FeatureHeadline

Suasana Meugang di Tengah Corona

Suasana Meugang di Tengah Corona
Pedagng menjual daging sapi pada hari pertama meugang di kawasan Beurawe, Kota Banda Aceh, Rabu, 22 April 2020. (Fadhil/popularitas.com)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Suasana di Jalan Teuku Iskandar tampak cukup padat pada Rabu, 22 April 2020 pagi, padahal jarum jam baru menunjukkan pukul 07.30 WIB. Pedagang sapi berjejer kiri kanan, menghamparkan lapak dagangannya di pinggiran jalan.

Sejumlah pedagang tampak sibuk melayani pembeli. Sementara beberapa pedagang lainnya terlihat berdiri di depan lapak dagangannya, menawarkan daging sapi agar dibeli oleh warga yang melintasi kawasan tersebut.

Beberapa pembeli memarkirkan kendaraannya di depan lapak dagangan. Kondisi ini membuat arus lalu lintas sedikit tersendat. Petugas dari Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh tampak berulang kali meminta warga untuk parkir di tempat yang telah disediakan, namun tak digubris.

Itulah sekilas gambaran hari pertama meugang di Kota Banda Aceh pada Rabu, 22 April 2020. Setiap tahun saat meugang tiba, Jalan Teuku Iskandar atau tepatkan di kawasan Beurawe memang menjadi lokasi lapak para pedagang menjajakan daging sapi kepada calon pembeli.

Tahun ini, meski Aceh sedang dilanda wabah corona, bukan berarti para pedagang menghentikan aktivitas tersebut. Para pedagang tampak mendirikan lapak temporer berukuran 2 x 3 meter di setiap bahu jalan.

Di Kota Banda Aceh, harga daging sapi cukup bervariasi yaitu mulai Rp 150 ribu hingga Rp 170 ribu. Hal ini seperti diakui oleh sejumlah pedagang di kawasan Beurawe.

“Di sini rata-rata Rp 170 ribu, tetapi ada kurang lagi, bisa jadi Rp 160 ribu bahkan Rp 150 ribu,” kata salah seorang pedagang.

Selain di kawasan Beurawe, hal yang sama juga terlihat di sejumlah lokasi lainnya seperti di kawasan Kopelma Darussalam, Peunayong, bahkan hingga ke kawasan Lambaro, Kabupaten Aceh Besar.

Di kawasan Lambaro, daging sapi pada hari pertama meugang dijual dengan harga Rp 150 ribu sampai Rp 160 per kilogram. Hal ini seperti diakui Darwis (38), pedagang daging sapi di kawasan tersebut.

Ia bersama pedagang lainnya mendirikan lapak di salah satu sisi jalan di kawasan Lambaro, Kabupaten Aceh Besar. Lapak tersebut sudah didirikan satu hari sebelum meugang tiba.

“Kami hanya bertugas menjual daging setelah dipotong di rumah potong, itu semua urusan toko, karena kami hanya sebagai pekerja untuk menjual daging pada hari H,” kata Darwis pada popularitas.com, Rabu, 22 April 2020.

Bagi Darwis, hari meugang menjadi momen sangat spesial untuk para pedagang. Karena, di hari tersebut mereka bisa menjual daging sapi sedikit lebih mahal seperti biasanya.

“Walaupun kami menjual mahal, masyarakat tetap membeli karena ini momen mereka untuk makan bersama keluarga sebelum Ramadhan,” sebut Darwis.

Darwis menambahkan, pada hari-hari biasa daging sapi dipatok dengan harga Rp 130 ribu sampai Rp 140 ribu per kilogram. Sementara saat hari meugang memang sengaja dinaikkan oleh sesama pedagang.

“Warga pun tetap membeli saat meugang meski mahal, seharusnya kan kalau ingin yang murah bisa dibeli pada hari-hari biasanya, tetapi tidak demikian saya lihat,” jelasnya.

Pengurus Dharmawanita Kanwil Kemenag Aceh menyerahkan bantuan sembako dan daging meugang kepada kaum dhuafa di salah satu desa di Kabupaten Aceh Besar, Rabu, 22 April 2020. (Fadhil/popularitas.com)

Abaikan Physical Ditancing

Pada hari pertama meugang, para pedagang dan pembeli tampak masih mengabaikan protokol kesehatan terkait penanganan virus corona atau Covid-19. Hal ini seperti pantauan di sejumlah lapak pedagang daging sapi di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.

Di kawasan Kopelma Darussalam misalnya, para pedagang dan pembeli masih melakukan transaksi dengan posisi jarak dekat. Bahkan, ada di antara mereka tak memakai masker.

Hal yang sama juga terlihat di kawasan Beurawe, para pedagang belum memiliki kesadaran untuk memakai masker. Mereka juga masih mengabaikan bila ada pembeli datang berkerumunan.

Selain di Kota Banda Aceh, hal yang sama juga terlihat di kawasan Lambaro, Kabupaten Aceh Besar. Di sana, meski lapak dagang didirikan dengan jarak 2 meter lebih, tetapi kerumunan para pembeli tak bisa dihindarkan.

“Pemkab tidak mengimbau khusus agar kami dirikan lapak agak jauh-jauh, tetapi ini kesadaran kami sendiri dari pedagang untuk mengantisipasi virus tersebut,” ujar Darwis.

Darwis mengaku, selain dijual di lapak, daging sapi pada meugang kali ini juga dijual dengan sistem antar ke rumah. Namun, harganya sedikit lebih mahal dari biasanya.

“Satu hari sebelum meugang banyak pemesan, terutama dari dinas-dinas, saya mengantar ke rumah, mereka tidak keberatan meski mahal Rp 10 ribu dari harga pasar. Mungkin mereka berpikir kalau beli di pasar banyak butuh waktu dan tenaga,” jelas Darwis.

Makna Meugang Bagi Masyarakat Aceh

Membeli daging satu atau dua hari sebelum bulan suci Ramadan seperti sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Aceh. Masyarakat menyebut kebiasaan ini dengan nama meugang. Tradisi ini sudah berlangsung 400 tahun lalu.

Pemerhati Sejarah dan Budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid mengatakan, tradisi meugang sudah ada sejak masa kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke 16 Masehi. Tahun ini, tradisi tersebut masih dilaksanakan oleh masyarakat meski sedang dilanda wabah corona.

“Meugang adalah tradisi sakral di Aceh yang harus dilaksanakan sebelum Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Ini juga menjadi momen bagi dermawan untuk membagi-bagi daging,” sebut Tarmizi saat ditemui di salah satu warung kopi di kawasan Lampineung, Rabu, 22 April 2020.

Ia menyebutkan, di tengah wabah virus corona, sejatinya masyarakat Aceh harus menerapkan protokol kesehatan saat tradisi tersebut digelar. Sehingga, penyebaran virus corona dapat dihindarkan di tengah pelaksanaan meugang.

“Tidak mungkin tradisi meugang dilarang. Kalau kita larang sayang juga kepada pedagang sapi yang sudah jauh-jauh hari merencanakan meugang ini, mereka menyiapkan sapi segar khusus untuk meugang,” jelas Tarmizi.

Pengurus Dharmawanita Kanwil Kemenag Aceh menyerahkan bantuan sembako dan daging meugang kepada kaum dhuafa di salah satu desa di Kabupaten Aceh Besar, Rabu, 22 April 2020. (Fadhil/popularitas.com)

Meugang Momen Saling Berbagi

Selain tradisi untuk menyantap daging sapi bersama keluarga, meugang juga dikenal sebagai kesempatan kepada para dermawan untuk memberi sedekah kepada para fakir, miskin, duafa, dan lainnya agar mendapatkan hak yang sama dalam menyambut Ramadan.

Hal ini seperti dilakukan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh pada hari pertama meugang. Mereka menyalurkan daging meugang dan sembako untuk 166 dhuafa dan anak yatim di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar pada Rabu, 22 April 2020.

Bantuan yang disalurkan berupa, beras 5 kilogram, telur 1 papan, minyak goreng kemasan 2 liter, gula 2 kilogram, 1 buah baju kaos dan masker. Daging meugang dan sembako tersebut merupakan bantuan dari para ASN dan para dermawan.

Selain daging dan sembako, Kanwil Kemenag Aceh juga memberikan bantuan pendidikan bagi anak yatim piatu berupa uang tunai.

Kabag TU Kanwil Kemenag Aceh, Saifuddin menjelaskan, di tengah Covid-19, pihaknya ingin turut serta meringankan beban masyarakat menghadapi meugang dan bulan Ramadan.

Ia menjelaskan, pada meugang kali ini, Kemenag Aceh mengalihkan daging meugang yang sejatinya untuk para ASN kepada kaum dhuafa dan yatim piatu.

“Di tengah pandemi seperti saat ini, kita ingin masyarakat terbantu dengan bantuan seadanya dari kita. Kita ingin saudara-saudara kita ikut merasakan kebahagiaan dalam menyambut bulan suci ini,” pungkasnya. [acl]

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: