News

Manuver Komandan Kosgama

PERTEMUAN empat mata antara Presiden Joko Widodo dan Komandan Satuan Tugas Bersama Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono dinilai pengamat politik menjadi manuver yang bisa menguntungkan kedua belah pihak serta modal politik AHY.

Jokowi mencari dukungan elit politik dari “kubu seberang” untuk termin keduanya jika diumumkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2019, sementara AHY berpotensi mendapat panggung nasional untuk mengerek popularitasnya jelang Pilpres 2024.

“Pasti akan ada kompromi-kompromi di antar-elit untuk pembagian konsesi kekuasaan,” ungkap Hurriyah, pengamat politik dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, kepada BBC News Indonesia.

Menurut Hurriyah, kepentingan Jokowi dalam Pilpres 2019, jika dinyatakan resmi sebagai pemenang, adalah untuk memperbesar dan memperluas dukungan kelompok elit agar pemerintahannya nanti tidak mudah ‘digoyang’.

Hal itu mengingat perolehan suara Jokowi-Ma’ruf yang menurut hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei – meski lebih besar dari perolehan suara pada Pilpres 2014 – tidak terpaut jauh dengan sang rival, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Sementara terkait AHY, menurut Hurriyah, manuvernya sudah terprediksi melihat langkah-langkah pendekatan yang sebelumnya pernah dilakukan Demokrat terhadap Jokowi.

Salah satunya, ketika Jokowi diundang hadir dan memberikan sambutan dalam Rapimnas Demokrat di Sentul, Bogor, Maret 2018.

“Waktu itu misalnya Pak SBY sendiri, lalu sekarang dilanjutkan oleh AHY. Jadi, sebenarnya upaya dan keinginan ke arah situ (merapat ke kubu petahana) tuh sudah ada,” tutur Hurriyah.

“Persoalannya adalah apakah kemudian kompromi itu terjadi, tercipta, sampai pada suatu kesepakatan bersama?”

‘Sangat mempertimbangkan’ masuk koalisi Jokowi-Ma’ruf

Pertemuan Jokowi-AHY dinilai Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsudin, sebagai upaya untuk menetralisir ketegangan politik antara kedua kubu yang membuat masyarakat terbelah. Demokrat sendiri merupakan salah satu partai pendukung Prabowo-Sandi.

Amir mengaku tidak tahu persis apa yang dibicarakan Presiden Jokowi dengan anak sulung Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu.

“Tidak pernah AHY itu mendiskusikan dengan kami,” ujar Amir kepada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon.

Meski demikian, ia menyatakan bahwa Partai Demokrat membuka pintu bila diajak bergabung dengan koalisi Jokowi.

“Sangat layak dan sangat terhormat untuk dipertimbangkan (tawaran bergabung) setelah (pengumuman) hasil pemilu ini, tetapi sekarang ini tentunya penjajakan-penjajakan itu boleh saja,” tuturnya.

Sementara itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Arya Sinulingga, menyatakan bahwa pertemuan Jokowi dengan AHY merupakan bentuk realisasi arahan Jokowi yang meminta timnya merangkul semua partai politik.

“Tujuannya adalah merangkul semua parpol-parpol,” kata Arya.

“Memang Pak Jokowi minta ini… kemarin jajaran-jajaran TKN juga diminta – dan parpol koalisi – untuk melakukan komunikasi-komunikasi ke parpol sebelah,” tuturnya.

Saat disinggung apakah artinya semua partai politik anggota koalisi Jokowi-Ma’ruf telah sepakat untuk menerima partai-partai koalisi seberang, termasuk Demokrat, bila bergabung, Arya menyatakan bahwa anggota koalisi Jokowi-Ma’ruf “belum ngomong sejauh itu”.

Sebelum AHY, Jokowi juga sempat berbincang dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan di Istana Negara usai pelantikan Gubernur Maluku Murad Ismail, Rabu (24/4) lalu.

Berbeda dengan Demokrat yang tetap berada di luar pemerintahan pasca-Pilpres 2014 lalu, PAN yang awalnya mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sempat memutuskan untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan Jokowi-JK pada tahun 2015, sebelum meninggalkan Jokowi untuk kembali mendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.

Demi popularitas AHY di kancah nasional

Warganet ikut mengomentari pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan AHY tersebut.

Irene Wijayanti melalui akun Twitter @IR3N3W menilai “AHY lebih bijak” saat meminta semua pihak menghormati hasil perolehan suara resmi di KPU.

Senada dengan Irene, pengguna Twitter lainnya, Eka Novianti, menganggap “AHY berpikir realistis menyikapi hasil pilpres, AHY menunjukkan sikap kenegarawanan, cocok maju presiden 2024” disertai tagar #DemokratPindahHaluan.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, berpendapat bahwa pertemuan Jokowi-AHY bisa mengindikasikan dua hal.

Pertama, membangun jembatan pengertian antara Jokowi dan AHY yang notabene merupakan anak biologis dan ideologis Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.

“Itu penting untuk mencairkan suasana batin kebangsaan yang selama ini membeku,” paparnya.

“Demokrat agak beda sikap politiknya (dengan) sikap politik 02 yang mendeklarasikan kemenangan sebelum ada pengumuman resmi KPU,” tutur Adi.

Hal kedua, menurut Adi, pertemuan itu menjadi tahap pemanasan untuk membangun kemungkinan kerja sama Jokowi dengan Partai Demokrat.

“Bisa saja kerja samanya berupa ide-ide yang selama ini diperjuangkan Demokrat untuk diimplementasikan Jokowi jika menang.

“Atau kerjasama di kabinet atau di parlemen,” ungkapnya.

Menurut Adi, hal itu mungkin dilakukan karena Jokowi ingin memperkuat barisan politiknya.

Pendapat senada diungkapkan pengamat politik Pusat Kajian Politik Universitas Indoenesia, Hurriyah.

“Modal politik”

Selain bisa memperkuat dukungan politik bagi Jokowi – bila nantinya kembali menjadi presiden, bergabungnya Demokrat ke lingkaran pemerintahan dapat memuluskan kepentingan partai berlambang Mercy itu untuk melambungkan nama AHY ke kancah nasional, kata Hurriyah.

“Karena kepentingan utama Demokrat untuk 2024 itu kan sangat jelas, bagaimana agar AHY bisa dimunculkan sebagai figur kandidat (capres) nantinya,” ujar Hurriyah.

“Katakanlah, misalnya, ada kesepakatan soal kursi menteri. Nah, itu kan bisa jadi modal politik untuk mendongkrak popularitas, dan sebenarnya juga menjadi pengalaman politik buat AHY.”

Hal itu dianggap krusial karena sosok AHY yang belum memiliki pengalaman di bidang pemerintahan.

Meski demikian, Hurriyah pesimis Demokrat akan langsung banting stir mendukung Jokowi terang-terangan jika melihat rekam jejak kebijakan-kebijakan partai tersebut, termasuk keputusan Demokrat untuk berada di luar pemerintahan pasca-Pilpres 2014 dan memilih menjadi “penyeimbang” pemerintahan Jokowi-JK.

“Sikap politik SBY ini kan selalu akomodatif, dia berusaha menjaga keseimbangan di antara kedua kubu,” tuturnya.

Menurutnya, sikap tersebut – yang kerap dianggap tidak tegas – merupakan strategi dan ciri khas SBY untuk memastikan bahwa “meskipun dia jadi oposisi, dia tidak harus jadi musuh politik”.

Alih-alih gamang, Hurriyah menganggap sikap SBY berhati-hati.

“Dia mendekati kedua kubu, kemudian mencari dan memastikan siapa yang kira-kira akan mengakomodir kepentingannya Demokrat. Jadi, ketika pun harus beralih (dukungan) lagi – misalnya tidak tercapai konsesnsus (dengan koalisi pemerintahan) – lalu beralih lagi menjadi kubu oposisi, itu juga sangat dimungkinkan untuk Demokrat,” papar Hurriyah.

Di sisi lain, ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsudin memastikan bahwa partainya belum akan menentukan sikap hingga pengumuman hasil pemilu oleh KPU.

“Apapun hasilnya kita hormati, dan kalau Demokrat kemudian diajak oleh pihak yang menang untuk berpartisipasi di dalam upaya mensejahterakan rakyat, kenapa tidak?” pungkasnya.*

Sumber: BBC Indonesia

Shares: