NewsPolitik

Kuota Caleg 120 persen bukan kekhususan Aceh

Praktisi hukum kepemiluan Imran Mahfudi, SH. MH, mengapresiasi langkah KPU RI yang secara tegas menyatakan bahwa jumlah caleg di Aceh adalah 100%. Menutur KPU dalam putusan tersebut, karena hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 224 UU Pemilu.
Imran Mahfudi, SH, MH

BANDA ACEH (popularitas.com) : Praktisi hukum kepemiluan Imran Mahfudi, SH. MH, mengapresiasi langkah KPU RI yang secara tegas menyatakan bahwa jumlah caleg di Aceh adalah 100%. Menutur KPU dalam putusan tersebut, karena hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 224 UU Pemilu.

Menurut Boim, sapaan karib Imran Mahfudi, konsep caleg 120% merupakan aturan lama yang diatur dalam UU 13 Tahun 2008 yang kemudian diadopsi kedalam qanun 3 tahun 2008. “Jadi caleg 120% bukan kekhususan Aceh, aturan tersebut berlaku secara nasional ketika itu,” katanya.

Jika kita mau jujur sebetulnya sikap KPU dalam pemilu 2014 yang lalu juga sama, cuma dalam surat yang dikeluarkan oleh KPU ketika itu menggunakan bahasa bersayap, dengan kalimat “dapat membenarkan caleg 120%, sepanjang hal tersebut diatur dalam UUPA”.

Ia mengatakan, aturan tersebut dalam UUPA tidak diatur, mestinya harus dipahami tidak boleh, tapi kenyataannya KIP Aceh ketika itu memaknai surat tersebut sebagai persetujuan KPU.

Dengan adanya surat terbaru KPU mengenai ketentuan kuota caleg 100 persen, yang dituangkan dalam surat KPU sekarang Nomor 608/PL.01.4-SD/06/KPU/VI/2018, yang menggunakan bahasa yang tegas, sehingga tidak multi tafsir. “Ketegasan KPU harus kita beri apresiasi,” ujarnya.

Imran mengatakan, dirinya memastikan bahwa KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang dimandatkan oleh UUD 1945, memiliki kewajiban untuk menetapkan, penyelenggaraan pemilu di Aceh mengacu kepada ketentuan perundang-undangan.

Karenanya, sebut Boim, hal khusus hanya dapat diterapkan sepanjang hal tersebut diatur dalam UUPA, dan Ia menegaskan sekali lagi bahwa, soal caleg 120% bukanlah kekhususan Aceh, ini merupakan ketentuan umum yang berlaku secara nasional dalam pemilu tahun 2009 yang lalu. Dan kita harus memahami bahwa, regulasi terus berubah akibat perkembangan zaman dan lahirnya pemikiran-pemikiran yang baru oleh pembuat UU untuk meningkatkan kwalitas demokrasi, tutupnya. (SAKY)

Shares: