News

Panglima Laot sebut nelayan Aceh resahkan penggunaan pukat trawl

Lembaga adat laut Aceh, Panglima Laot, menyatakan nelayan di provinsi ujung barat Indonesia tersebut meresahkan penggunaan alat tangkap ikan yang telah dilarang seperti pukat trawl.
Panglima Laot sebut nelayan Aceh resahkan penggunaan pukat trawl
Dokumentasi - Warga memperlihatkan pukat harimau milik nelayan yang ditangkap saat mencari ikan di perairan laut Aceh Barat. ANTARA/Syifa Yulinnas

POPULARITAS.COM – Lembaga adat laut Aceh, Panglima Laot, menyatakan nelayan di provinsi ujung barat Indonesia tersebut meresahkan penggunaan alat tangkap ikan yang telah dilarang seperti pukat trawl.

Wakil Sekretaris Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek mengatakan, pihaknya banyak menerima laporan dari nelayan terkait penggunaan alat tangkap ikan trawl berupa maupun pukat harimau, dan lainnya.

“Banyak nelayan Aceh resah karena penggunaan pukat trawl, pukat harimau, maupun alat tangkap ikan ilegal lainnya. Penggunaan alat tangkap ikan tersebut tidak ramah lingkungan serta merusak sumber daya kelautan perikanan,” kata Miftah Cut Adek, dikutip dari laman Antara, Jumat (17/6/2022).

Miftah Cut Adek mengatakan penggunaan trawl maupun pukat harimau tidak hanya dilakukan nelayan lokal, tetapi juga dari luar Aceh. Bahkan ada laporan nelayan asing juga menggunakan pukat trawl menangkap ikan di perairan Aceh.

Baca: Polisi tangkap dua kapal Nias di perairan Aceh

Menurut Miftah Cut Adek, hampir semua wilayah di Aceh dilaporkan marak penggunaan trawl, baik itu di pesisir timur di perairan Selat Malaka maupun pesisir barat selatan, meliputi Samudra Hindia.

“Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah meningkatkan pengawasan penggunaan pukat trawl maupun alat tangkap ikan ilegal lainnya,” katanya.

Miftah Cut Adek mengatakan akibat penggunaan trawl dan pukat harimau serta alat tangkap ikan terlarang lainnya telah menyebabkan kerusakan sumber daya kelautan perikanan di Aceh.

“Sekarang ini, sumber ikan tidak ada lagi di perairan lima mil laut dari pantai. Nelayan terpaksa mencari ikan di perairan di atas 12 mil. Dan ini berdampak kepada biaya penangkapan, seperti bahan bakar minyak,” kata Miftah Cut Adek.

Baca: Kasus nelayan India yang tertangkap di Aceh dilimpahkan ke kejaksaan

Oleh sebab itu, Miftah Cut Adek mengharapkan dukungan pemerintah pusat merehabilitasi kerusakan sumber daya kelautan perikanan tersebut, sehingga nelayan Aceh tidak perlu lagi mencari hingga ke tengah laut.

“Kami juga mengharapkan pemerintah mengganti alat tangkap ikan nelayan Aceh yang selama ini tidak ramah lingkungan kepada yang lebih modern, sehingga sumber perikanan tidak terganggu dan bisa lestari,” kata Miftah Cut Adek.

Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) Lampulo, Aceh, Akhmadon, mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ikan terlarang seperti pukat trawl dan lainnya.

“Penggunaan alat tangkap ikan ilegal masih cukup banyak ditemukan wilayah pengelolaan perikanan Indonesia di Samudera Hindia. Kami akan terus menertibkan penggunaan alat tangkap ikan ilegal tersebut,” kata Akhmadon.

Akhmadon menegaskan pengawasan tersebut merupakan komitmen Kementerian Kelautan Perikanan memberantas penggunaan alat tangkap ikan terlarang dan tidak ramah lingkungan seperti pukat trawl.

“Pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ilegal tersebut dalam rangka mengawal program ekonomi biru serta mewujudkan penangkapan ikan terukur dan berkelanjutan,” kata Akhmadon.

Shares: