mengintegrasikan kedua data internal tersebut.

“Saat ini KPK sedang melakukan kajian atas pengelolaan data di Kementerian Sosial,” kata Ipi.
Bukan cuma persoalan pendataan, potensi kerawanan lainnya dalam penyelenggaraan bansos, juga terjadi dalam belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasannya.

Selain itu, dalam pengadaan barang, KPK juga memitigasi potensi timbulnya gratifikasi atau penyuapan dalam pemilihan penyedia/vendor tertentu untuk penyaluran bansos.

“Potensi lainnya menimbulkan benturan kepentingan dari para pelaksana, hingga pemerasan dan penggelapan bantuan,” katanya.

Sumber: VIVA

Shares: