FeatureHeadline

Jam Malam untuk Cegah Corona di Aceh

Jam Malam untuk Cegah Corona di Aceh

BANDA ACEH (popularitas.com) –  Komplek perumahan Hadrah, Cadek, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar tampak sepi. Tak ada warga yang duduk di teras seperti biasa. Semua memilih berada di dalam rumah masing-masing di komplek perumahan bersubsidi itu.

Jam malam itu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Ruas jalan Krueng Raya tampak mulai sepi, jalur menuju ke perumahan tersebut sangat sedikit ada warga yang lalu-lalang. Begitu juga warung kopi sudah tutup, kalau pun masih buka hanya beberapa orang yang masih nongkrong.

“Besok (Senin, 30/3/2020) saya akan tutup kios, ngeri juga,” kata Rahmad, seorang pedagang kios kelontong di Cadek.

Sejak sore, warga Kota Banda Aceh mulai dihebohkan rencana Pemerintah Aceh memberlakukan jam malam. Maklumat yang diteken oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) ramai beredar di media sosial dan sejumlah Group WhatsApp.

Maklumat pertama kali beredar, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pangdam Iskandar Muda belum meneken. Beredar sejak pukul 15.00 WIB dan mulai diperbincangakan.

Warganet di sejumlah media sosial juga mulai membagikan maklumat itu. Secara umum, warganet menyambut baik pemberlakukan jam malam untuk mencegah penyebaran lebih luas virus corona.

Jam Malam untuk Cegah Corona di Aceh

Setelah tiga jam kemudian. Kembali beredar maklumat yang sudah lengkap diteken oleh unsur Forkopimda Aceh. Maklumat tersebut ditetapkan di Banda Aceh, Minggu, 29 Maret 2020. Ditandatangani oleh Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin, Kapolda Aceh Wahyu Widada, Pangdam Iskandar Muda Teguh Arief Indratmoko, dan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Irdam.

Pemberlakukan jam malam ini berlaku sejak 29 Maret hingga 29 Mei 2020. Warga diminta tidak dibolehkan lagi beraktivitas sejak pukul 20.30 hingga 05.30 WIB.

Selain itu pemerintah Aceh juga telah memberlakukan physical distancing (menjaga jarak fisik) sejak sebulan terakhir. Semua sekolah telah diliburkan, begitu juga aktivitas perkantoran dihentikan.

Sejak diberlakukan jam malam. Personel kepolisian, TNI dan Satpol PP Aceh langsung bergerak menyosialisasikan sejak pukul 20.30 WIB. Tampak ada empat regu personel gabungan bergerak menuju ke seluruh wilayah hukum Polresta Banda Aceh.

Selama petugas menyosialisasi jam malam. Terlihat beberapa warga masih ada yang masih nongkrong di warung kopi, padahal jam sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB.

Lantas petugas meminta secara persuasif warga yang masih berada di luar rumah untuk segera pulang. Seperti di Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Warga yang masih nongkrong ditungguin oleh petugas hingga mereka meninggalkan lokasi.

Di Ajun, Kecamatan Peukan Bada misalnya, ditemukan ada warung kopi hanya terbuka pintu depan. Tak terlihat ada orang di dalam, sementara ada puluhan sepeda motor parkir di depan warung kopi tersebut.

Petugas lalu berhenti di warkop tersebut. Lalu meminta kepada seluruh pengunjung untuk segera pulang. Kepada pemilik warkop diingatkan agar tidak melayani pelanggan yang nongkrong. Bila hendak membeli kopi, diminta bungkus dan bawa pulang ke rumah masing-masing.

Pemberlakukan jam malam memang belum semua warga tau, karena baru saja diterbitkan oleh pemerintah Aceh. Sehingga ada pemiliki warkop di Ajun meminta surat edaran pemerintah tersebut.

Petugas lalu memperlihatkan surat imbauan yang dikeluarkan oleh Forkopimda Aceh tersebut. Lagi-lagi petugas mengingatkan lagi agar warga tidak nongkrong di warkop untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Aceh.

Poin penting dari maklumat tersebut adalah mengimbau masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di luar rumah pada penerapan jam malam sejak pukul 20.30 wib sampai dengan pukul 05.30 wib.

Pengelola kegiatan usaha tidak membuka warung kopi/cafe, tempat makan dan minum, pasar, swalayan, mall, karoke, tempat wisata, tempat olahraga, dan angkutan umum pada penerapan jam malam.

Kecuali bagi angkutan umum yang melayani kebutuhan pokok masyarakat, dilengkapi dengan surat tugas atau dokumen yang menjelaskan aktivitas kerja.

Selanjutnya, dalam maklumat tersebut juga diimbau agar Bupati dan Wali Kota di Aceh melakukan pembinaan dan pengawasan kepada pengusaha dan masyarakat terhadap penerapan jam malam.

Meningkatnya jumlah warga Aceh dalam status orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), menjadi alasan diberlakukannya jam malam itu.

Selain itu, di Aceh juga sudah terdapat kasus positif Covid-19 serta orang yang meninggal karena wabah tersebut. Melalui pemberlakuan jam malam itu diharapkan dapat menjadi langkah pencegahan meluasnya penyebaran virus corona.

Jam Malam untuk Cegah Corona di Aceh

Sebelumnya, dalam rapat bersama unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Aceh terkait penanganan covid-19 di Meuligoe Gubernur Aceh (17/3), telah diputuskan sejumlah poin untuk ditindak lanjuti.

Salah satu poin dalam rapat saaat itu adalah melakukan pembatasan aktifitas di luar (antara lain warung kopi, pasar, taman dan tempat wisata) rumah secara tegas dengan tetap memperhatikan aspek HAM dan ketentuan hukum.

Kemudian memantau keberadaan orang asing yang menetap di Aceh serta melarang masuknya orang asing dari luar negeri ke daerah Aceh, juga menginventarisir serta mengupayakan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam rangka penanganan covid-19.

Pemberlakuan jam malam ini dibenarkan oleh juru bicara pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani. Diharapkan seluruh warga patuh terhadap imbauan pemerintah agar virus corona dapat segera dicegah dan tidak menyebar lebih luas di Aceh.

“Sekarang di Aceh sudah ada 5 orang yang positif. Satu orang meninggal dunia dan lainnya sedang dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin,” kata Saifullah Abdulgani yang akrap disapa SAG.

Sedangkan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) Aceh menjadi 567 dari jumlah 416 satu hari sebelumnya. Penambahan jumlah ODP Aceh sebanyak 151 orang yang diterima diterima Posko Gugus Tugas Percepatan Penangulangan Covid-19 dari 23 kabupaten/kota, katanya.

SAG menguraikan, dari 567 ODP tersebut, sebanyak 453 orang ODP dalam proses pemantauan, dan sisanya 144 ODP telah selesai melewati masa pemantauan. Jubir SAG menghimbau agar setiap ODP dalam penamtauan wajib disiplin menjalani prosedur isolasi mandiri, hingga masa penatauan berakhir.

Sementara itu jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 41 orang, seperti dalam rilis sebelumnya, dan 5 orang sedang dalam perawatan.

Kata SAG, PDP dari Aceh yang diumumkan positif Covid-19 yakni, Kode: P.1136,  usia 22 tahun, laki-laki, asal Aceh Besar. Sebelumnya, pasien tersebut dirawat di Respiratory Intenseive Care Unit (RICU) RSUD ZA Banda Aceh pada tanggal 22 Maret 2020 dengan keluhan batuk, demam, dan diare.

Pasien tersebut memiliki riwayat perjalanan ke Malaysia bersama istrinya–salah satu wilayah tranmisi Covid-19–dan kembali ke Aceh pada tanggal 15 Maret 2020.

Pada tanggal 23 Maret 2020, jelas SAG, tim medis mengambil swab-nya untuk dikirim ke Balitbangkes RI, Jakarta. Pada tanggal 25 Maret 2020 pasien diizinkan pulang karena kondisinya sudah baik.

Namun demikian, Tim Medis RSUZA Banda Aceh mewajibkan pasien tersebut menjalani karantina rumah, sesuai Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 di Indonesia, kata SAG. Sedangkan istrinya berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Setelah hasil pemeriksaan swab diterima dan PDP tersebut Positif Covid-19, Tim Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Aceh untuk penanganan lebih lanjut.

Lebih lanjut SAG menambahkan, satu orang yang dinyatakan meninggal beberapa hari lalu masih berstatus PDP karena hasil pemeriksaan swab-nya di Laboratorium Balitbangkes RI Jakarta diterima

“Jadi, belum dapat disimpulkan PDP tersebut, dan mudah-mudahan hasilnya negatif,” harapanya.

Rekomendasi Unsyiah

Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) telah merekomendasi untuk mencegah penyebaran Covid-19.  Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal, mengatakan, rekomendasi tersebut ditujukan kepada beberapa pihak yaitu pemerintah daerah, ulama, tokoh masyarakat, dunia usaha serta masyarakat luas lainnya.

Rektor mengungkapkan, sampai saat ini terdapat kekhawatiran dari WHO bahwa virus Corona ini tidak saja menular melalui droplet, namun memiliki kemungkinan penularan melalui udara (airborne).

“Oleh karena itu, guna memperkuat langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Aceh dan mengamati perkembangan di Aceh, maka Unsyiah memberikan rekomendasi kepada pimpinan daerah, majelis ulama, tokoh masyarakat, media massa, dunia usaha dan masyarakat luas,” ucap Rektor.

Kepada Gubernur dan Bupati/Walikota, diharapkan dapat melakukan beberapa hal berikut: Melakukan pembatasan dan pengawasan akses ke/dari Provinsi Aceh, melalui jalur darat, laut, dan udara, baik akses domestik maupun internasional (pesawat, kapal kargo, kapal pesiar, dan lainnya). Termasuk jalur penerbangan ke/dari Simeulue, Rembele, dan Lhokseumawe.

Memberlakukan jam malam sementara di seluruh wilayah Aceh untuk mencegah keramaian hingga krisis COVID-19 berakhir. Memperpanjang masa belajar dari rumah bagi anak-anak sekolah dan perluasan masa bekerja dari rumah bagi pegawai pemerintah.

Melakukan pembatasan aktifitas masyarakat di luar rumah, termasuk membatasi perkumpulan orang lebih dari 10 orang. Mengajak para ulama, tokoh agama, tokoh adat/masyarakat, dan pengelola masjid untuk memberikan edukasi bagi masyarakat dalam upaya mengurangi potensi penyebaran virus.

Menjadikan masjid/meunasah sebagai mitra efektif pemerintah dalam upaya pengendalian wabah penyakit berbahaya ini. Memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang memadai untuk para tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, dan tenaga medis-paramedis lainnya, yang bertugas di berbagai rumah sakit dan  puskesmas  di Aceh.

Memastikan para tenaga kesehatan yang bertugas dalam penanganan Covid-19 mendapatkan asupan gizi dan suplemen untuk imunitas tubuh yang cukup. Memastikan ketersediaan dan kecukupan ruang perawatan darurat/Respiratory Intensive Care Unit (RICU) beserta tenaga kesehatan terkait, dan ambulans standar Covid19 di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.

Menambah laboratorium yang dapat melakukan uji Real Time Polymerase Chain Reaction untuk deteksi virus COVID-19, selain Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Aceh, mengingat jumlah sampel yang perlu diuji diperkirakan akan melonjak dalam beberapa waktu ke depan. Unsyiah memiliki sumberdaya manusia dan peralatan yang cukup, serta siap ditunjuk untuk menjadi laboratorium uji.

Memastikan ketersediaan dan kecukupan peralatan medis dan non medis lain untuk pelayanan regular di seluruh Kabupaten/Kota di Aceh. Meminta media massa (cetak dan elektronik) untuk terlibat membantu diseminasi pesan-pesan edukasi COVID-19 secara masif kepada masyarakat. Memastikan ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang wajar di pasaran.

Lalu kepada majelis ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan dapat: Mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Menberikan edukasi bagi masyarakat dengan pendekatan religius-kultural dalam upaya mengurangi potensi penyebaran virus.

Menjadikan masjid/meunasah sebagai mitra pemerintah dalam upaya pengendalian wabah COVID-19. Menghimbau para pemuka agama dan masyarakat, agar tidak menggelar kegiatan yang menghimpun banyak orang untuk sementara waktu, khususnya kegiatan yang bukan ibadah wajib/rutin (seperti ceramah, pengajian, zikir, dan lainnya).

Menghimbau dayah/pesantren untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap virus dan memberikan edukasi bagi para santri dalam mengurangi potensi penyebaran virus. Mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mematuhi himbauan Pemerintah demi kesehatan dan keselamatan bersama.

Mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan dukungan moral dan materil kepada para tenaga kesehatan, dan pasien beserta keluarganya yang terdampak infeksi virus corona.

Sementara kepada media massa,  diharapkan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: Menyampaikan pesan-pesan edukasi COVID-19 secara masif kepada masyarakat melalui iklan layanan masyarakat dan konten yang mudah dipahami. Mempublikasikan informasi terkait layanan penanganan Covid-19 yang ada di daerah.

Lalu untuk masyarakat luas, Unsyiah menghimbau agar tetap tenang dan tidak panik, senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar terhindar dari ancaman pandemic Covid-19. Mematuhi himbauan pemerintah untuk tetap berada di rumah, hanya bepergian untuk urusan penting, dan menjaga jarak fisik minimal dua meter (Physical Distancing) demi kesehatan dan keselamatan kita bersama.

Menjalankan prinsip etika batuk (tutup mulut, pakai sapu tangan/tisu). Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau pembersih kuman (hands sanitizer).

Menjaga kebersihan, kesehatan, dan kebugaran tubuh. Menkonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan ketahanan tubuh. Menjaga kesehatan rumah dengan ventilasi/sirkulasi udara yang cukup.

Membekali diri dengan pengetahuan praktis tentang pencegahan Covid-19. Mencatat alamat dan nomer kontak pusat informasi dan penanganan Covid-19 terdekat. Bila mengalami demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan dan sesak nafas, segera memeriksakan diri ke tempat yang telah ditentukan dan menggunakan masker.

Saling membantu, baik berupa moril maupun materil, dan memberi dukungan kepada pasien dan keluarganya yang terdampak infeksi virus corona.

Lalu untuk dunia usaha baik itu pihak swasta, BUMD dan BUMN yang ada di Aceh, agar membantu pemerintah dalam penanganan pandemik ini melalui berbagai upaya.

Seperti pengalokasian dana sosial (CSR), pemenuhan APD dan kelengkapan fasilitas kesehatan, pemenuhan kebutuhan para tenaga kesehatan, edukasi publik tentang pencegahan Covid19 dan lain-lain.

“Kami berharap rekomendasi ini dapat dilaksanakan sesuai dengan peran kita masing-masing. Dengan demikian, atas izin Allah, kami yakin wabah virus corona ini bisa segera mereda dan kita bisa beraktivitas kembali,” pungkas Rektor.

Hasil Survey Warga Aceh Belum Patuh Physical Distancing

Berdasarkan survey yang dilakukan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDRMC) Unsyiah secara daring sejak 22-23 Maret 2020. Menunjukkan hampir 30 persen responden menyatakan masih beraktivitas di luar rumah sekitar 4 kali dalam sehari.

Frekuensi ini cukup mengkhawatirkan mengingat semakin sering orang berada di luar rumah, resiko terpapar COVID-19 semakin besar. Padahal sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk memutus mata rantai virus corona agar masyarakat mengurangi physical distance (menjaga jarak fisik).

Hasil survey itu juga menunjukkan secara umum 94,3 persen respon menyatakan masih melakukan aktivitas di luar rumah dalam seminggu ini. Hanya sepertiga para responden (34,1 persen) menyebutkan berada di luar rumah lebih dari 3 jam tiap kali berada di luar rumah.

Adapun tempat yang paling banyak dikunjungi adalah pasar sebanyak 39,3 persen, tempat ibadah 32,0 persen dan warung kopi 20,4 persen. Padahal warung kopi sudah diminta oleh Wali Kota Banda Aceh tutup, atau berjualan tanpa ada yang nongkrong di lokasi, tetapi pelanggan setelah membeli dan bawa pulang ke rumah.

Lokasi yang sering dikunjungi selain pasar adalah kantor sebanyak 39,5 persen dalam seminggu ini. Lalu 8,4 persen tempat resepsi pernikahan, padahal Kapolri sudah instruksikan tidak diperkankan ada keramaian, termasuk resepsi pernikahan.

Adapun transportasi yang dipelgunakan saat beraktifitas di luar rumah adalah kenderaan pribadi. Jumlah persentasenya adalah 94 persen, baik motor maupun mobil. Transportasi umum lainnya adalah ojek daring sebabnya 1,7 persen selebihnya becak, transkutaraja dan labi-labi.

Survey itu juga mendapatkan responden memiliki persepsi ragu-ragu terhadap kesiapan Pemerintah Aceh menghadapi ancaman COVID-19. Terdapat 2.455 responden atau 53 persen menyatakan ragu-ragu. Sekitar 19 persen menyebutkan pemerintah Aceh tidak siap menghadapi ancaman ini. Namun ada sekitar 28 persen responden berpersepsi Pemerintah Aceh siap menghadapi pandemi COVID-19.

Adapun kesimpulan dari survey tersebut, 4.628 responden di Aceh atau 57 persen memiliki anggota keluarga yang rentan terinfeksi COVID-19. Seperti ibu hamil. balita, lansia yang usia di atas 65 tahun dan penderita penyakit kronis. Tentu ini memperlihatkan tingkat kerentanan warga dari aspek struktur anggota keluarga.

Selain itu dalam sepekan ini masih cukup banyak warga Aceh menghabiskan waktu di tempat berpotensi terpapar virus corona. Berada di lokasi yang berpotensi menggagalkan prinsip physical distancing, seperti warung kopi dan resepsi pernikahan.

Tentunya kedua tempat itu, berdasarkan survey yang dipimpin oleh Prof Dr Khairul Munadi merekomendasikan agar diawasi secara ketat. Mengingat kesuksesan menghambat penyebaran virus corona sangat tergantung dari physical distancing yang ketat, jika pilihan lockdown tidak dilaksanakan.

Khairul Munadi dalam laporan itu menyebutkan, para responden mengharapkan pemerintah agar mempertegas mekanisme menjaga jarak fisik. Lalu memperkuat kapasitas tenaga media di kabupaten/kota seluruh Aceh.

Begitu juga harus ada jaminan dari pemerintah memastikan ketersediaan masker dan hand sanitizer di pasar yang sekarang semakin sulit ditemukan. Meningkatkan kesiapan tenaga kesehatan melalui penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap dan standar.

Sementara itu Rektor Unsyiah, Prof Samsul Rizal mengaku, rekomendasi tersebut ditujukan kepada beberapa pihak yaitu pemerintah daerah, ulama, tokoh masyarakat, dunia usaha serta masyarakat luas lainnya.

Apa lagi rektor mengungkapkan, sampai saat ini terdapat kekhawatiran dari WHO bahwa virus corona ini tidak saja menular melalui droplet, namun memiliki kemungkinan penularan melalui udara (airborne).

“Memberlakukan jam malam sementara di seluruh wilayah Aceh untuk mencegah keramaian hingga krisis COVID-19 berakhir. Memperpanjang masa belajar dari rumah bagi anak-anak sekolah dan perluasan masa bekerja dari rumah bagi pegawai pemerintah,” kata Samsul Rizal.

Samsul Rizal juga meminta kepada Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pembatasan dan pengawasan akses keluar masuk ke Aceh. Melalui jalur darat, laut, dan udara, baik akses domestik maupun internasional (pesawat, kapal kargo, kapal pesiar, dan lainnya). Termasuk jalur penerbangan ke Simeulue, Rembele, dan Lhokseumawe.

Melakukan pembatasan aktifitas masyarakat di luar rumah, termasuk membatasi perkumpulan orang lebih dari 10 orang. Mengajak para ulama, tokoh agama, tokoh adat/masyarakat, dan pengelola masjid untuk memberikan edukasi bagi masyarakat dalam upaya mengurangi potensi penyebaran virus.[]

Penulis: A.Acal

Shares: