News

Tak Ikut Aksi, Warga Depok Ini Malah Tewas Ditembak di Rumah Imam FPI

Korban tidak ikut aksi, namun tertembak saat menjaga rumah Imam Besar FPI Riziec Shihab di Petamburan Jakarta
Farhan Safero (31), korban tewas dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu RI, disemayamkan di Kampung Rawa Kalong RT03/07, Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Kota Depok, Rabu (22/5/2019). Rencananya korban akan dimakamkan siang ini, tak jauh dari rumah duka. | Tribunnews.com

FARHAN Safero (31), korban tewas aksi 22 Mei pada Rabu (22/5/2019) dini hari, disebut tewas saat menjaga rumah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab alias HRS.

Menurut M Syarif Al Idrus, sahabat Farhan Safero, korban yang merupakan anggota Majelis Taklim Nurul Mustofa, tewas akibat luka tembak di dada dan tembus hingga belakang.

Namun, menurut Syarif, Farhan Safero tidak ikut aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu yang berlangsung sejak Selasa (21/5/2019) siang.

“Kami termasuk almarhum enggak ikut aksi di Bawaslu, melainkan lagi berjaga di markas besar FPI di Petamburan,” kata M Syarif Al Idrus, teman Farhan Safero, di rumah duka di Kampung Rawa Kalong RT 03/07 Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (22/5/2019).

“Kami menjaga rumah Habib Rizieq,” sambungnya.

Syarif mengatakan, dia bersama korban dan rekan-rekannya berangkat pada Selasa (21/5/2019) tengah malam sekitar pukul 24.00 WIB, dari arah Bekasi Timur, dengan rombongan sebanyak 20 orang.

Setelah tiba di Petamburan, kata Syarif, sekitar pukul 02.00 WIB, terjadi gesekan antara massa dan aparat.

“Massa dipukul mundur. Aparat masuk ke markas (FPI) dan terjadi baku hantam,” paparnya.

Dia mengaku tidak tahu peristiwa awal terjadinya gesekan. Yang dia dengar, kata Syarif, banyak suara tembakan saat kejadian.

“Banyak suara tembakan bahkan ada selongsong peluru berjatuhan. Ada sekitar 15 (selongsong),” ceritanya.

Saat kejadian, dirinya berpisah dengan Farhan Safero.

Syarif baru tahu Farhan Safero menjadi korban, setelah dia menghubungi ponselnya, namun bukan Farhan Safero yang menjawab.

“Saat saya telepon yang angkat dari pihak rumah sakit,” ungkapnya.

Kemudian, dia pun bergegas menuju rumah sakit. Dari keterangan pihak medis disebut bahwa Farhan Safero tewas karena tertembak peluru.

“Luka di sini (sambil menunjuk dada) dan tembus ke belakang,” jelasnya.

Setelah bisa menemui Farhan Safero, Syarif langsung mengantar jasad sahabatnya itu ke rumah duka di Kampung Rawakalong, RT 3, RW 7 Grogol Limo, Depok.

“Pertama kali saya ketemu Bang Farhan Safero di Bandung mengantar ke rumahnya. Sekarang saya mengantar beliau dari rumah sakit ke rumahnya juga. Insyaallah beliau mati syahid,” paparnya.

Menurut rencana, jenazah Farhan Safero akan dimakamkan Rabu siang ini, tak jauh dari rumah duka.

Namun, keluarga masih menunggu kedatangan istrinya dari Cikarang, Kabupaten Bekasi, yang merupakan domisili Farhan Safero dan istri setelah menikah.

Dilakukan Pihak Ketiga

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan massa yang terlibat bentrokan di sekitar area KS Tubun merupakan warga dari luar Jakarta.

Hal itu diungkapkan Hengki setelah mengamankan beberapa pelaku untuk diambil dimintai keterangan.

“Hari ini terjadi kerusuhan antara sekelompok massa yang setelah kami dalami rupanya sebagian besar dari luar jakarta bukan dari Petamburan,” kata Kombes Hengki, Rabu (22/5/2019).

“Dari pagi tadi kami bersama FPI dan tokoh-tokoh FPI dibantu para ulama untuk menghalau mereka,” imbuhnya.

Menurut Hengki massa yang terlibat bentrok diantaranya bukanlah warga Petamburan, sehingga para pelaku ini menyusup untuk melakukan aksi provokasi, dan melakukan penyerangan terhadap petugas.

“Ada dari Tasik, Banten, ada juga dari Majalengka yang kami amankan. Banyaklah dan saat ini masih kita dalami.”

“Artinya sekali lagi kita dibantu ulama dan tokoh FPI, FPI DKI Jakarta. Yang jelas pelaku pelaku ini sudah mempersiapkan untuk melakukan kerusuhan, membawa busur, dan bahan bakar untuk membakar,” ujarnya.

Pihaknya, kata Hengki, akhirnya bertemu dengan tokoh masyarakat setempat yakni Panglima FPI Jakarta Habib Muchsin untuk berkoordinasi menangani massa yang membuat Jalan KS Tubun harus ditutup sementara.

Dari keterangan Habib Muchsin, ternyata diketahui bahwa massa yang melakukan pengrusakan bukan merupakan warga Petamburan, melainkan oknum yang berasal dari luar daerah.

Nah setelah kami berkoordinasi dengan beliau, Imam FPI Jakarta, Habib Muchsin, ternyata sebagian besar dan ada beberapa (oknum) yang kita amankan ini sebagian besar dari luar daerah,” kata Hengki.

Hal itu karena mereka yang melakukan pengrusakan tersebut tidak satupun dikenal oleh warga setempat.

“Apakah itu Tasik, apakah itu Majalengka, apakah itu Banten dan sebagainya ini (massa) banyak dari luar daerah dan tidak dikenal oleh masyarakat (sekitar),” tegas Hengki.

Pernyataan Kombes Hengki pun dibenarkan oleh Habib Muchsin, ia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan tokoh masyarakat lainnya serta aparat untuk memukul mundur massa yang telah melakukan pengrusakan terhadap banyak properti milik warga sekitar.

“Alhamdulillah kami bersama para tokoh masyarakat yang ada di Petamburan, dibantu juga dengan Bapak Kapolres Hengki sudah bisa mengkondusifkan lokasi yang ada di Petamburan,” kata Habib Muchsin.

“Kita memang tahu, ini dilakukan pihak-pihak ketiga yang sengaja membuat kacau. Saya sampaikan, apa yang terjada saat ini, jelas dilakukan oleh pihak ketiga,” kata Muchsin.

Ilustrasi Demo Bawaslu Senin, 21 Mei 2019 malam | Detik.com

Cek Informasi

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya masih mengecek informasi enam korban tewas akibat kerusuhan di Jakarta pada Rabu (22/5/2019) dini hari.

“Masih dicek seputar itu, termasuk penyebab tewas dan identitasnya,” kata Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi Wartakotalive.com, Rabu (22/5/2019).

Yang pasti, kata Dedi Prasetyo, polisi tidak dibekali peluru tajam dan senjata api saat mengamankan unjuk rasa yang berujung rusuh tersebut.

“Yang perlu disampaikan bahwa aparat keamanan dalam pengamanan unjuk rasa tidak dibekali oleh peluru tajam dan senjata api,” tuturnya.

“Kita sudah sampaikan jauh-jauh hari bahwa akan ada pihak ketiga yang akan memanfaatkan situasi unras tersebut. Oleh karenanya masyarakat tidak perlu terprovokasi,” sambung Dedi Prasetyo.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menegaskan, aparat keamanan yang mengamankan aksi demonstrasi kelompok yang tak puas terhadap hasil Pemilu 2019, tidak akan dibekali senjata api dan peluru tajam.

Ia mengatakan, hal itu adalah Standard Operating Procedure (SOP) pengamanan aksi massa pada masa Pemilu 2019, yang diinstruksikan langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Hal itu disampaikan Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kemenkopolhukam, Selasa (21/5/2019).

“SOP yang dimiliki oleh TNI dan Polri perlu kami sampaikan juga. Bahwa setiap pasukan pengamanan besok atau nanti malam atau kapan pun, sudah diinstruksikan oleh Kapolri dan Panglima TNI tidak dibekali dengan peluru tajam,” tutur Iqbal.

“Saya ulangi, tidak dibekali peluru tajam. Kami pastikan. Jadi kalau besok ada penembakan dengan peluru tajam, bisa dipastikan bukan pasukan TNI dan Polri. Ada penumpang gelap,” sambung Iqbal.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengatakan, seluruh aparat yang diterjunkan pada aksi 22 Mei nanti tidak dilengkapi dengan senjata beramunisi peluru tajam.

“Untuk itulah kami rapat di Menko Polhukam menyepakati hindarkan TNI-Polri dari senjata amunisi tajam. Tidak ada lagi sekarang amunisi tajam itu, dilarang. Berikutnya kita menghindari kontak langsung dengan massa,” papar Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (20/5/2019).

Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto meminta TNI-Polri tetap mengedepankan sisi humanis dalam mengamankan KPU, Bawaslu, dan obyek vital lainnya.

Permintaan itu dilakukan jelang pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei pekan depan.

“Mengenai ancaman ada rencana menduduki dan bakal terjadi konflik dengan aparat keamanan, saya perintahkan polisi dan tentara senapan simpan dulu‎,” ucap Wiranto saat memberikan pengarahan dalam acara Rakornas Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tahun 2019 di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2019).

“Pakai pentungan saja. Itu pun kalau tidak perlu enggak usah,” sambungnya.

Wiranto juga meminta Polri menerjunkan Pasukan Asmaul Husna khusus di KPU dan Bawaslu pada 22 Mei 2019, untuk mendinginkan suasana.

“Di KPU dan Bawaslu yang jaga pakai pasukan Asmaul Husna, yang pakai putih-putih. Keluar biaya tidak apa-apa yang penting bisa rangkul-rangkulan, jangan ada pentung-pentungan. Mudah-mudahan tidak ada konflik di sana,” harapnya.

Pasukan Asmaul Husna sebelumnya pernah pula mengamankan aksi demonstrasi di depan Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2019) pekan lalu.

Pasukan ini pertama kali dibentuk saat mengamankan Aksi Bela Islam 411 dan 212 pada 2016 silam.

Bukannya menenteng senjata, pasukan yang adalah anggota Brimob ini justru melengkapi diri dengan sorban dan peci putih. Sekilas penampilan mereka mirip tokoh agama.

Tim ini terdiri dari anggota Brimob pilihan dari berbagai daerah. Syarat menjadi anggota Asmaul Husna adalah hafal Asmaul Husna.

Mereka juga dituntut memiliki pemahaman agama yang baik dan mampu berzikir.‎

Dalam mengamankan aksi unjuk rasa, pasukan ini akan berbaur dan bersama pengunjuk rasa ikut salat serta berzikir bersama.*

Sumber: Warta Kota

Shares: