HeadlineHukum

Menjerat predator seksual anak

Menjerat predator seksual anak
Kasatreskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadhillah Aditya Prama dan Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh Nurmiat, saat hadir sebagai narasumber di PODCAST HaSBI #hendrosakybicara, Selasa (25/7/2023). FOTO : popularitas.com/Husnis

POPULARITAS.COM – kasus kekerasan seksual pada anak di Aceh, terus alami peningkatan. Kemungkinan, fakta yang sebenarnya terjadi, jumlah kasus diperkirakan lebih banyak. Namun, berbagai latar pertimbangan, para korban dan orang tua memilih tidak melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.

Menurut data Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Aceh, tahun 2021 terdapat 1.118 kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Dari jumlah itu, 355 diantaranya merupakan kekerasan seksual.

Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadhillah Aditya Pratama yang hadir dalam acara Podcast HasBI #hendrosakybicara, Selasa (25/7/2023) menerangkan, pada tahun 2021 terdapat 19 kasus yang ditangi pihaknya. Beberapa diantaranya sudah miliki kekuatan hukum tetap, dan para pelaku sudah dihukum.

Sementara, sisanya masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan guna penyelesaian kasus itu. Pihaknya sendiri, berkomitmen tinggi terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi prioritas dalam penanganannya.

Untuk tahun 2022 sendiri, jumlah kasusnya meningkat menjadi 21 kasus, atau terdapat tambahan 3 perkara. Kesemua kasus kekerasan seksual pada anak yang ditangani pihaknya, tidak ada satupun pelaku yang dapat lepas dari jeratan hukum.

Dia mengakui, proses pembuktian kekerasan seksual pada anak bukan perkara mudah. Sebab, dalam kasus-kasus tersebut, tidak ada saksi. Karna itu, dibutuhkan banyak alat bukti lain, setidaknya lima alat bukti yang harus dimiliki penyidik untuk menangkap dan menjerat para pelaku.

Untuk melengkapi lima alat bukti itu, pihaknya dalam kerja-kerja pengungkap kasus kekerasan pada anak, selalu berkolaborasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Banda Aceh, Dinas Sosial, LPSK dan juga Rumah Sakit.

Memang, katanya lagi, dari sejumlah pelaku ketika sudah ditangkap, sebagian besar ada yang menyesal dan mengakui. Tapi tidak sedikit yang membantah. Namun, karna penyidik bekerja berdasarkan scientific crime investigation dengan lima alat bukti yang kuat, saat persidangan para pelaku berhasil dibuktika n bersalah dan dijerat.

Pihaknya sendiri, menjerat para pelaku kekerasan seksual pada anak, dengan ancaman Qanun Aceh pasal 49 jo pasal 47, Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang jinayat dengan ancaman hukuman 180 bulan kurangan.

“Jarang yang bisa lepas. Karna polisi bekerja berdasarkan alat bukti yang kuat,” katanya.

Ia juga ingatkan masyarakat, untuk tidak sungkan melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak. Sebab, tegasnya, Polri berkomitmen tinggi berikan perlindungan dan juga menghukum para predator seksual agar berikan efek jera.

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh, Nurmiati yang juga hadir dalam acara Podcast tersebut mengatakan, dalam kasus kekerasan seksual pada anak, pihaknya bertindak pada fase penyembuhan traumatis dan juga pembuktian keterangan korban.

Karna itu, dikantor UPTD PPA, terdapat beberapa orang psikologi yang bertugas memberikan pelayanan konseling pada anak korban kekerasan seksual. 

Hal terpenting bagi pihaknya, tidak semata-mata menjerat para pelaku. Namun jauh lebih daripada itu adalah penyembuhan dampak traumatis korban.

Pihaknya sendiri, banyak menangangi kasus-kasus kekerasan seksul pada anak, dengan rentang usia 3-16 tahun. Bahkan, katanya lagi, korban tidak hanya anak perempuan tapi juga ada anak laki-laki.

Menurutnya, tidak mudah memang mendapatkan keterangan dan pengakuan korban kekerasan. Karna itu, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif antara konselor dan anak-anak sebagai korban.

Pendekatan ini menjadi kunci penting, sebab, ketika korban dan konselor tidak miliki ikatan emosi yang kuat dan kedekatan yang baik, sulit sekali mendapatkan pengakuan korban.

Para pelaku kekerasan seksual pada anak, umumnya bukan orang jauh, katanya. Dari kasus yang ditangai pihaknya, pelaku biasanya orang terdekat korban, seperti ayah tiri, kakek, paman orang-orang yang memang memiliki kedekatan kekerabatan dengan korban.

Beberapa kasus yang ditangai oleh pihaknya, tidak selalu bermuara pada peradilan. Sebab terkadang dengan pertimbangan pelaku orang terdekat, penyelesaian kasus bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Tapi yang terpenting dan harus menjadi kunci bagi para pelapor adalah mengobati dampak traumatis anak sebagai korban.

Selengkapnya bisa tonton di Chanel Youtube PODCAST HasBI #hendrosakybicara

Shares: