HukumNews

Peraturan MA soal Protokol Persidangan Dinilai Batasi Kerja Jurnalistik

Kuasa Hukum Tim Pembela Kebebasan Pers Ade Wahyudin di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rawamangun, Jakarta, Rabu (5/2/2020)/ KOMPAS.com

POPULARITAS.com- Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai, Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang ditetapkan pada 27 November 2020, membatasi kerja jurnalistik.

Salah satu aturan yang dipersoalkan yakni mengenai pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audiovisual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat (6) yang mengatur, pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan.

“Karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers. Kami bisa mengerti bahwa Mahkamah Agung ingin menciptakan ketertiban dan menjaga kewibawaan pengadilan,” kata salah satu perwakilan KKJ dari LBH Pers, Ade Wahyudin, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (6/1/2021).

Menurut Ade, niat MA untuk menciptakan ketertiban dan menjaga wibawa pengadilan hendaknya tidak membuat hak wartawan dibatasi. Sebab, kata dia, hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari peraturan MA, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, yang berbunyi, ‘untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi’,” jelasnya.

Selain itu, Ade menambahkan, ancaman pidana melalui kualifikasi tindakan mengambil gambar dan merekam tanpa seizin hakim sebagai penghinaan terhadap pengadilan, akan menambah daftar panjang kasus kriminalisasi pada jurnalis.

“Ancaman pidana ini juga berlebihan karena semestinya dapat dilakukan secara bertahap mulai dari peringatan ringan, sedang hingga berat,” tutur Ade.

Padahal, Ade menuturkan, substansi aturan tersebut sama dengan aturan pengambilan foto, rekaman suara, rekaman televisi yang harus seizin Ketua Pengadilan Negeri di Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.

Surat Edaran MA itu mencantumkan ancaman pemidanaan bagi setiap orang yang melanggar tata tertib menghadiri persidangan. Ketentuan tersebut sudah dicabut MA setelah menuai protes dari berbagai kalangan. Oleh sebab itu, KKJ mendesak MA untuk segera mencabut ketentuan Perma Nomor 5 Tahun 2020.

“Mendesak Mahkamah Agung untuk segera mencabut ketentuan soal pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim,” ucap Ade.

Redaktur : Fitri

Shares: