NewsSyariat Islam

Banyak kasus sengketa tanah, MS Jantho gelar diskusi hukum waris

Banyak kasus sengketa tanah, MS Jantho gelar diskusi hukum waris
Hakim Agung Kamar Agama dari Mahkamah Agung (MA) RI, Dr Edi Riadi, bersama Ketua MS Jantho Muhammad Redha Valevi saat di Kantor MS Jantho, Senin (21/8/2023). FOTO : Humas MS Jantho

POPULARITAS.COM – Banyaknya isu yang mencuat terkait dengan kasus sengketa tanah di daerah bekas tsunami, serta untuk pembangunan jalan tol di peradilan jadi perhatian penting Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho. Sebab itu, lembaga peradilan syar’iyah itu menggelar diskusi tentang hukum waris dengan menghadirkan Hakim Agung Kamar Agama dari Mahkamah Agung (MA) RI, Dr Edi Riadi.

Acara tersebut, dilangsungkan Senin (21/8/2023) di Kantor MS Jantho. Ikut serta sebagai pembicara dalam kegiatan itu, Ketua MS Aceh Dr Rafi’uddin. Para peserta merupakan hakim dari sejumlah mahkamah syar’iyah, seperti Sabang, Banda Aceh, Sigli, Calang dan Meureudu.

Ketua MS Jantho Muhammad Redha Valevi, dalam keterangannya, mengatakan, tujuan pihaknya menggelar diskusi ini, guna memberikan perspektif hukum bagi para hakim peradilan syar’iyah dalam memutuskan perkara terkait dengan sengketa hak waris.

Ia menambahkan, isu tentang hak waris menjadi salah satu persoalan yang kerap jadi objek gugatan para pihak di MS Jantho. Apalagi, kawasan Aceh Besar merupakan wilayah bekas tsunami dan juga saat ini jadi kawasan terimbas proyek jalan tol.

Nah, kasus-kasus sengketa hak waris di daerah bekas tsunami ini menjadi pelik dan sekaligus tantangan bagi para penegak hukum saat memutuskan rasa keadilan bagi para pihak.

“Saat tsunami, beberapa level pewaris hilang dan ini jadi kendala dan terus menjadi perdebatan tak berkesudahan di pengadilan. Bahkan, hingga saat ini banyak perkara yang tak kunjung selesai,” ujarnya.

Selain sejumlah kasus sengketa tanah bekas tsunami, terdapat juga banyak kasus sengketa dalam perkara pembangunan jalan tol. Hal tersebut dikarenakan ditemukan masalah tidak ada generasi yang mewarisi, sebab hilang saat tsunami maupun saat konflik, tambahnya.

“Jadi, berbagai tantangan ini yang perlu penggalian dan pembuktian oleh hakim,” tandasnya.

Sementara itu, Rafi’uddin dalam paparannya saat diskusi itu menyampaikan, penyelesaian perkara waris terdapat banyak masalah. Misalnya, dari ahli waris, harta waris, dan pembagian waris. “Dari segi ahli waris, kita sering tertipu itu pemohon tidak memasukkan seluruh ahli waris. Di situ terjadi ketimpangan, bisa jadi perkara itu tidak dapat diterima walaupun bisa diajukan lagi,” kata Rafi’uddin.

“Sehingga hal-hal yang seperti itu kalau orang luar, orang awam, itu mengatakan kita tidak adil, padahal kita tidak cukup data, bukti,” lanjutnya.

Hakim Agung, DR. Edi Riadi menuturkan, bagi hakim, hukum waris tidak berhenti dalam fikih dan perundang-undangan. “Tapi harus melihat rasa keadilan masyarakat. Karena itu merupakan suatu amanat dari UU Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim itu harus mempertimbangkan hukum yang hidup dalam masyarakat,” kata Edi.

Menurutnya, hakim harus selalu cepat dan antisipatif terhadap perkembangan hukum atau rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat. Dia menyebut, yang paling utama bagi hakim menegakkan keadilan, beda dengan mufti yang menegakkan hukum.

“Kalau ada hukum yang dirasa masyarakat tidak pas, kita diberi kewenangan oleh Allah untuk meninggalkan hukum itu,” katanya.

Dia mencontohkan sikap Umar bin Khattab yang tidak memotong tangan pencuri yang kelaparan. “Inilah rasa keadilan yang harus dimiliki seorang hakim dalam memutuskan perkara. Kalau seorang hakim tumpul, maka hakim ini tidak memiliki rasa keadilan bagi masyarakat,” kata Edi. 

Dalam diskusi, para hakim sebagai peserta banyak bertanya seputar masalah ahli waris di Aceh. Pertanyaan tersebut dijawab langsung dengan lugas oleh DR. Edi, untuk memberikan kesepahaman pemikiran tentang hukum waris yang berkeadilan.

Editor : Hendro Saky

Shares: