HeadlineNews

Peneliti Harvard Sarankan Social Distancing Sampai 2022

Peneliti Harvard Sarankan Sosial Distancing Sampai 2022
Ilustrasi Social Distancing. klikdoker

BANDA ACEH (popularitas.com) – Amerika Serikat sekarang menjadi episentrum pandemi Covid-19 dunia dengan jumlah dari 732 ribu kasus.

Lebih dari 2,3 juta kasus virus corona telah terdeteksi. Bahkan, pusat penyebaran wabah kini berpindah. Dari Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya, kini justru ada di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara di Eropa.

Untuk menekan angka kenaikan kasus, warga dunia disarankan untuk melakukan physical distancing atau beberapa masih menyebutnya social distancing. Belum pasti sampai kapan, tapi ada yang memperkirakan bahwa imbauan tersebut bisa berlangsung sampai 2022.

Sekarang AS menjadi negara dengan kasus COVID-19 akibat virus corona strain baru SARS-CoV-2 terbanyak, yaitu lebih dari 732 ribu kasus. Langkah-langkah pencegahan seperti social distancing diwacanakan terus dilakukan sampai tahun 2022.

Sebab, menurut prediksi para peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, baru di tahun itulah obat dan vaksin virus SARS-CoV-2 benar-benar ditemukan.

Pendapat tersebut memang secara langsung bertentangan dengan penelitian yang digembar-gemborkan oleh Gedung Putih (istana kepresidenan AS). Mereka sempat mengatakan, pandemi COVID-19 dapat berhenti musim panas ini.

Tim di Harvard menggunakan apa yang mereka ketahui tentang coronavirus untuk membuat skenario yang mungkin terjadi saat pandemi ini.

“Social distancing mungkin diperlukan hingga tahun 2022, kecuali jika kapasitas perawatan kritis meningkat secara substansial atau pengobatan atau vaksin tersedia sebelum tahun tersebut,” mereka melaporkan.

“Bahkan, jika terjadi penurunan kasus dan kesembuhan yang signifikan, pengawasan SARS-CoV-2 harus dipertahankan. Itu karena, ‘kebangkitan’ atau gelombang selanjutnya dari penularan dapat terjadi di tahun 2024,” ungkapnya.

Jika betul begitu, ini tentu akan berdampak buruk pada sektor ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Kepada KlikDokter, dr. Sepriani Timurtini Limbong mengatakan, social distancing sangat penting diterapkan di masa seperti sekarang ini.

Pasalnya, ini bisa memperlambat penularan dan menyediakan waktu untuk sistem kesehatan mempersiapkan serta mengobati orang-orang yang sudah lebih dulu terinfeksi.

“Social distancing memang tak menjamin seseorang untuk benar-benar nggak sakit. Tapi tujuannya adalah untuk buying time. Memastikan setiap orang yang telah sakit mendapatkan perawatan kesehatan dan melindungi mereka yang rentan, contohnya lansia,” jelas dr. Sepriani.

“Kalau mau belajar dari kasus di Wuhan, Tiongkok, mereka lockdown dan itu ngaruh banget untuk menurunkan angka kejadian. Kalau negara kita belum memungkinkan untuk lockdown, social distancing bisa jadi alternatif,” dr. Sepriani melengkapi.

Dari penjelasan di atas, social distancing memang diperlukan untuk mencegah penyebaran virus corona. Butuh kerja sama yang baik antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk memaksimalkan metode preventif ini.

Sementara itu, seabad yang lalu, dunia juga sempat mengalami wabah flu Spanyol (Spanish flu). Ini terjadi antara tahun 1918-1919.

Gejalanya mirip sekali dengan flu dan menyebar sangat cepat hingga distatuskan sebagai pandemi, persis seperti COVID-19.

Menyebar secara cepat, ditambah dengan keterbatasan ilmu, teknologi, serta fasilitas kesehatan di masa itu, membuat dampak wabah flu Spanyol sangat mengerikan.

Bahkan, virologis AS, Jeffery Taubenberger, sempat menjuluki flu Spanyol sebagai The Mother Of All Pandemics karena telah merenggut korban sebanyak 500 juta jiwa.

Di Indonesia sendiri, waktu itu setidaknya ada 402.163 orang yang meninggal karena flu Spanyol. Namun, menurut Colin Brown dalam buku “The Influenza Pandemic 1918” in Indonesia, jumlah korban flu Spanyol di Indonesia mencapai 1,5 juta jiwa.

Sama-sama menyebar secara cepat, ditakutkan pandemi COVID-19 ini akan sama seperti wabah flu Spanyol. Oleh karena itu, peneliti menyarankan pemerintah dan masyarakat dunia, khususnya AS, untuk melakukan social distancing sampai 2022.

Apa Efek Terlalu Lama Social Distancing?

Di satu sisi, social distancing memang ampuh untuk menekan penyebaran sebuah pandemi. Namun, di sisi lain bisa berdampak buruk untuk kondisi mental.

Psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi., mengatakan, orang-orang yang masih sehat di era pandemi COVID-19, tetapi kehilangan pekerjaannya, akan mengalami stres berkepanjangan yang berujung pada depresi.

“Dan yang jelas, kecemasan juga akan terus meningkat. Kalau social distancing diperpanjang sampai tahun 2022, bisa aja orang sehat tapi terus-terusan cemas malah jadi sakit. Ketakutan berlebih, kan, bikin sistem imunitas seseorang turun,” jelas Ikhsan.

“Adanya perubahan pola sosialisasi juga memengaruhi. Manusia pada dasarnya makhluk sosial. Nah, social distancing yang berkepanjangan ini akan membuat kita kesepian. Ini sangat berdampak terutama buat orang-orang yang susah beradaptasi,” tambahnya.

Terlepas benar dan tidaknya atau disetujui dan tidaknya anjuran peneliti untuk melakukan social distancing sampai 2022, semua tentu berharap pandemi ini segera berakhir. Semoga obat dan vaksin COVID-19 cepat-cepat ditemukan.[acl/klikdokter.com]

Shares: