HeadlineNews

Koalisi pendukung Anies Baswedan terancam bubar

POPULARITAS.COM – Koalisi yang dibentuk tiga partai pemilik kursi di DPR RI, yakni Nasdem, PKS dan Partai Demokrat, terancam bubar. Pasalnya, tiga partai yang menamakan dirinya Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Bakal calon presiden (bacapres) pada Pilpres 2024 itu, mengalami perpecahan internal.

Pecahnya kapal KPP itu, buntut dari mencuatnya isu masuknya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan kesepakatan Partai Nasdem sebagai salah satu partai pengusung menduetkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Ihwal munculnya nama Muhaimin Iskandar, usai pertemuan antara Surya Paloh dengan Ketua Umum PKB itu di Nasdem Tower, Selasa (29/8/2023). Secara mendadak, Ketum Partai Nasdem itu menetapkan Cak Imin sebagai bakal calon presiden yang dampingi Anies Baswedan.

Dalam pertemuan di Nasdem Tower itu, Anies Baswedan ikut didalamnya, dan dipaksa oleh Surya Paloh untuk menerima Muhaimin Iskandar sebagai pendampingnya di Pilpres 2024 mendatang.

Keputusan yang diambil Surya Paloh itu, sama sekali tidak melibatkan dua partai lainnya, yakni PKS dan Demokrat. Hal itulah yang kemudian membuat Partai Demokrat meradang dan mengancam keluar dari koalisi.

Menurut Sekjen Partai Demokrat T Riefky Harsa, dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023), partai koalisi di awal telah menyepakati AHY sebagai calon wakil presiden dampingi Anies.

Menurut Riefky, keputusan Anies memilih AHY sebagai pendampingnya telah diputuskan sejak 14 Juni 2023. Duet keduanya juga telah disampaikan kepada masing-masing pimpinan partai, seperti Surya Ploh, Salim Segaf Al Jufri, Ahmad Syaikhu dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat duet Anies-AHY disampaikan kepada partai-partai koalisi, tidak ada penolakan sama sekali. Namun, rencana deklarasi untuk menetapkan pasangan itu selalu kandas, sebab, kata Riefky lagi, Anies Baswedan dinilai pihaknya lebih patuh pada Surya Paloh.

Nah, kemudian, sambungnya lagi, rencana deklarasi pasangan Anies-AHY telah dijadwalkan pada awal September 2023 untuk partai koalisi. Namun, tiba-tiba terjadi perubahan fundamental yang mengejutkan, yakni adanya kesepakatan yang dinilai diputus secara sepihak terkait kerja sama NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk mengusung pasangan Anies-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Prabowo tanggapi santai duet Anies-Cak Imin

PKB merupakan partai yang pertama kali mendeklarasi dukungan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 mendatang. Bahkan, kedua partai telah membuat kontrak politik untuk pemenangan Menteri Pertahanan itu di pemilihan presiden 2024.

Namun, ditengah perjalanan, dua partai, yakni Partai Golkar dan PAN tiba-tiba masuk dan mendukung Prabowo Subianto. Bahkan ketiganya sepakat membentuk Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo Subianto sebagai Capres 2024.

Masuknya dua partai itu, membuat PKB merasa tidak nyaman, peluang Cak Imin mendapingi Prabowo dinilai kandas. Karna itu, Muhaimin Iskandar pun melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak, diantaranya Ganjar Pranowo dan juga Surya Paloh.

Munculnya wacana duet Anies-Cak Imin juga ditangapi santai oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurutnya, hal tersebut adalah sesuatu hal yang lumrah dan biasa dalam demokrasi.

“Soal duet pasangan itu saya belum dengar. Tapi wajah saja dalam demokrasi,” kata Prabowo dikutip dari laman Antara, Kamis (31/8/2023) di Jakarta.

Namun, Prabowo menegaskan cawapres dari Koalisi Indonesia Maju nantinya akan diumumkan pada waktu yang tepat. “Wakil presiden nanti saatnya ada,” ujarnya.

Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Editor : Hendro Saky

Shares: