News

Mensos Risma Siasati Bansos Via Transfer, Tidak Lagi Tunai

Mensos Risma Siasati Bansos Via Transfer, Tidak Lagi Tunai
Tri Rismaharini, atau Risma, akan berupaya mengubah pola penyaluran bansos dari tunai menjadi via transfer, sebagaimana yang diperintahkan Presiden Jokowi. Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalisma

POPULARITAS.COM – Setelah Tri Rismaharini resmi menjabat Menteri Sosial (Mensos), menggantikan Juliari Batubara yang tersangkut kasus korupsi. Langsung membuat gebrakan baru, yaitu berencana dana Bantuan Sosial (Bansos) tidak lagi tunai.

Mantan Wali Kota Surabaya ini langsung membuat gebrakan merubah pola penyaluran Bansos dari tunai mennadi via tranfer, sebagaimana yang diperindahkan Presiden Jokowi.

Risma mengatakan dalam waktu dekat bakal membenahi data penerima bantuan sosial di Kemensos. Menurutnya,data itu perlu ada pemutakhiran agar bantuan bisa tersalurkan dengan baik.

“Ya, nanti pertama aku mau benahi data dulu. Supaya ya pasti selisih itu ada karena ada [penerima] yang kemarin [terdata] belum meninggal, kemudian jadi meninggal,” kata Risma melalui video conference, dengan awak media di Surabaya, Selasa (22/12/2020) dikutip dari CNNIndonesia.

Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengungkapkan bahwa Jokowi ingin agar penyaluran bantuan tidak lagi dilakukan secara tunai, melainkan dilakukan dengan mekanisme transfer.

“Kemudian tadi presiden menyampaikan tidak ada lagi pakai bentuk tunai-tunai begitu, jadi modelnya sudah transfer-transfer gitu,” ucapnya.

Persoalan bansos, belakangan menjadi sorotan lantaran Mensos sebelumnya, Juliari Batubara, menjadi tersangka KPK terkait dugaan korupsi bansos Covid-19.

Ia diduga menerima fee atau biaya Rp10 ribu dari setiap paket bansos sembako yang bernilai Rp300 ribu. Total dari dua periode proyek pengadaan bansos, Juliari diduga menerima Rp17 miliar.

Sejumlah warga yang diwawancara CNNIndonesia.com belum lama ini menyoroti persoalan bansos, terutama berkaitan dengan isi sembako yang dibagikan hingga penyalurannya.

Terkait isi bansos, masyarakat mengeluhkan kualitas beras dan beberapa isi bansos lainnya yang dinilai buruk. Selain itu, sejak penyaluran periode awal, masyarakat juga menyatakan isi yang diterima tidak sama.

Sementara terkait dengan penyaluran, persoalan penerima bansos yang tidak tepat sasaran, banyak terjadi di berbagai daerah.

Pada Oktober lalu, Kemensos sendiri mengakui masih ada warga yang dinilai berkecukupan yang mendapat bansos karena terdapat inclusive exclusive error dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Prosedur untuk memperbaiki data tersebut, menurut Kemensos, harus melalui RT, RW, lurah hingga wali kota/bupati dan gubernur.

Ketua MPR Bambang Soesatyo telah meminta pemerintah memperbaiki data penerima bansos sembako maupun tunai agar penyaluran lebih tepat sasaran.

“Kami mendorong pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) agar dapat mengevaluasi dan memperbaiki data penerima bantuan sosial, agar penerima bantuan sosial merata dan tepat sasaran serta bermanfaat membantu masyarakat, khususnya yang terdampak pandemi,” kata Bambang, Oktober lalu.

Belum lama ini, Pelaksana tugas (Plt) Mensos Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah akan mengubah skema penyaluran bansos di Jabodetabek pada tahun depan
Rencananya, penyaluran bansos kepada masyarakat yang terdampak pandemi covid-19 di Jabodetabek berupa bantuan sosial tunai (BST).

Untuk bansos di luar Jabodetabek masih menggunakan skema awal, yakni bansos reguler dan jaring pengaman sosial covid-19. Meliputi, program kartu sembako atau bantuan pangan non tunai (BPNT) kepada 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Selanjutnya untuk program keluarga harapan (PKH) bagi 10 juta KPM, serta BST khusus penanganan covid-19 untuk 10 juta KPM.

Tidak hanya itu, pemerintah juga akan menambah bantuan yang bersumber dari dana desa atau BLT Desa sekitar 7,8 juta KPM.

Lebih lanjut, selain pekerjaan rumah soal bansos, karena Pandemi Covid-19, Risma juga memiliki pekerjaan rumah terkait kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,42 juta pada Maret 2020. Dengan jumlah tersebut, tingkat kemiskinan sebesar 9,78 persen dari total populasi nasional.

Jumlah tersebut meningkat dari 24,79 juta orang atau 9,22 persen dari total populasi pada September 2019. Lebih tinggi pula dari 25,14 juta orang atau 9,41 persen dari total populasi pada Maret 2019.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi karena pengaruh penurunan pendapatan masyarakat sejak pandemi virus corona atau covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020.

“Hasil survei pendapatan seluruh masyarakat menurun, khususnya masyarakat berpendapatan rendah, di mana 7 dari 10 masyarakat pendapatan rendah di bawah Rp1,8 juta terpengaruh. Masyarakat pendapat tinggi di atas Rp2,7 juta juga turun pendapatannya,” kata Suhariyanto Juli lalu.[]

Editor: Acal

Shares: