Headline

Penggugat Simpulkan IUP PT. EMM Langgar Kewenangan Aceh

Suasana sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Kamis 4 April 2019. (IST)

JAKARTA (popularitas.com) – Sidang lanjutan gugatan tata usaha negara Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh terhadap manajemen PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) kembali digelar, Kamis 4 April 2019 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kali ini, beragenda pengajuan kesimpulan dari pihak penggugat dalam hal ini WALHI Aceh.

Melalui tim kuasa hukum mereka, WALHI mengajukan sedikitnya 19 item kesimpulan di hadapan majelis hakim yang menyidang perkara itu. Kesimpulan tersebut berdasarkan aturan atau regulasi serta bukti-bukti yang telah disampaikan pada sidang sebelumnya.

Selain itu, kuasa hukum penggugat juga mengajukan kesimpulan atas dasar keterangan saksi yang telah dihadirkan di muka sidang. Inti dari kesimpulan itu, bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT. EMM selaku tergugat, telah melanggar aturan. Salah satunya tentang kewenangan Aceh.

Kehadiran perusahaan itu juga dinilai hanya untuk merusak lingkungan pada dua kabupaten di Aceh yakni Nagan Raya dan Aceh Tengah. Keberadaan PT. EMM tidak berdampak positif, bahkan telah mengusik rasa bahagia, keamanan dan kenyamanan warga di tanah kelahiran mereka sendiri.

Baca: PT.EMM Hengkanglah…

“Kuasa hukum telah mengajukan kesimpulan berdasarkan aturan, keterangan saksi, barang bukti pada sidang lanjutan hari ini. Kesimpulannya, PT. EMM telah langgar kewenangan Aceh,” kata Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Muhammad Nur dalam siaran persnya yang turut diterima popularitas.com, Kamis 4 April 2019.

Dia memjelaskan, dalam item kesimpulan tersebut kuasa hukum penggugat juga turut menyampaikan 63 bukti surat, seperti surat keputusan DPR Aceh nomor 29/DPRA/2018 yang menyatakan bahwa IUP Operasi Produksi PT. EMM bertentangan dengan kewenangan Aceh, dan meminta kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI untuk mencabutnya atau membatalkan izin tersebut.

Kemudian surat Komite Peralihan Aceh (KPA) Nagan Raya dan KPA Aceh Barat yang menyatakan menolak PT. EMM, surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan PT. EMM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), surat pernyataan tolak tambang PT. EMM oleh anggota DPD asal Aceh.

Termasuk juga petisi tolak tambang PT. EMM yang telah ditandatangani oleh berbagai komponen masyarakat di Aceh, surat pernyataan dan bantahan dari masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, dan berbagai bukti surat lainnya termasuk surat pernyataan tolak tambang dari murid SD yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia.

Dalam hal keterangan saksi, tambah Muhammad Nur, WALHI Aceh telah menghadirkan tiga orang saksi fakta dari perwakilan masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya. Kemudian dari Parlemen Aceh yakni Nuruzzahri, Ketua Komisi II DPR Aceh.

Sedangkan saksi ahli yang dihadirkan yakni Ade Widya Isharyati, S.ST.,M.Eng yang merupakan ahli lingkungan hidup dari Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe.  “Kuasa hukum kita juga turut memasukkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh pihak tergugat dan tergugat II yakni Samsuar, S.Pd, Geuchik Gampong Blang Meurandeh yg dihadirkan oleh PT. EMM,” ujar Muhammad Nur. (JAP/RIL)

Shares: