News

Aksi 1812: Yang Korupsi Baju Merah, yang Ditahan Baju Putih

Habib Rizieq Praperadilankan Polisi Atas Penetapan Tersangka
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (tengah) bersiap menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (12/12/2020). suara.com

Persaudaraan Alumni (PA) 212 memastikan perhelatan aksi unjuk rasa di Istana pada Jumat (18/12) atau aksi 1812. PA 212 memiliki sejumlah tuntutan yang akan disampaikan sepanjang aksi tersebut.

Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin menjelaskan penyelenggaraan aksi 1812 berawal dari keresahan anak bangsa atas ketidakadilan hukum. Selama ini, PA 212 menilai, hukum seakan tajam hanya pada kubu HRS.

“Tuntutannya kami meminta bebaskan Imam Besar Habib Rizieq Shihab (HRS) tanpa syarat. Usut tuntas juga pembantaian enam syuhada laskar FPI (Front Pembela Islam),” kata Novel, Jumat (18/12).

Keenam laskar FPI yang dimaksud ialah para pengawal HRS saat perjalanan dari Bogor menuju kegiatan pengajian keluarga di suatu tempat. Keenamnya meninggal dunia di tangan kepolisian karena dianggap melawan petugas.

Novel menekankan pentingnya penegakan keadilan di Tanah Air, terlebih pascarentetan kasus-kasus hukum terhadap kubu HRS yang dianggap berat sebelah. Novel juga menyoroti para ulama dari kubu HRS menjadi ‘sasaran tembak’ kepolisian.

“Tuntutan lainnya setop diskriminasi hukum dan setop kriminalisasi ulama,” tegas Novel.

Selanjutnya, PA 212 bakal menyuarakan agar Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara yang mengorupsi dana bantuan sosial (bansos) agar dihukum semaksimal mungkin. Dana bansos yang sejatinya ditujukan bagi kesejahteraan rakyat malah jadi bancakan koruptor.

“Korupsi dana bansos oleh Mensos, kita enggak tidur masalah begitu. Kita tetap soroti. Kami lihat ini yang korupsi baju merah yang ditahan baju putih. Harusnya pelaku korupsi ditembak mati, ini malah FPI yang ditembak mati. Ini kan bertolak belakang,” ungkap Novel.

Novel juga mengingatkan kepolisian tak bisa melarang jika ada yang ingin ikut aksi 1812 di Istana Negara Jakarta pada hari ini.

“Polisi tak boleh mencegat orang yang mau aksi ke Jakarta karena sesuai UUD 1945, menjaga daripada hak WNI sampaikan pendapat. Ini kan berarti menentang konstitusi, justru polisi harus bisa mengayomi masyarakat yang ingin sampaikan aspirasinya,” kata Novel.

Novel menekankan, pihak kepolisian tak perlu khawatir aksi 1812 bakal berujung kerusuhan. Ia menjamin, aksi tersebut berjalan damai seperti halnya aksi 212.

“Memang aksi ini aksi damai seperti biasa kami lakukan, kenapa mesti dicegat,” ujar Novel.

Novel juga mengatakan, massa dari luar Jakarta sebenarnya cukup melakukan aksi dari daerah masing-masing.

“Kita lihat ada momen yg memang saat ini aksi se-Jabodetabek, di daerah cukup aksi masing-masing. Tapi kalau pun masyarakat turun (demo) kita enggak pernah larang,” ucap Novel.

PA 212 juga berkomitmen menaati protokol kesehatan (prokes) dalam aksi 1812. PA 212 tetap menaati aturan yang berlaku dalam menggelar aksi di masa pandemi Covid-19.

“Kami taat prokes, demi kemanusiaan perangi Covid-19 yang memang HRS datang sampai sekarang kami taat. Artinya pakai masker, hand sanitizer, alhamdulilah sehat semua,” kata Novel, menambahkan.

HRS telah ditahan di Polda Metrjo Jaya sejak 12 Desember. HRS ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kerumunan Petamburan di mana pandemi Covid-19 dengan jeratan Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP. Lalu ada lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Terkait aksi 1812, Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran mengatakan, pihaknya bakal menggelar operasi kemanusiaan. Polda Metro Jaya pun tidak pernah mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) terkait demo tersebut.

“Kalaupun ada aksi, kami akan melaksanakan operasi kemanusiaan. Salus populi suprema lex esto, yakni keselamatan masyarakat menjadi hulum yang tertinggi,” tegas Fadil di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (18/12).

Lebih lanjut, menurut Fadil, operasi kemanusiaan tersebut didasari sejumlah aturan, di antaranya, UU Kekarantinaan Kesehatan, UU tentang wabah penyakit menular, Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), dan Instruksi Gubernur.

“Sudah ada UU Kekarantinan Kesehataan, UU wabah penyakit menular, ada Perda, Pergub, Instruksi Gubernur,” katanya.

Dalam operasi kemanusiaan, sambung Fadil, pihaknya bakal melaksanakan testing, tracing, dan treatment atau 3T. Kemudian  Ia meminta semua pihak saat ini menahan diri untuk tidak berkerumun, lantaran masih tingginya potensi penyebaran Covid-19 di Indonesia.

“Klaster Petamburan dan Tebet sudah membuktikan bahwa kerumunan sangat berbahaya,” ungkap Fadil.

Pemerintah daerah dan Satgas daerah telah diminta untuk melakukan tindakan tegas berupa pembubaran kegiatan yang menimbulkan kerumunan. Tak hanya masyarakat yang tidak patuh, pihak penyelenggara yang menimbulkan kerumunan pun dapat disanksi.

“Berikan juga sanksi kepada pihak yang menyelenggarakan kerumunan. Saya juga meminta kepada masyarakat untuk mematuhi peraturan mengenai protokol kesehatan yang sudah ditentukan, hindari kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan untuk melindungi diri sendiri dan orang terdekat dari penularan-penularan Covid-19,” ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (17/12).

Sumber: Republika

Shares: