News

Komnas HAM buka ruang untuk masyarakat Aceh ajukan status korban HAM

Penyelesaian kasus HAM di Aceh diharap jangan timbulkan persoalan baru
Ilustrasi - Pendemo di Aceh. ANTARA/HO-Komnas HAM Aceh

POPULARITAS.COM – Komnas HAM Perwakilan Aceh membuka ruang bagi masyarakat untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM berat, sehingga bisa ditetapkan statusnya sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.

“Membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM yang berat kepada Komnas HAM,” kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Aceh Sepriady Utama, dikutip dari laman Antara, Jumat (13/1/2023).

Hal itu disampaikan Sepriady Utama menyikapi pengakuan Presiden Indonesia terkait 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk tiga di provinsi Aceh yang terjadi saat konflik lalu.

Komnas HAM Aceh sendiri menyambut baik pernyataan Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan terkait laporan tim PPHAM yang telah diumumkan ke publik tersebut.

Sepriady mengatakan, pembukaan ruang pengajuan status korban tersebut sesuai dengan mandat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.

“Atas dasar itu, maka Komnas HAM berwenang untuk menyatakan seseorang sebagai korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” ujarnya.

Sepriady menyampaikan, Komnas HAM menilai pengakuan Presiden memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban untuk memulihkan hak korban, memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2.000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu, Komnas HAM juga mendukung jaminan tidak berulang nya peristiwa pelanggaran HAM yang berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif, diantaranya dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional.

“Kemudian, mendorong perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, dan peningkatan kapasitas penegak hukum serta aparatur sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM,” katanya.

Tak hanya itu, lanjut Sepriady, pihaknya juga meminta Menkopolhukam untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM berat melalui mekanisme yudisial.

Hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui pengadilan HAM, namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu peristiwa Tanjung Priok 1984, Timor-Timor 1999, Abepura 2000, dan Paniai 2014.

“Kami juga meminta dari berbagai institusi, seperti TNI/Polri, Kemenkeu, Kemendagri, Kemensos, Kemen PPPA, Kemendikbud, Kemenkes, Kemenaker, Kemenkumham, hingga pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM tersebut,” demikian Sepriady Utama.

Shares: