News

Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Sikapi Polemik RUU Kontroversi

BANDA ACEH (popularitas.com) – Pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang kontroversi dan pengesahan Undang-Undang KPK oleh DPR bersama pemerintah telah memicu demonstrasi di sejumlah daerah. Fenomena ini diharapkan dapat direspon cepat agar tidak mengarah kepada instabilitas politik di Indonesia.

Demikian salah satu kesimpulan dalam pembahasan bersama Koalisi Masyarakat Sipil Aceh di Kantor Forum LSM Aceh, di Banda Aceh, Kamis, 3 Oktober 2019.

Dalam pertemuan yang dihadiri aktivis Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), KontraS, Aceh Institute, Katahati, Yadesa, M@PPA, dan SP Aceh itu juga turut menyorot RUU Pertanahan yang berdapak pada daerah.

Di sisi lain, anggota Koalisi Masyarakat Sipil juga ikut memantau adanya tindak kekerasan dalam penanganan aksi unjuk rasa yang dilakukan di sejumlah daerah, di Indonesia. Seperti halnya yang diungkapkan Koordinator M@PPA, Azwar A Gani, yang meminta Kapolri bersama jajarannya secara terbuka untuk mengusut tuntas atas jatuhnya korban dari pihak mahasiswa dalam gelombang protes tersebut.

“Kepolisian harus mengusut kejadian ini, ada mahasiswa yang tertembak ini menjadi pertanyaan besar, siapa yang menunggangi aksi tersebut. Padahal Presiden sudah meminta pihak kepolisian untuk tidak repersif dalam menghadapi gelombang protes,” kata Azwar.

Dia juga meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan Perpu terkait UU KPK untuk membendung gelombang protes.

Sementara Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, meminta pemerintah turut mengatur status pimpinan KPK sebagai penegak hukum di dalam Perpu. Dewan Pengawas KPK yang sempat menuai polemik juga diharap hanya bertugas mengevaluasi kerja pemberantasan korupsi.

Alfian melanjutkan, jikapun nantinya ada SP3 dalam satu kasus, itupun hanya ditujukan untuk tersangka yang meninggal dunia atau sakit permanen. Alfian juga menyorot terkait status pegawai negeri sipil KPK. Diharapkan penempatan PNS di instansi antirasuah tersebut terbatas untuk pegawai administrasi saja.

Alfian menilai pentingnya Presiden RI mengeluarkan Perpu karena hingga saat ini UU KPK hasil revisi belum diundangkan menjadi UU. Inipula yang menghadang sejumlah elemen untuk menguji UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

“Undang-undang hasil revisi juga tidak relevan dengan hasil pimpinan KPK tepilih, menyangkut dengan umur pimpinan KPK hasil revisi 50 tahun, sementara pimpinan terpilih berumur 45 tahun. Dan ini jelas tidak bisa dilantik,” ungkap Alfian.

Sementara Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra berharap Koalisi Masyarakat Sipil Aceh dapat melakukan aksi nyata dalam merespon perkembangan politik nasional yang berdampak kepada daerah. “Semoga pertemuan ini menjadi pembuka untuk masyarakat sipil bersatu dalam mengawal jalannya demokrasi di Indonesia,” pungkas Hendra.* (RIL)

Shares: