News

Koalisi NGO HAM Temukan Kejanggalan Terkait Penyegelan Warkop di Banda Aceh

Langgar jam operasional Satgas Covid-19 Pidie segel tujuh Warkop
Tujuh Warkop di Banda Aceh Kembali Disegel

POPULARITAS.COM – Koalisi NGO HAM Aceh menanggapi keras terkait tindakan penyegelan dan penutupan sejumlah tempat usaha warung kopi dan rumah makan di Banda Aceh.

Kepala Divisi Konstitusi Koalisi NGO HAM Aceh, Muhammad Reza Maulana mengatakan, berdasarkan pantauan, beberapa warung dapati telah dipasangi police line sehingga pemilik enggan bahkan takut untuk membuka tempat usahanya.

“Informasi yang kami peroleh dari berbagai media, tindakan tersebut katanya didasari pada Perwal Banda Aceh Nomor 20 Tahun 2020, namun Perwal ini tidak diketahui keberadaannya, bahkan di situs JDIH Kota Banda Aceh pun sebagai pusat informasi publik juga tidak tersedia, artinya peraturan tersebut seharusnya dapat dipublikasikan agar masyarakat mengerti dasar hukum pelaksanaan penyegelan tersebut,” kata Reza, Senin (31/5/2021).

Baca: Tujuh Warkop di Banda Aceh Kembali Disegel

Selain itu, kata Reza, pihaknya juga menemukan aturan yang dapat diakses luas masyarakat khususnya tentang Covid-19, yaitu Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 51 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Makanan dan Minuman Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.

Namun, lanjut Reza, setelah membaca dengan seksama aturan tersebut sama sekali tidak mengatur tentang jam malam, ketentuan yang khusus dan wajib dilakukan baik perseorangan maupun tempat usaha adalah melaksanakan protokol kesehatan yang disebut 4M.

Reza menyebutkan, dalam aturan itu juga diatur tentang tahapan dan proses pengenaan sanksi, dimulai dari administratif berupa pembayaran denda dan sanksi sosial, penutupan sementara, sampai penghentian usaha.

“Dan wajib dilakukan secara berjenjang, itupun kalau ada pelanggaran prokes bukan pelanggaran jam malam (23.00 – 05.30 WIB), jadi kami tegaskan kembali bahwa jam malam itu bukan prokes sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum penyegelan tempat usaha karena alasan itu,” ujarnya.

Bahkan, kata Reza, setelah mendapatkan laporan dari masyarakat ternyata tindakan tersebut dilakukan tanpa disertai dengan surat tanda bukti pelanggaran (STBP) sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (4) Perwal B. Aceh 51 Tahun 2020.

Para pemilik usaha itu hanya diambil KTP asli dan tidak ada selembar suratpun yang diserahkan kepada pemilik tempat usaha.

“Artinya tidak jelas itu pelanggaran protokol kesehatan apa yang dilanggar tempat usaha, jika pelanggaran prokes dilakukan tempat usaha misalnya tidak menyediakan sarana pencuci tangan dan sebagainya, maka tuangkan di dalam STBP tersebut,” kata dia.

“Jadi jelas dasar penegakannya, jika yang dilakukan oleh pengunjung dalam aturan itu juga diatur jelas sanksi yang dapat dikenakan, jadi jangan main asal segel,” pungkas Reza.

Editor: dani

Shares: