News

Ini Empat Kebijakan Kontroversi Edy Prabowo selama Jadi Mentri KKP

-Menteri Kelautan dan Perikanan Edy Prabowo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasa Korupsi terkait kasus ekspor benur. Sebelum ditangkap, Edhy mengeluarkan sejumlah kebijakan yang kontroversial karena merombak kebijakan pendahulunya Mentri Susi Pujiastuti

Apa saja kebijakan kontroversial itu? Berikut daftarnya dirangkum POPULARITAS.COM dari beberapa Media.

  1. Keran Ekspor Benih Lobster Dibuka

Salah satu kebijakan yang diubah Edy Prabowo adalah ekspor benih lobster yang tadinya dilarang, kini dibuka. Menurutnya, hal itu penting lantaran banyak nelayan yang hidupnya bergantung pada budidaya komoditas tersebut.

“Jangan melihat dari satu sudut pandang saja ya. Saya ingin buka kembali ekspor ini karena ada masyarakat kita yang lapar gara-gara dilarang, gara-gara ada peraturan ini (larangan penangkapan benih lobster). Ini yang harus dicari jalannya, saya enggak benci dengan kebijakan yang dulu, tapi saya hanya ingin mencari jalan keluar, bagaimana masyarakat nelayan bisa terus hidup dan tersenyum,” ujar Edhy saat di kediaman Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jakarta, Rabu (25/12/2019).

Ekspor benih lobster resmi diizinkan Edhy Prabowo melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia. Aturan tersebut ditandatanganinya pada 4 Mei 2020. Beleid diundangkan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 5 Mei 2020.

  1. Penenggelaman Kapal Dikurangi

Kemudian kebijakan penenggelaman kapal maling ikan illegal yang dilakukan masa kepemimpinan Susi Pujiastuti. Sejak kepemimpinan Edhy Prabowo, dia memilih mengurangi praktik tersebut dan lebih memilih agar kapal maling ikan digunakan kembali oleh nelayan atau sekolah perikanan yang membutuhkan. Hal itu berbeda dengan Susi, yang identik dengan jargon ‘tenggelamkan’.

“Menenggelamkan kapal itu butuh biaya lagi setelah putusan pengadilan. Rp 50 juta sampai Rp 100 juta harus ada biaya menenggelamkan lagi. Ngebornya, bakarnya, nyari tempatnya, ngumpulin orangnya, ngumpulin medianya, konsumsi dan sebagainya,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Senin (6/7/2020).

  1. Bolehkan Alat Tangkap Cantrang

Begitu juga dengan kebijkan Soal larangan penggunaan cantrang itupun direvisi oleh Edy, Kini penggunaan cantrang diperbolehkan lagi untuk melaut. Menurutnya, semua alat tangkap sama saja yang penting sesuai aturan.

“Saya pikir alat tangkapnya apa saja yang penting sesuai aturan. Jangan terlalu mendikotomi (mempertentangkan) suatu alat tangkap,” kata Edhy di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

  1. Pencabutan Batasan Ukuran Kapal

Dan Kebijakan kontroversial lainnya yang dilakukan Edhy Prabowo dimasa jabatannya, yakni juga mencabut Surat Edaran Nomor B.1234/DJPT/Pl.410/D4/31/12/2015 tentang pembatasan ukuran GT kapal perikanan pada surat izin usaha perdagangan, surat izin penangkapan ikan, dan surat izin kapal pengangkut ikan.

Pencabutan itu tertuang dalam Surat Edaran nomor B.416/DJPT/Pl.410/IX/2020 yang disampaikan KKP kepada para pelaku usaha perikanan tangkap.

Aturan batasan ukuran kapal tersebut merupakan peninggalan Menteri KKP 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Saat itu, Susi mengeluarkan aturan yang melarang kapal di atas 150 GT untuk menangkap ikan di perairan ZEE. Alasan Susi saat itu, kapal ikan 150 GT akan membuat eksploitasi ikan secara berlebihan di perairan Indonesia. Pelarangan kapal penangkap ikan besar juga dimaksudkan untuk melindungi nelayan kecil.

 

 

Shares: