EkonomiHeadline

Infrastruktur, perizinan sulit dan korupsi jadi hambatan Aceh untuk maju

nfrastruktur, perizinan sulit dan korupsi jadi hambatan Aceh untuk maju

POPULARITAS.COM – Setidaknya terdapat tiga persoalan mendasar yang membuat Aceh sulit maju dan berkembang, yakni dukungan infrastruktur, perizinan yang berbelit, dan juga suburnya praktek korupsi.

Bicara potensi SDA dan lainnya, Aceh miliki banyak peluang, namun, tantangan mendasarkan seperti yang disebutkan diatas, jadi hambatan bagi daerah ini untuk mencapai kemajuan yang bisa digunakan untuk kemakmuran rakyatnya.

Demikian disampaikan oleh Kepala Perwakilan Kementrian Keuangan provinsi Aceh, Safuadi dalam bincang-bincangnya kepada popularitas.com, Rabu (22/5/2024) di Banda Aceh.

Memang sambungnya, konflik berkepanjangan di Aceh selama kurun waktu tiga puluh tahun, telah banyak hancurkan modal dasar dan struktur ekonomi masyarakat di daerah ini. Hal tersebut juga melahirkan stigma negatif bagi investor yang ingin berinvestasi, yakni masalah jaminan keamanan.

Minimnya investasi dan perkembangan sektor industri di Aceh, membuat daerah ini hanya menggantungkan sumber ekonom dari minyak dan gas, serta belanja pemerintah. Tentu saja hal tersebut membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga.

“Minyak dan gas serta belanja pemerintah masih jadi sumber utama gerakkan perekominan Aceh. Hal ini jadi tantangan bagi daerah ini,” sebutnya.

Perkembangan sektor industri minyak dan gas, tidak seiring dengan tumbuhnya sektor lainnya. Karnanya, hal tersebut harus jadi perhatian penting bagi semua pihak, tambahnya.

Meski ada upaya untuk perbaikan infrastruktur pasca-tsunami 2004 dan pasca-konflik, banyak daerah di Aceh masih kekurangan infrastruktur, khususnya infrastruktur penunjang bisnis, seperti pelabuhan berstandar internasional, gudang penyimpan, cold storage, kawasan industri barang dan jasa, hingga moda transportasi murah.

“Seperti misalnya kereta api dan jalur kereta api khusus barang, kondisi ini menghambat mobilitas barang dan jasa, serta akses ke pasar,” kata dia.

Selain itu, birokrasi serta tata kelola yang lemah juga menjadi persoalan besar yang membuat Bumi Serambi Mekkah ini sulit untuk maju.

“Birokrasi yang kompleks dan korupsi masih menjadi masalah besar di Aceh, proses perizinan yang berbelit-belit dan praktik korupsi mengurangi efisiensi ekonomi dan menghambat investasi,” ucapnya.

nfrastruktur, perizinan sulit dan korupsi jadi hambatan Aceh untuk maju

“Tata kelola yang buruk juga mempengaruhi distribusi dana otonomi khusus yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah dan penyiapan infrastruktur penunjang bisnis,” sambungnya.

Jika berbicara soal pendidikan dan keterampilan tenaga kerja di Aceh pun, kedua hal ini juga masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia.

Kurangnya tenaga kerja terampil, sebut Safuadi, membatasi kemampuan daerah untuk menarik investasi di sektor-sektor yang lebih maju dan berteknologi tinggi.

Di sisi lain, banyak warga Aceh yang berbakat dan terdidik memilih untuk merantau ke luar daerah atau ke luar negeri untuk mencari peluang yang lebih baik.

“Fenomena ini yang dikenal sebagai brain drain, mengakibatkan kekurangan tenaga kerja terampil di Aceh yang dapat berkontribusi terhadap lambatnya perkembangan ekonomi lokal,” katanya.

Begitu juga dengan pemanfaatan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) yang tidak optimal. Padahal Aceh menerima dana otonomi khusus yang besar dari pemerintah pusat, namun pemanfaatannya sering kali tidak optimal dan tepat sasaran.

“Penggunaan dana ini sering terhambat oleh kurangnya perencanaan yang matang, serta masalah korupsi dan inefisiensi,” pungkasnya seraya menambahkan bahwa ada beberapa hal lain yang ikut berpengaruh.

Shares: