News

KLHK Tanami 600 Ribu Ha Mangrove, Walhi Sebut Jualan Karbon

Ilustrasi, Mangrove. (Foto: Suarapalu)

Rencana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menanam 600 ribu hektare (ha) mangrove demi perbaikan lingkungan dan ekonomi warga, menuai kritik Walhi yang menyebut program itu bagian dari upaya menjual karbon alih-alih menyelesaikan masalah dasar lingkungan pesisir.

“Pemerintah selanjutnya merencanakan akan menanam sampai 600.000 hektare. Selain untuk pemulihan lingkungan, program PKPM ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat pesisir,” kicau Siti Nurbaya dalam akun Twitter pribadinya, Selasa (15/12).

Menurut Siti, penanaman ini merupakan bagian dari program Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) di penjuru Indonesia. Saat ini, kata dia, penanaman sudah mencapai 16.338 hektare di 34 provinsi.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh 863 kelompok masyarakat (Pokmas), dan melibatkan lebih dari 30 ribu orang dalam 50 hari kerja, atau bila dihitungkan dengan jumlah hari orang kerja (HOK) akan mencapai lebih dari 1,5 juta HOK,” ungkap Siti, yang merupakan politikus Partai NasDem itu.

Merespons hal itu, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yuyun Harmono menyebut program penanaman kembali mangrove itu hanya mencari pendanaan dari perdagangan karbon.
“Karena mangrove dianggap menyerap karbon berkali-kali lipat dibandingkan dengan hutan alam. Terus seolah-olah itu jadi agenda [pemulihan lingkungan] pemerintah di pesisir,” kata dia, Rabu (16/12).

“Padahal agendanya jualan gitu lho. Dia mau ambil untung, ketika mangrove gede dia mau jual itu,” lanjutnya.

Dikutip dari siaran pers Walhi, penanaman mangrove hendak mereplikasi konsep Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD +) di darat ke kawasan pesisir.

Hal ini akan memberi keuntungan dengan “memberi harga pada setiap CO2 yang terserap untuk kemudian difinansialiasi atau dihitung harganya di pasar karbon”.

“Apalagi, pendekatan tersebut hanya proyek yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengejar tambahan pembiayaan tanpa melakukan perubahan kebijakan di tingkat daerah dalam hal perencanaan pembangunan yang rendah karbon,” tulis Walhi.

Perdagangan karbon sendiri dilakukan antara negara penghasil emisi besar dengan negara yang menyediakan penyerap emisi berupa hutan. Per karbon dioksida yang terserap hutan itu akan dinilai dengan sejumlah uang.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan penanaman kembali 1 juta mangrove pada Rabu (7/10).

Program ini dicanangkan oleh Kemenko Marives bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam pernyataannya, Luhut menyinggung potensi Indonesia yang memiliki 75-80 persen karbon kredit di dunia.

Yuyun melanjutkan bahwa kerusakan lingkungan pesisir tak akan terselesaikan dengan program tersebut tanpa menuntaskan akar masalahnya.

Menurutnya, kerusakan mangrove disebabkan oleh ekspansi sawit, tambak ikan, pembangunan pelabuhan, dan pembangkit tenaga listrik uap (PLTU). Sementara, pemerintah tak punya regulasi yang tegas untuk meminimalisasi situasi itu.

“Jokowi bilang pembangunan infrastruktur harus peka terhadap konteks kebencanaan. Kebencanaan diperkuat ketika ekosistem yang mampu melindungi masyarakat hancur juga. Itu kan enggak di-address dengan benar,” pungkasnya.

Sumber: CNN

Shares: