HeadlineNews

Proyek Mangkrak Jembatan Rangka Baja Senilai Rp30 Miliar di Pidie

Ilustrasi.

SIGLI (popularitas.com) – Proyek fisik pembangunan jembatan rangka baja penghubung Gampong Pusong dengan Desa Jeumeurang, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, yang telah menelan anggaran Rp30 miliar, mangkrak alias tidak berfungsi. Keberadaan jembatan dengan abutmen tinggi tanpa oprit dan jalan penghubung tersebut juga terkesan aneh.

Jembatan tersebut awalnya dibangun untuk memberikan manfaat kepada warga Gampong Pusong, Kecamatan Kembang Tanjong. Rencana ini mendapat sambutan hangat dari warga. Apalagi sebelum jembatan rangka baja ini dibangun, warga setempat harus melintas ke kabupaten tetangga yang berjarak puluhan kilometer hanya untuk mencapai pusat kecamatan atau pusat kabupaten.

Namun apalacur, impian masyarakat Pusong masih tertunda. Terlebih jembatan rangka baja tersebut belum dapat dimanfaatkan karena tidak dilengkapi oprit serta pengaspalan badan jalan.

“Belum bisa dimanfaatkan. Jika kita mau menyeberang ke Kuala Tari menggunakan motor, itu tidak bisa kita lewati, masih belum bisa dilalui kendaraan karena belum ditimbun,” kata Sekretaris Desa (Sekdes) Pusong, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, Abdul Wahab, kepada popularitas.com, Selasa, 3 Agustus 2019.

Abdul Wahab mengaku kerap mendapat pertanyaan dari warga terkait proyek jembatan tersebut. Namun, Abdul Wahab hanya bergeming. Lagipula pembangunan jembatan tersebut merupakan proyek dari kabupaten.

“Kita berharap agar jembatan itu dapat segara diselesaikan, agar masyarakat bisa memanfaatkannya,” harapnya.

Hasil penelusuran di situs Lelang Proyek Secara Elektronik (LPSE) diketahui proyek fisik pembangunan jembatan rangka baja tersebut dikerjakan oleh PT Putra Nanggroe Aceh. Sementara pagu anggaran proyek DIPA Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pidie tersebut mencapai Rp 30.734.511.000.

Informasi yang diterima popularitas.com diketahui dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) proyek turut dicantumkan pembangunan oprit jembatan.

Terkait hal ini, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pidie, Fauzan, memiliki alasan lain. Dia menyebutkan volume proyek jembatan itu sebatas 100 meter, serta pengecoran lantai dasar.

“Itukan dana hibah dari pusat, jadi kontraknya saat itu kita sebatas jembatan saja, tidak ada oprit. Jadi opritnya nanti pemerintah daerah yang tangani, karena tidak cukup duit,” jelasnya.

Fauzan mengakui penambahan oprit masuk saat perencanaan awal serta RAB. Namun, saat proses pembanguna terjadi perubahan. Hal ini, menurutnya, disebabkan usulan warga yang menghendaki agar pembangunan jembatan rangka baja tersebut tidak menghalangi lalu lintas boat milik nelayan. Atas usulan tersebutlah kemudian desain pembangunan proyek jembatan ini berubah.

“Jadi uang untuk oprit kita alihkan untuk peninggian abutment, RAB-nya tidak diubah, tetap menggunakan dana dari Rp30 miliar itu juga, jadi tidak kita buat oprit lagi karena uangnya sudah terserap ke abutment,” katanya.

BPBD Pidie pada saat itu lebih memprioritaskan pembangunan jembatan rangka baja. Sementara oprit diharapkan dapat ditangani oleh pemerintah daerah lantaran anggaran yang dibutuhkan lebih kecil.

Bagaimana dengan pengaspalan badan jalan? Soal ini, Fauzan menyebutkan proyek jalan menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pidie.

“Bagian jalan itu coba dikonfirmasi dengan PU saja. Kami dari BPBD sudah mengerjakan sesuai yang ada dalam kotrak,” jelasnya.

Sementara itu Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PU-PR) Kabupaten Pidie, Tahtawi mengaku telah mengusulkan lanjutan proyek pengaspalan badan jalan tersebut melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk tahun 2020.

“Cuma disetujui atau tidak disetujui, itu kita belum tahu,” jelasnya.* (C-005)

Shares: