EditorialHeadline

Dilema imigran Rohingya diujung Sumatra

Dilema imigran Rohingya diujung Sumatra
Ratusan imigran Rohingya yang terlantar di kawasan Tugu Sri Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, Senin (11/12/2023). (Hafiz Erzansyah/popularitas.com)

POPULARITAS.COM – Kurun beberapa waktu terakhir, tercatat 1.684 imigran Rohingya memasuki daratan Aceh. Saat ini, kesemua etnis dari Myanmar itu, ditempatkan delapan titik penampungan yang tersebar disejumlah kabupaten di provinsi ujung barat Sumatra tersebut.

Gelombangan kedatangan imigran Rohingya sepertinya tak henti, setiap hari, ratusan etnis tersebut mendarat disejumlah pantai di Aceh. Namun, kini sikap masyarakat di daerah berjuluk serambi mekkah itu berbeda. Jika sebelumnya, para imigran itu disambut dengan ramah tamah, saat ini warga menolak bahkan mengusir mereka.

Dua kasus terakhir di Sabang dan Aceh Besar. Pada 2 Desember 2023, 139 etnis Rohingya mendarat pantai kecamatan Sukajaya. Namun, sesaat setelah diketahui masyarakat, ratusan warga mengusir paksa para imigran tersebut. Bahkan, tenda-tenda mereka dirobohkan. 

Pemko Sabang pun mengambil alih persoalan itu dengan menempatkan mereka di Kantor Walikota. Namun, demonstrasi tak henti, sehingga memaksa pemerintah mengirimkan para imigran itu ke Banda Aceh untuk ditempatkan dipenampungan sementara.

Pun begitu 137 imigran Rohingya yang mendarat di Blang Ulam, Aceh Besar mendapatkan perlakuan serupa. Bahkan warga tak menerima mereka di kawasan itu. Menggunakan tiga truk, masyarakat mengantar etnis tersebut ke kantor Gubernur Aceh. Karna pertimbangan dan alasan lain, mereka pun dipindahkan ke Seulawah Scout Camp, lagi-lagi warga di sana menolak. 

Hingga kini, 137 imigran ilegal itu pun dengan pengawalan ketat aparat keamanan ditempatkan di salah satu gedung milik Pemerintah Aceh.

Belum ada kata yang tepat untuk menyebutkan apakah penolakan warga itu bisa dikatakan wajar atau tidak berprikemanusiaan. Namun, fakta-fakta dilapangan, beberapa kasus konflik sosial mulai terjadi antara para imigran itu dengan masyarakat. Mulai dari pencurian dan pelanggaran norma-normal sosial.

Warga menolak bahkan tidak Ingin para imigran itu berada di kampung mereka. Masyarakat khawatir keberadaan etnis itu berdampak buruk bagi lingkungan sosial.

Mendapati penolakan warga itu, akhirnya pemerintah Aceh pun bersikap. Pj Gubernur Achmad Marzuki, Selasa (13/12/2023) menegaskan, pemerintah memahami sikap penolakan warga tersebut.

Namun, kondisinya sangat dilematis, disatu sisi ada aspek kemanusiaan, namun di sudut lainnya, kehadiran para imigran itu tidak menjadi persoalan bagi bagi masyarakat di Aceh.

Jadi, mencari jalan keluar dari dua aspek itu harus jadi perhatian serius pemerintah. Untuk itu, kata Achmad Marzuki, pihaknya akan mencari lokasi baru untuk penampungan para imigran Rohingya itu.

Masuk imigran Rohingya ke Aceh juga jadi banyak pertanyaan masyarakat, mengapan sedemikian mudah kapal-kapal pembawa manusia perahu itu bisa mendarat di pantai-pantai di daerah ini. Seolah seluruh tempat di Aceh luput dari penjagaan keamanan.

Hal tersebutlah kemudian membuat tafsir ada pembiaran ataupun unsur kesengajaan. Ditambah lagi problematika yang muncul, seperti penyelundupan manusia atau people smuggling hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus maraknya gelombang imigran Rohingya tersebut.

Harapan kita, masalah ini harus benar-benar jadi fokus dan perhatian negara. Sebab, persoalan imigran merupakan kewenangan pemerintah pusat. Jangan sampai salah dalam penanganannya, kemanusiaan memang penting, namun, keselamatan warga dan menghindari potensi konflik komunal jauh lebih penting. Dilematis memang, tapi ya harus ada jalan keluar. (***EDITORIAL)

Shares: