EditorialNews

Editorial: Mari Kawal Dana Covid-19 di Aceh

Paska Lebaran, 7 Orang Reaktif Rapid Test di Pidie Jaya
Pengunjung Ulee Lheue di Rapid Test. (ist)

PEMERINTAH Aceh telah melakukan re-alokasi dan re-focusing program dan kegiatan yang termuat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020, untuk penanganan dan pencegahan wabah covid-19 atau virus corona.

Terdapat Rp1,7 triliun, dana yang dialokasikan Pemerintah Aceh dan hasil koreksi APBA 2020 tersebut, telah diserahkan ke Mendagri, guna disetujui, sehingga dapat dipergunakan, dalam penanganan covid-19 di provinsi ujung pulau Sumatera ini.

Penempatan dana senilai Rp1,7 T itu, menempatkan Aceh, sebagai provinsi tertinggi nomor empat, jumlah anggaran yang dialokasikan untuk penanganan dampak dari virus mematikan tersebut.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, beberapa waktu lalu, telah mengusulkan dana Rp1,7 T, dan penggunaan anggaran tersebut, selain untuk mendukung infrastruktur fasilitas kesehatan bagi perawatan pasien covid-19, dana itu juga akan dipakai untuk memberikan dukungan dalam bentuk jaringan pengaman sosial, atau sosial safety net.

Diakui bahwa, dampak Covid-19 ini, tidak hanya memberikan efek berupa kematian bagi siapa saja yang terjangkit, Namun lebih daripada itu, upaya pemerintah untuk mencegah penularan corona, berupa pembatasan sosial, berkonsekuensi besar terhadap perekonomian daerah.

Imbas paling dirasakan dari pembatasan sosial yang diterapkan negara, tentu selain dirasakan langsung oleh masyarakat kelompok rentan, sektor UMKM merupakan pihak yang paling merasakan keguncangan, sebagai akibat dari berkurangnya pendapatan.

Di Aceh sendiri, kelompok rentan, dan jumlah orang miskin sangat mendominasi, dan tentu, dana yang dianggarkan oleh Pemerintah Aceh tersebut, dapat memberikan harapan, dan juga stimulus bagi masyarakat, dan juga sektor UMKM.

Anggaran yang besar tersebut, tentu harus mendapatkan perhatian, dan juga pengawalan dari banyak pihak, baik itu insitusi resmi yang memiliki kewenangan pengawasan, maupun kelompok Ormas, yang juga harus beperan aktif melakukan monitoring.

Kita percaya bahwa, Pemerintah Aceh, menaruh harapan yang besar, penggunaan dana tersebut efektif dan tetap sasaran. Namun, potensi penyelewengan saat pelaksanaan teknis dilapangan sangat terbuka lebar.

Kepala Ombudsman Aceh, Taqwaddin, melalui catatannya, menggarisbawahi bahwa dana tersebut harus dikelola dengan transparan dan akuntabel. Tidak boleh ada korupsi dan macam-macam.

Ketua KPK RI, Firli Bahuri, telah mengingatkan segenap pihak bahwa, pelaku korupsi saat pandemi Covid-19, dapat diancam berupa hukuman mati. Karenanya, KPK ikut melakukan monitoring terhadap kegiatan penanganan virus Corona tersebut. Ia berharap agar wabah virus Corona ini cepat tertangani.

Apa yang disampaikan oleh Kepala Ombudsman dan Ketua KPK RI tersebut, tentu menjadi warning atau peringatan keras, bagi siapapun, yang mengelola anggaran Covid-19, yang telah diusulkan oleh pemerintah Aceh, untuk tidak main-main.

Dan kita semua, harus ikut serta memberikan pengawasan terhadap proses pelaksanaannya, sebab, masyarakat memiliki hak untuk secara langsung melakukan monitoring terkait dengan proses penyaluran dana tersebut nantinya. (RED)

Shares: