News

DPRA Cari Solusi Keluhan Nelayan Aceh Barat Soal Muara Dangkal

Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin dan Ketua Komisi II DPR Aceh Irfanussir saat menerima audiensi Panglima Laot Aceh Barat, Jumat (6/8/2021). (Istimewa)

POPULARITAS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) siap mencari solusi terkait sejumlah keluhan para nelayan Aceh Barat. Salah satu keluhan adalah soal muara yang dangkal, sehingga mengakibatkan hancur atau rusaknya kapal nelayan yang bersandar di muara tersebut.

Ketua Komisi II DPRA, Irfannusir mengatakan, jika penyebab terjadinya pendangkalan muara itu adalah karena pencemaran lingkungan akibat beroperasinya perusahaan, seperti PT Mifa Bersaudara di Meureubo, maka harus segera ditindaklanjuti.

Dia menyarankan agar pihak Panglima Laot Aceh Barat membuat analisis persoalan terkait hal tersebut dan disampaikan ke perusahaan yang dimaksud.

“Saran saya, bapak-bapak buat analisa, apalagi ini akademisi, bahwa dangkalnya muara sungai itu diakibatkan oleh pencemaran lingkungan. Sampaikan, datangi PT Mifa,” kata Irfannusir dalam keterangannya, Sabtu (7/8/2021).

Ia menyebutkan bahwa Komisi II DPRA siap memberikan surat rekomendasi, jika memang diperlukan.

“Kalau perlu, kita buat rekomendasi dari Komisi II DPRA. Nggak apa-apa, kita buat, kalau itu termasuk pencemaran lingkungan,” kata Irfannusir.

Sebelumnya, dalam rapat dengan Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin dan Ketua Komisi II DPR Aceh Irfanussir, Jumat (6/8/2021), Panglima Laot Aceh Barat, Amiruddin PW mengeluhkan beberapa hal kepada Ketua DPRA.

Salah satu hal yang mendesak disampaikan terkait kondisi pendangkalan yang terjadi di Alur Muara Krueng Cangkui sehingga mengakibatkan hancur atau rusaknya kapal nelayan yang bersandar di muara tersebut.

Menurut Amiruddin, pendangkalan alur Muara Krueng Cangkui ini sangat meresahkan masyarakat, dan itu terjadi di beberapa muara, yaitu Krueng Cangkui, Padang Sirahit, Kuala Bubon, dan Meureubo.

Akibatnya, lanjut dia, masyarakat nelayan tidak bisa melaut karena dangkalnya muara. Karena itu harus ada pengerukan,” kata Amiruddin.

Kedua, ia meminta dukungan DPRA dan DKP Aceh terkait percepatan pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang sudah diberi nama PPI Teuku Umar Aceh Barat. Ketiga, terkait kendala birokrasi dalam pendaftaran izin kapal, sehingga tak terjadi lagi kasus penangkapan nelayan di luar Aceh.

“Saya berharap agar pengurusan izin kapal agar lebih dipermudah di Kementerian Perhubungan, sehingga nelayan bisa mendapatkan Grosse Akta dan Pass Besar secara cepat yang dibutuhkan untuk mengurus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI),” ujarnya.

Terakhir, Amiruddin mengeluhkan belum adanya petugas pemeriksaan fisik kapal di Aceh Barat. Karena itu, ia meminta agar ada pegawai di DKP Aceh Barat atau PPI Ujong Baroh yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas tersebut.

Dalam pertemuan itu, Kepala DKP Aceh, Aliman menjelaskan terkait dengan pendangkalan muara, upaya pengerukan bukanlah solusi yang ideal karena dalam sebulan ke depan akan dangkal lagi.

Karenanya, ia menawarkan untuk memindahkan pusat kegiatan nelayan dari alur Muara Krueng Cangkui ke Padang Sirahit.

“Muara ini, kalau kita keruk, bulan depan sudah dangkal lagi. Karena itu, kita mencoba mendesain pelabuhan ini pindah ke Padang Sirahit. Jadi nanti nggak masuk lagi ke Alur Muara. Masterplan-nya sudah kita selesaikan ini,” ujarnya.

Dalam pertemuan ini juga diputuskan bahwa DKP akan rapat lagi dengan Komisi II DPR Aceh, Panglima Laot, termasuk anggota DPR Aceh dari daerah pemilihan 10 (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya dan Simeulue).

Editor: dani

Shares: