HeadlineNews

Ada Desa yang Karantina Lokal, Sembako Mulai Menipis

Aminullah: Tidak Ada Penutupan Jalan di Gampong-Gampong
Akses dari Jalan Medan-Banda Aceh menuju Gampong Cot Mesjid, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh ditutup total untuk warga luar. Foto direkam Kamis, 2 April 2020. (Fadhil/popularitas.com)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Sebagian desa di Kota Banda Aceh sudah memberlakukan aturan karantina lokal atau menutup akses dari warga luar yang masuk ke desa tersebut. Ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

Berdasarkan amatan popularitas.com, sejumlah desa yang memberlakukan aturan tersebut terdapat di beberapa kecamatan seperti Kutaraja, Meuraxa, Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam hingga Syiah Kuala.

Sejumlah lorong di desa-desa tersebut terlihat sudah diblokir menggunakan kayu, kursi hingga pagar besi. Warga setempat yang ingin keluar masuk hanya dibolehkan melalui satu pintu atau jalan yang dijaga oleh petugas.

Namun, di sisi lain juga masih terdapat sejumlah desa yang belum memberlakukan karantina lokal. Hal ini seperti terlihat di Gampong Pineung, Kopelma Darussalam, Rukoh, dan sejumlah desa lainnya.

Sedangkan di Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, karantina lokal sudah diberlakukan, tetapi terlihat tak berjalan optimal. Sejumlah lorong tampak masih terbuka dan bisa diakses oleh warga luar. Ini terjadi karena gampong tersebut memiliki banyak lorong yang menghubungkan ke jalan raya.

Hal yang sama juga terlihat di Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru. Mukhlisin (25), seorang warga yang menetap di sana mengatakan, di Desa Blang Cut memang sudah diberlakukan karantina lokal. Sejumlah lorong terlihat sudah diblokir, namun tak berjalan maksimal.

“Tetapi masih ada lorong yang terbuka dan bebas dari penjagaan, saya sendiri saat pulang kerja selalu melewati lorong yang bebas penjagaan itu,” ujar Mukhlisin, Kamis, 2 April 2020.

Berbeda lagi kondisi di Gampong Panteriek, Kecamatan Lueng Bata. Di desa ini, sejumlah akses menuju desa tersebut ditutup total dan hanya satu jalan utama yang dibuka. Jalan ini dijaga oleh warga setempat.

Munjir Permana (31), salah seorang warga Panteriek mengatakan, desanya sudah diblokir sejak Senin, 30 Maret 2020 lalu. Pasca diblokir, warga setempat yang ingin keluar masuk desa akan diperiksa dan didata.

“Ada beberapa lorong, yang lain ditutup, satu saja yang dibuka dan dijaga oleh orang kampung,” kata Munjir.

Ia menjelaskan, setiap warga yang ingin keluar akan dikasih kartu dan dicatat namanya di buku yang telah disediakan di pintu penjagaan. Saat kembali, kartu itu dikembalikan dan namanya akan diberikan keterangan bahwa sudah kembali.

Sedangkan untuk warga luar, kata Munjir, pemeriksaan akan lebih ketat lagi. Petugas di pintu masuk akan menginterogasi terkait kedatangannya ke desa tersebut. Apabila memang benar-benar perlu, maka akan diberikan izin.

“Warga luar yang ada keperluan, seperti yang bawa material bagungan, penjual ikan keliling, kalau siang diberi izin, karena mereka kembali lagi. Mereka cuma diperiksa data saja dan ditanya dari mana,” kata Munjir.

Ia menjelaskan, kondisi itu tak berlaku pada malam hari khususnya setelah pukul 20.30 WIB. Pada jam tersebut, pintu masuk hanya akan dibuka bagi warga setempat yang berprofesi dan harus bekerja melayani masyarakat seperti TNI dan Polri.

“Kalau malam warga desa tidak diizinkan keluar jika tidak memiliki alasan kuat, kecuali anggota polisi, satpam dan sebagainya,” jelas Munjir.

Kata Munjir, pada hari pertama pemberlakuan karantina lokal, setiap warga yang akan masuk desa disemprot cairan penghilang kuman. Namun, pada hari-hari berikutnya terlihat tak ada lagi.

“Pada hari pertama ada semprot disinfektan, hari kedua tidak ada lagi. Sepertinya hari pertama saja, tetapi mesin masih ada di sana. Mungkin karena banyak yang protes makanya tidak ada lagi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Munjir juga menjelaskan bahwa hingga saat ini di desanya belum ada bantuan berupa sembako, seperti yang telah dilakukan desa-desa lainnya.

“Bantuan darurat sampai saat ini saya pribadi tidak ada, sepertinya memang tidak ada di desa kami,” sebut dia.

Di tengah kondisi seperti ini, kata Munjir, seharusnya pemerintah hadir untuk memberi bantuan pada masyarakat. Apalagi, setelah karantina lokal diberlakukan, penghasilan masyarakat di desa tersebut menurun drastis.

“Seperti tukang jahit di desa kami, semenjak ada virus ini tidak ada orang yang jahit baju, sehingga dia banting stir menjadi tukang jahit masker yang pendapatannya tak seberapa,” ujarnya.

Saat ini, kata Munjir, stok sembako yang dimiliki warga pasca karantina lokal semakin hari semakin menipis. Ia memperkirakan stok tersebut akan bertahan maksimal satu dua sampai tiga hari ke depan.

“Warga mulai mengeluh kondisi ini, untuk beli sabun saja harus keluar, ditambah lagi ada pemeriksaan, jadi warga agak malas keluar, terlalu ketat ditanya-tanya di pintu penjagaan,” pungkasnya.[acl]

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: