FeatureNews

Saiful Bordir, IKM binaan Disperindag Aceh yang tembus pasar Internasional

Saiful Bordir, IKM binaan Disperindag Aceh yang tembus pasar Internasional
Pemilik Saiful Bordir, Saiful Bahri menunjukkan produk di rumahnya, Desa Peunyeurat, Kecamatan Banda Raya, Kota Banda Aceh, Sabtu (19/3/2022). (Muhammad Fadhil/popularitas.com)

POPULARITAS.COM – Sosok pria itu telihat sibuk, saat popularitas.com, Sabtu (19/3/2022) mendatangi rumahnya. Tanggan sebelah kanan memegang gunting, dan kiri terlihat jenis kain tertentu. Ia terus melanjutkan pekerjaannya seraya mempersilahkan masuk ke dalam bangunan tempat tinggalnya yang saat ini dijadikan pabrik untuk memproduksi berbagai jenis bordir, seperti tas, dan lainnya.

Setelah selesai menggunting, Ia masih berkutat dengan pekerjaan lainnya, hingga setelah tuntas, dia menyusun rapi semua hal yang dikerjakannya tadi. “Seperti inilah hari-hari saya di rumah,” katanya membuka obrolan.

Pria itu bernama Saiful Bahri. Ia merupakan pemilik Industri Kecil Menengah (IKM) Saiful Bordir. Sudah tujuh tahun lebih, pria kelahiran Kabupaten Aceh Besar ini bergelut di usaha bordir. Dia membuka usaha tersebut di rumahnya, Desa Peunyeurat, Kecamatan Banda Raya, Kota Banda Aceh.

Berbagai produk yang Ia produksi, nyaris memenuhi bagian rumahnya, seperti bermacam model tas, juga tampak piagam penghargaan yang digantung pada dinding. “Itu penghargaan dari banyak instansi, baik nasional maupun lokal,” sebut Saiful Bahri ketika popularitas.com memandangai deretan piagam-piagam itu.

Usaha Saiful Bordir dimulai sejak 2015 silam, atau sudah berjalan lebih dari tujuh tahun. Dan kini, produk-produknya telah merambah hampir di seluruh Aceh, dan bahkan terkenal di tingkat nasional maupun internasional.

Bagi Saiful, usaha bordir bukanlah hal baru. Dia bersama keluarga telah menekuni bidang ini sejak tahun 1998. Dari sang ibu, usaha ini kemudian diwarisi kepada kakaknya.

Namun, gempa dan tsunami Aceh pada 2004 silam membuat usaha bordir milik keluarga Saiful Bahri terhenti. Kurang lebih sepuluh tahun terhenti, usaha tersebut kemudian dilanjutkan oleh Saiful Bahri pada tahun 2015.

Saiful Bahri menjalankan usaha tersebut di rumahnya bersama istri. Pada awal berdiri, ia hanya mempekerjakan tiga orang karyawan. Setiap tahun, jumlah karyawan terus bertambah dan hingga kini telah mencapai 40 orang.

Sebagian besar karyawan Saiful Bahri adalah ibu rumah tangga yang berasal di kawasan Banda Aceh, yakni mencapai 38 orang. Sementara sisanya 2 orang adalah laki-laki yang bertugas sebagai finishing produk.

Saiful Bahri mengatakan, bahan baku seperti kain, benang, bunga, pola dan motif ia siapkan semua. Lalu, para pekerja mengambil bahan baku tersebut di rumahnya dan mengerjakan di rumah masing-masing.

“Saya potong bahan bakunya seperti pola, ukuran, contoh bunga, benang dan lain sebagainya, mereka bikin di rumah masing-masing,” ujar Saiful Bahri.

Dikatakan Saiful Bahri, para pekerja rata-rata mampu mengerjakan 1 hingga 3 produk setiap harinya. Jumlah ongkos yang dibayar juga per produk, tergantung jenisnya. Semakin mahal produk tersebut, maka semakin mahal bayarannya.

“Karyawan tidak kita gaji per jam atau per hari, tetapi per produk, siap satu produk, kita bayar satu,” sebut Saiful Bahri.

Dia menambahkan bahwa Saiful Bordir kini memiliki sepuluh jenis produk, baik berupa tas maupun dompet. Beberapa di antaranya adalah Tas Itali (Tas Ibu), Tas Mama, Tas Kosmetik dan aneka jenis dompet.

Semua produk tersebut, kata Saiful Bahri, dipasarkan dengan harga bervariasi, mulai terendah Rp30 ribu hingga termahal Rp700 ribu.

“Paling murah dompet yaitu Rp20 ribu, paling mahal ada Rp350 ribu, Rp450 ribu, dan Rp700 ribu, menurut konsumen yang minta, disesuaikan dan dipertimbangkan dengan berapa hari kerja, sehingga ada mahal dan murah,” ujarnya.

Tembus Pasar Internasional dan Langganan Grosir

Produk-produk Saiful Bordir kini telah menembus ke pasar internasional, salah satunya Malaysia. Sebelum pandemi Covid-19, produk Saiful Bordir acap kali dipesan oleh konsumen dari negeri Jiran itu. Namun, saat pandemi orderan untuk pasar internasional terhenti. 

Selain untuk pasar internasional, produk Saiful Bordir juga menjadi langganan sejumlah toko grosir di Aceh. Pemilik grosir biasanya mengambil barang dari Saiful Bordir per pekan, dengan nilai transaksi antara Rp3 juta hingga Rp5 juta.

“Pemilik grosir begitu barangnya habis, langsung diambil lagi, biasanya seminggu sekali,” terang Saiful Bahri.

Aktifnya orderan dari pihak grosir menjadi salah satu alasan Saiful Bahri tak mengalihkan penjualan produk ke online saat pandemi Covid-19. Sebab, menurutnya, penjualan online tidak akan berjalan efektif.

Pemilik Saiful Bordir, Saiful Bahri menunjukkan produk di rumahnya, Desa Peunyeurat, Kecamatan Banda Raya,
Kota Banda Aceh, Sabtu (19/3/2022). (Muhammad Fadhil/popularitas.com)

“Kalau online misalnya pemesannya hanya satu item, ini akan membuat kita lelah, proses pengemasan, pengiriman dan sebagainya,” ujar Saiful Bahri.

Dikatakan Saiful Bahri, selama ini barang-barang dari produknya mudah laku di pasaran karena memiliki ciri khas yang tak dimiliki oleh usaha bordir lainnya. Perpaduan motif dan warna yang selaras membuat konsumen memburu produk dirinya.

“Motif punya kami berbeda dengan orang lain, makanya kalau pun dijual mahal juga laku,” tutur Saiful Bahri.

Selain untuk grosir, kata Saiful Bahri, produk tersebut juga dijual secara eceran. Bagi konsumen yang telah mengetahui Saiful Bordir, mereka umumnya langsung mendatangi rumah jika ingin membeli produk.

“Jika di rumah kita ada brandnya yaitu SB Bordir, kalau di grosir tidak ada brandnya, ini atas permintaan pihak grosir agar jangan disertakan brand,” ucap Saiful Bahri.

Peran Disperindag Aceh

Berkembangnya usaha Saiful Bordir tak terlepas dari peran dan perhatian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Aceh. Melalui Bidang Pengembangan Industri Menengah dan Aneka, Saiful Bordir kerap dilibatkan di setiap event yang ada, salah satunya pameran.

Selain itu, kata dia, Disperindag Aceh juga aktif mempromosikan produk-produk Saiful Bordir ke sejumlah calon konsumen, baik lokal maupun nasional. Produk-produk ini juga menjadi langganan Dekranasda Aceh.

“Peran Disperindag Aceh yaitu produk kita dipakai mereka, di Dekranasda juga dipakai punya kita, saat pameran dibawa, dan lain sebagainya,” tutur Saiful Bahri.

Di Dekranasda Aceh, terang Saiful Bahri, produk dirinya ikut dipajang. Sehingga, menumbuhkan minat beli dari para tamu dari luar Aceh. Terkadang, apabila stok produk di Dekranasda Aceh telah habis, akan langsung diarahkan ke rumahnya.

“Kadang-kadang kalau ada pelanggan yang mau beli tas di situ, mereka langsung arahkan kemari, mereka ingin promosikan barang kita, misalnya targetnya banyak, nanti langsung disuruh kemari,” ujar Saiful Bahri.

Saiful Bahri berharap pandemi Covid-19 cepat berakhir, sehingga pameran-pameran yang sebelumnya melibatkan para pelaku IKM bisa digelar kembali. Ia juga berharap Disperindag Aceh terus konsisten membantu mempromosikan IKM.

“Kalau sudah tidak ada lagi pembatasan, maka ruang gerak kami akan lebih luas lagi nantinya,” ucap Saiful Bahri.

Tingkatkan Kompetensi

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Aceh berharap kepada para pelaku IKM di provinsi paling barat Indonesia ini untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan yang digelar pemerintah maupun lembaga swasta yang kredibel.

Kepala Bidang Pengembangan Industri Menengah dan Aneka Disperindag Aceh, Nila Kanti menyampaikan, di samping mengasah kemampuan, pelatihan ini juga akan menjadi ajang bagi para pelaku IKM dalam memperluas jaringan, mitra dan hal-hal baru terkait strategi penjualan produk.

“Silakan perluas wawasan bisnisnya melalui kesempatan pelatihan yang ditawarkan secara tatap muka maupun online, banyak program pelatihan-pelatihan yang ditawarkan, asalkan kita mau mencari tahu,” ujar Niken, sapaan akrab Nila Kanti.

Ia menyampaikan, Disperindag Aceh tahun 2022 juga telah merencakan beberapa kegiatan yang menitikberatkan pada pembinaan dan promosi IKM yang berkelanjutan, antara lain menyelenggarakan bimtek terhadap IKM kerajinan tas Aceh.

Kemudian, memfasilitasi legalitas merek terhadap IKM, mengikutsertakan IKM pada event pameran dalam negeri, mempublikasikan atau mengiklankan produk IKM pada media online.

Selanjutnya, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan IKM sebagai bahan pembinaan ke depan, menyelenggarakan bimtek peningkatan mutu dan diversifikasi pengolahan ikan bagi IKM.

“Kemudian juga menyelenggarakan bimtek keamanan pangan bagi IKM dan menyelenggarakan bimtek pengolahan limbah ikan menjadi pelet,” demikian Niken menjelaskan, (***)

Shares: