News

PT RPPI Adalah Perusahaan Investasi Sektor IUPHHK-HTI Bukan Pemilik izin HPH

PT Rencong Pulp and paper Industry (RPPI), adalah perusahaan berbentuk penanaman modal asing (PMA), yang berinvestasi pada sektor hutan tanaman industri (HTI), yang diberikan izin oleh pemerintah Aceh dengan nomor 522.51/569/2011.
Manager Operasional PT RPPI, Fondes Formanto, saat menunjukkan areal izin lahan pihaknya berdasarkan citra satelit

BANDA ACEH (popularitas.com) : PT Rencong Pulp and paper Industry (RPPI), adalah perusahaan berbentuk penanaman modal asing (PMA), yang berinvestasi pada sektor hutan tanaman industri (HTI), yang diberikan izin oleh pemerintah Aceh dengan nomor 522.51/569/2011.

Perihal izin yang diberikan tersebut, berupa Izin Pembukaan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHKK-HTI), seluas 10.384 hektar, yang areal lokasinya meliputi lima kecataman, yakni, Nisam Antara, Geuredong Pase, Meurah Mulia, sawang dan Paya Bakong, serta Sawang.

Sebagai pemegang izin, IUPHHK-HTI, PT RPPI bertugas dan berkewajiban melakukan renovasi hutan heterogen yang telah dijamah oleh masyarakat dan pengusaha HPH dulunya, untuk selanjutnya diubah menjadi hutan produksi yang homogen.

Manager operasional PT RPPI, Fondes Farmanto, menerangkan, dari izin lahan yang diberikan tersebut, konsep bisnis yang dilakukan oleh perusahaanya adalah akan menanam pohon sengon dan jabon dilokasi tersebut, untuk kemudian dijadikan bahan baku untuk industry Playwood, sebagai bisnis inti perusahaan.

Lahan yang diberikan izinnya oleh Pemerintah Aceh, bukanlah hutan lindung, tapi merupakan bekas areal milik perusahaan HPH, PT API dulunya, terang Fondes.

Nah, sambungnya, perusahaan kami, akan mengelola lahan tersebut, untuk kami tanami dengan pohon sengon, dan jabon. Dan izin pengelolaan lahan yang diberikan kepada kami selama 60 tahun, untuk selanjutnya pihak kami akan mendirikan pabrik di kawasan KEK Arun, yakni, pabrik pengelolaan plywood.

Kita akui bahwa, dari 10.384 hektar dari lokasi lahan yang diberikan kepada PT RPPI, diatasnya masih terdapat pohon dan kayu, yang itu merupakan sisa dari pemilik HPH dulu yang beroperasi, dan pada saat ditinggal dulu, pohon itu masih kecil, dan kini sudah besar.

Untuk membuat areal lokasi izin tersebut menjadi hutan homogen dengan tumbuhan Sengon, dan jabon, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan penebangan terhadap pohon diareal lokasi, yang saat ini tumbuhannya masih heterogen.

Namun, sambungnya, untuk menebang pohon tersebut, pihaknya tidak dapat melakukan sembarangan, sebab, kawasan itu adalah hutan milik negara, dan pohon diatasnya juga adalah milik negara, dan membutuhkan izin untuk dapat dilakukan penebangan.

Karena itu, PT RPPI menyusun Rencana Kerja umum atau disingkat RKU, yakni dokumen yang berisi mengenai catatan jumlah kubikasi pohon yang terdapat diareal lahan, dan juga menyusun Rencana Kerja Tahunan atau RKT.

RKT ini, kata Fondes, adalah dokumen pengajuan izin yang diserahkan pihaknya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, untuk disahkan, sebagai acuan pihaknya dalam melakukan penebangan pohon serta penanaman dan operasi kerja lainnya.

Dalam dokumen tersebut, terang Fondes, pihaknya menyampaikan jumlah areal yang akan dibersihkan, jumlah pohon dan kubikasi yang akan ditebang, serta jenis tumbuhannya yang ada.

Selanjutnya, kata Fondes, Dinas LHK Aceh, akan menurunkan tim, untuk melakukan survei atas usulan RKT yang kami ajukan.

Setelah survei dan penandaan yang dilakukan oleh Dinas LHK, selanjutnya dilakukan perhitungan kubikasi atas setiap pohon yang ditebang, dan kemudian pihak kami melakukan pembayaran pajak sumber daya hasil hutan dan dana reboisasi (PSDH & DR), ke rekening negara, dan setelahnya baru dapat dilakukan pemasaran limbah land clearing.

“Jadi penebangan kayu yang kita lakukan, sudah melalui proses dan tahapan izin, dan juga pembayaran pajak,” katanya.

Pohon kayu yang ditebang dalam proses land clearing, yang telah dibayarkan pajak, dan diberikan izin tebang oleh Dinas LHK Aceh

Saat ini saja, sebut Fondes, pihaknya telah membayarkan dana PSDH &DR kepada negara sebanyak 1.700 kubik, atas jumlah kayu yang telah ditebang dalam proses land clearing, dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp400 ribu setiap kubiknya.

Selain soal aturan tersebut, pemerintah juga memberikan batasan mengenai pohon yang boleh ditebang dan yang tidak boleh dilakukan pembersihan. “Dan aturan ini sangat kita pegang ketat, sebab, jika kita langgar akan berdampak pada pemberian surat peringatan, bahkan hingga pencabutan izin,” terangnya.

Ketentuan pohon yang tidak boleh diganggu dan ditebang oleh PT RPPI, yang telah diatur oleh negara, yakni yang terletak pada buffer sungai , dan juga pada areal diatas kemiringan 40 persen, serta buffer zone hutan lindung sejauh 200 meter dari batas hutan lindung.

“Jadi proses penebangan yang kita laksanakan, mengikuti aturan tersebut, dan setiap proses yang dilakukan, diawasi dengan ketat oleh Dinas LHK,” tuturnya.

Selanjutnya, berdasarkan dokumen RKT tersebut, pihak kami langsung melakukan penanaman bibit sengon, atas jumlah lahan yang telah dibersihkan. “Artinya, kalau kita bersihakan 100 hektar, maka kawasan tersebut langsung kita tanami pohon sengon seluas itu,” tuturnya.

Pohon Sengon jenis Salomon yang langsung ditanam di areal lokasi yang telah dilakukan Land Clearing

Dengan izin hutan tanaman industri (HTI) yang dimiliki pihaknya seluas 10.384 hektar, tidak semuanya terdapat pohon, atau tidak semua kawasan dapat kami tebang pohonnya. Dan bahkan, dari perhitungan perusahaan kami, dari luas izin tersebut, hanya akan menyisakan tidak kurang dari 4.000 hektar yang dapat kami jadikan penanaman sengon, sebab, sisanya merupakan kawasan yang dilarang untuk dibersihkan dan dilakukan penebangan, karena merupakan zona buffer sungai, buffer hutan lindung dan juga areal pada kemiringan diata 40 derajat.

Dan bahkan, dari 4.000 hektar tersebut, jumlah pepohonan yang tumbuh diatasnya, tidak kurang dari 30 persen, sebab sisanya sebagian sudah di kuasai masyarakat, dan juga sudah menjadi areal gundul yang sama sekali tidak ada lagi pepohonan.

“Jika ingin melihat areal citra satelit mengenai fakta yang saya sampaikan ini, dapat datang kekantor kami, dan melihat langsung areal izin yang diberikan kepada RPPI,” ujarnya.

Saat ini, ada kekeliruan pemahaman yang terjadi ditengah masyarakat, yang menabalkan seolah PT RPPI adalah perusahaan HPH perambah hutan, kata Fondes.

Nah, ini salah persepsi, sebab perusahaan kami bisnis intinya adalah mendirikan pabrik plywood dan menyiapkan bahan baku diareal izin yang diberikan, yakni menanam sengon dan jabon. “Tumbuhan sengon dan jabon inilah yang akan menjadi bahan baku industri kami nantinya,” terang Fondes.

Bahwa kemudian, ada pohon dan kayu yang terdapat diareal lahan yang sudah kami peroleh izinnya, maka hal tersebut kami manfaatkan, dan bukan semata-mata jadi tujuan bisnis, tapi justru, negara memberikan tugas dan tanggungjawab kami, yakni ikut mencegah ilegal logging atau penebangan liar, dengan izin pemanfaatan hasil hutan kayu yang kami miliki.

Sebab itu, kata Fondes, atas setiap pohon yang kami tebang, perusahaan kami diwajibkan untuk mendistribusikan hasil kayu tersebut keseluruh usaha kecil bidang perkayuan atau Panglong.

Suka tidak suka, kalau mau jujur, sebenarnya, diareal lokasi kami, itu sangat banyak sekali pelaku ilegal logging, dan mereka tidak hanya menggarap dan melakukan penebangan pohon diarel milik PT RPPI, tapi juga mengambil kayu dikawasan hutan lindung, yang bersisian dengan arel lokasi izin milik perusahaan.

“Ilegal logging ini juga harus menjadi perhatian semua pihak, dan perusahaan kami diberikan mandat untuk mengurangi hal ini dengan mendistribusikan hasil penebangan kayu berizin ke seluruh panglong yang ada di Aceh Utara dan Lhokseumawe,” ungkapnya.

Sekali lagi kami tegaskan, bisnis inti PT RPPI, bukanlah memanfaatkan atau menjual hasil kayu yang kami tebang diareal lokasi izin, sebab, jika hanya sebatas itu target kami, maka perusahaan tidak perlu membangun akses jalan. Saat ini saja, PT RPPR sudah membangun puluhan kilometer jalan dengan pengerasan, yang akses ini juga dimanfaatkan masyarakat.

“Kalau bisnis inti kami hanya ambil kayu, kami tidak perlu bangun jalan, dan tanam areal dengan sengon dan jabon, serta mengurus izin hingga 60 tahun” paparnya.

Saat ini, kata Fondes, pihak kami telah melakukan penyemaian benih sebanyak 480 ribu bibit jabon dan sengon serta bibit kopi sebanyak 13.000 pokok untuk tanaman kehidupan yang terletak di Gampong Pulo Meriah, Kecamatan Geuredong Pase, Aceh Utara.

Lokasi Penyemaian Bibit Sengon sebanyak 480 ribu batang, yang terletak di Gampong Pulo Meuriah, Geuredong Pase, yang akan ditanam di areal lokasi

Nah, bibit inilah yang kami akan tanam diareal izin yang telah dibersihkan, sebagai bahan baku industri plywood yang akan dibangun nantinya. “Kan sangat rugi, jika bisnis inti kami hanya jual kayu hasil yang ditebang tersebut,” ungkapnya.

Nah, selain hal tersebut, negara juga memberikan mandat kepada kami untuk mempersiapkan tanaman kehidupan bagi gampong yang berada diareal lokasi, yakni melakukan penanaman kopi, jengkol atau petai.

Jadi, kata Fondes, dari jumlah lahan yang akan kami tanah sengon, ada kewajiban bagi kami untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, yakni melakukan penanaman tanaman kehidupan seluas 20 persen dari areal kerja kami, dan untuk selanjutnya diserahkan kepada masyarakat nantinya.

“Luas 20 persen itu, bisa ditanami kopi, petai, atau jengkol, dan tidak boleh ditanami kelapa sawit,” tukasnya.

Selain itu juga, pihak kami menghimbau kepada masyarakat sekitar areal lokasi, yang memiliki lahan kosong, untuk dapat ditanami pohon sengon dan jabon, yang nantinya hasilnya dapat dijual kepada PT RPPI, sebagai bahan baku industri yang akan kami dirikan nanti. “Masyarakat yang ingin tanam sengon dan jabon, bibitnya kami berikan secara gratis,” kata Fondes. (***)

Shares: