NewsPolitik

Jusuf Kalla: 2022 merupakan tahun politik yang romantis

Wakil Presiden ke-12 M. Jusuf Kalla menyebutkan bahwa warsa 2022 ini merupakan tahun politik yang sangat romantis karena partai politik tengah mencari pasangan yang cocok untuk maju pada Pemilu 2024.
Jusuf Kalla: 2022 merupakan tahun politik yang romantis
Mantan Wapres RI, Jusuf Kalla setelah menikmati kopi di Warung Kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh pada Desember 2019. FOTO: Muhammad Fadhil/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Wakil Presiden ke-12 Republik Indonesia, M. Jusuf Kalla menyebutkan bahwa warsa 2022 ini merupakan tahun politik yang sangat romantis karena partai politik tengah mencari pasangan yang cocok untuk maju pada Pemilu 2024.

“Banyak yang mengatakan bahwa tahun ini politik akan panas. Saya katakan tidak, ini tahun politik yang sangat romantis,” kata Jusuf Kalla saat menjadi pembicara pada Seminar Kebangsaan dalam rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di Jakarta, Kamis (16/6/2022).

Baca: Jusuf Kalla: Konflik di Aceh karena ketidakadilan

Jusuf Kalla pun menjelaskan mengapa tahun ini adalah tahun politik yang romantis karena pada tahun ini banyak yang tengah mencari pasangan seperti muda-mudi yang kasmaran.

“Kenapa romantis? Karena sama dengan orang pacaran, semua cari pasangan yang cocok memenuhi syarat, lobi cari pasangan, jadi ini tahun cari pasangan. Jadi begitulah suasana politik kita, tapi tentunya siapa terbaik akan terpilih. Memang tidak mudah untuk jadi tahun romantis karena banyak hal yang menjadi faktor, pasangan, faktor partai, dan juga faktor elektabilitas,” ujar Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 tersebut.

Baca: JK minta BNPT jangan curigai semua pesantren

Menurut Jusuf Kalla, elektabilitas menjadi satu di antara beberapa faktor kendala para aktor politik mencari pasangan.

“Pasangan, partai, dan elektabilitas. Ini jadi satu suasana sulit. Elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai. Ada yang terbaik punya partai, punya partai tapi tidak terbaik,” ucap Jusuf Kalla.

Baca: Jusuf Kalla: Penundaan pemilu menyalahi konstitusi

Selain itu, kata Jusuf Kalla, ambang batas parlemen atau parliamentary thershold yang tinggi juga menjadi faktor.

Jusuf Kalla berpendapat bahwa parliamentary threshold yang tinggi sering kali menjadi penghalang partai-partai karena mereka ingin mengusung kader, namun tidak bisa karena terhalang syarat persentase untuk mengajukan calon.

“Partai yang menengah atas itu, ya, memenuhi syarat. Tapi kalau elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai? Jadi bagaimana gabungan dua ini? Jadi yang ambil peranan bukan partai besar, tapi partai menengah,” kata Jusuf Kalla. (ANT)

Shares: