HeadlineNews

Kisah Firli Bahuri yang tak tercatat di wikipedia

Ketua KPK RI Firli Bahuri, mengungkap kisah hidupnya, dari sejak kecil, hingga beranjak dewasa. Lika-liku kehidupan dijalani Jenderal Polisi Bintang Tiga itu. Dari jualan spidol, memungut sepatu bekas, hingga berjalan kaki ke sekolah sejauh 16 kilometer.
Firli Bahuri undur diri sebagai Ketua KPK
Ketua KPK RI Firli Bahuri

POPULARITAS.COM – Ketua KPK RI Firli Bahuri, mengungkap kisah hidupnya, dari sejak kecil, hingga beranjak dewasa. Lika-liku kehidupan dijalani Jenderal Polisi Bintang Tiga itu. Dari jualan spidol, memungut sepatu bekas, hingga berjalan kaki ke sekolah sejauh 16 kilometer.

Cerita-cerita itu diungkapkan Firli, saat bicara di Indonesia 3rd ICEP Annual Conference (IAC), Sabtu (4/12/2021).

“Banyak kisah pahit perjalanan hidup saya, dan bahkan tidak tercatat di wikipedia,” seloroh Firli.

Beberapa kisah yang disampaikan Firli, adalah saat Ia duduk di bangku SMA, saat itu dirinya memungut sepatu bekas di tong sampah sekolah. Usai sepatu tersebut Ia perbaiki, justru ada yang mengaku sebagai pemiliknya dan memintanya kembali.

Jadi, lanjut Firli, suatu hari dirinya melihat sepatu merek kickers di tong sampah sekolah, kemudian dirinya bertanya kepada penjaga, dan dijawab jika sudah dibuang maka itu adalah jadi miliknya.

Kemudian Ia ambil sepatu tersebut, dia reparasi sendiri dengan mengganti sol, dan memperbaiki sejumlah kerusakan, menyemirnya, dan keesokan harinya memakai ke sekolah. “Nah saat saya pakai, ada siswa yang ngaku punya dia, ya sudah saya lepas dan serahkan,” kata Firli lagi.

Semasa SMA, dirinya memakai sepatu merek BM 200 les warna Biru, beberapa kali jebol, tapi Ia perbaiki, ujarnya lagi.

Masa Kecil Firli Bahuri dihabiskan di Desa Lontar, Muara Jaya, Ogan Komering Ulu, di Sumatera Selatan. Ia merupakan anak bungsu dari enam bersaudara.

Sejak berusia 6 tahun, Firli sudah hidup yatim tanpa ayah, ibunya membesarkan Ia bersama saudaranya, dan menjadi tulang punggung keluarga.

“Setiap saat, saya selalu mengingat beratnya perjuangan ibu membesarkan kami dengan penuh keuletan, kerja keras dan tanggungjawab yang luar biasa,” ungkapnya.

Hidup kami miskin, tapi didikan seorang ibu mengajarkan nilai kejujuran, kerja keras, dan sopan santu serta menghargai sesama, lanjutnya.

Walau sebagai tulang punggung keluarga, Ibu tetap bersikukuh kerja keras dan memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Baginya sekolah adalah masa depan untuk mengubah nasib lebih baik, sambung Firli.

Ibu yang pekerja keras, juga seorang wanita yang memegang teguh prinsip-prinsip agama, dan nafas kehidupan itu membentuk karakter kami, termasuk saya dalam memegang ajaran islam tentang kejujuran, kesederhanaan, dan kerja keras.

Nah, lanjut Firli lagi, hidup dalam kemiskinan membuatnya dirinya sadar diri, dan tidak pernah mengeluh. Saat SD dirinya tidak pernah meminta uang jajan, atau merengek minta mainan. Semua keinginan dirinya harus didapatkan dengan cara kerja keras. Seperti mau sepeda bekas Ia harus kerja menyadap karet, atau membantu memetik cabai hingga mendapatkan upah.

Semasa SMP, karena miskin, Ia hanya mampu berjalan kaki dari rumah ke seolah sejauh 16 kilometer pulang pergi. “Saya SMP di Bhakti Pengandonan OKU,” tuturnya.

Pulang dari sekolah, Ia tidak punya waktu untuk bermain seperti kebanyakan anak seusianya. Namun harus membantu ibu di kebun.

Ketika menginjak bangku SMA, selama tiga tahun Firli menceritakan Ia tidak pernah mengganti seragam sekolahnya. Nah, disini ada saksi hidup, Pak Eddy, bisa tanya ke beliau bagaimana saya semasa SMA.

Eddy yang dimaksud Firli adalah Eddy Iskandar yang merupakan pendiri pendiri EFT Center Indonesia, yang menjadi penyelenggara kegiatan ini.

Jadi, semasa SMA, terang Firli lagi, Ia bekerja apa saja untuk bisa membiayai hidup dan pendidikan, mulai dari jualan di Taman Ria Sriwijaya, hingga menjadi tukang cuci mobil, dan bahkan berjualan kue.

“Untuk berhemat, saat waktu istirahat biasanya teman-teman pergi ke kantin, saya memilih menyantap makanan bekal yang saya siapkan di kelas, lalu beranjak ke mushola untuk sholat, kemudian ke perpustakaan untuk baca buku,” ujarnya lagi.

Ada hikmah di balik kesederhanaan ini. Di mushola Firli Bahuri dapat bertemu dengan guru-gurunya  dan di perpustakaan dia  mendapatkan ilmu dan pengetahuan lebih dari buku-buku yang dibacanya.

Editor : Hendro Saky

Shares: