News

Bekal Ibu di 2021: Cara Mengatasi Parental Burnout

Bekal Ibu di 2021: Cara Mengatasi Parental Burnout
Ilustrasi (Milada Vigerova)

– Tanggal 22 Desember dirayakan sebagai Hari Ibu. Namun di tahun ini jadi tahun yang penuh stres buat semua orang, tak terkecuali ibu. Satu orang memiliki peran ganda bahkan lebih demi beradaptasi dengan perubahan akibat pandemi.

Meski masih ada senyum di bibirnya, tanpa disadari, ibu sudah tidak lagi di level stres melainkan burnout.

Menurut Putu Andani, psikolog TigaGenerasi, burnout berada di antara stres dan depresi. Ini jadi titik kritis di mana saat ibu punya kendali maka ibu bisa lebih kuat, tahu rutinitas baru lalu bisa beradaptasi.

“Pikiran dan badan tidak sinkron, tidak ada bonding (saat beraktivitas dengan anak). Kalau terjadi, ibu wajib istirahat,” kata Putu saat webinar bersama BaBe, Rabu (16/12/2020).

Kemudian, aktivitas apa saja yang bisa dilakukan saat ‘break’ alias istirahat? Putu menyarankan beberapa cara menghadapi burnout yang bisa Anda jadikan bekal di 2021.

1. Curhat

Ibu disarankan untuk bercerita atau curhat apapun yang dirasakan. Putu mengatakan orang yang diajak curhat tidak harus pasangan tetapi bisa juga sahabat atau teman dekat yang dianggap memberikan dampak positif. Di sini, ibu bisa sedikit melepas beban dan mendapat dukungan.

2. Therapeutic activity

Therapeutic activity atau aktivitas yang mampu menyembuhkan biasanya berhubungan dengan seni atau hobi. Ibu yang memiliki kegemaran melukis, bisa menumbuhkan kembali aktivitas ini sebagai sarana agar lebih santai. Ada pula yang suka memasak sehingga perlu menyediakan waktu untuk memilih bahan dan menyibukkan diri di dapur sementara waktu.

3. Afirmasi positif

Stres hingga burnout biasanya timbul akibat kegagalan. Ibu menempatkan standar capaian tertentu kemudian merasa gagal saat standar tidak terpenuhi. Padahal di momen pandemi seperti ini, banyak hal adalah yang pertama buat ibu. Artinya, ibu perlu memberi ruang untuk gagal dan kembali belajar.

“Berikan afirmasi positif ke diri sendiri misal enggak apa-apa kok, kan baru yang pertama,” ujar Putu.

4. Evaluasi

Istirahat, bercerita, melakukan aktivitas yang menyenangkan, semua sudah dilakukan. Apa yang selanjutnya dilakukan? Putu menyarankan untuk melakukan evaluasi. Ibu kembali melihat apa yang sudah dilakukan, perubahan yang kira-kira bisa diambil atau harus ada peran yang didelegasikan.

“Jadi rutinitas ini kudu gimana sih? Ibu perlu berpikir agar rutinitas tidak sekadar biar survival mode. Adakah yang harus didelegasikan? Atau adakah standar yang harus diturunkan karena situasinya memang tidak normal?” imbuhnya.

5. Kontak tenaga profesional

Saat semua terasa tidak memberikan efek, saatnya ibu meminta tolong pada tenaga profesional misal psikolog. Ibu mungkin kerap merasa harus kuat, harus bisa dan aneka keharusan lainnya. Padahal tidak masalah jika ibu merasa tidak bisa dan perlu pertolongan orang lain.

Selama ini burnout mungkin identik dengan kalangan pekerja, namun para ibu ternyata juga bisa mengalami burnout.[]

Sumber: CNNIndonesia

Shares: