HukumNews

MaTA temukan lima proyek bermasalah di Aceh

LSM MaTA minta Pj Bupati Pidie evaluasi anggaran perjalanan di Dinas Pertanian dan Pangan
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: Riska Zulfira/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA) menemukan sejumlah proyek di Aceh yang anggarannya bersumber dari APBN Tahun 2021 dan 2022 banyak yang bermasalah dan mangkrak.

Akibatnya, Aceh mengalami kerugian besar yang padahal bangunan tersebut bisa dimanfaatkan oleh rakyat Aceh.

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan pihaknya menduga ada masalah serius di perancangan dan sistem tata kelola barang dan jasa sehingga berimplikasi pelaksanaan di lapangan.

“Seharusnya tahun 2022 bangunan tersebut sudah bisa dimanfaatkan oleh penerima akan tetapih fakta dilapangan malah pembagunan rata rata mangkrak dan belum siap,” kata Alfian, Rabu (8/2/2023).

Adapun proyek yang bermasalah seperti, Rehabilitasi Bendungan Daerah Irigasi Krueng Pasee Kabupaten Aceh Utara dengan pagu dan Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp59 miliar, sementara nilai kontrak 44,8 miliar.

Artinya, kata dia, adanya selisih 20 persen dari HPS atau Rp11,2 miliar dengan sumber anggaran APBN 2021 yang dimenangkan oleh PT. Rudy Jaya, Jawa Timur.

“Fakta lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan 35 persen yang seharusnya selesai di Desember 2022. Akan tetapi malah mangkrak dan tidak ada kemajuan terhadap rehabilitasi pembangunan irigasi tersebut. Sehingga petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan saat itu, tentu hal ini tidak sesuai dengan tujuan awal,” jelasnya.

Lalu, proyek pembangunan rumah susun Institut Agama Islam Al Aziziyah kampus putri. Proyek tersebut dengan pagu dan HPS Rp 4,8 miliar, sedangkan nilai kontrak Rp 3,8 miliar.

“Jadi sebanyak 20 persen selisih dari HPS atau Rp 965 juta yang anggarannya bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. Ramai Jaya yang beralamat Kota Banda Aceh,” kata dia.

“Fakta lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan baru 66,67 persen. Fisik dan keuangan yang sudah dicairkan 31,03 persen dan saat ini pembagunannya mangkrak,” ujarnya.

Kemudian pembangunan rumah susun Ponpes Darul Ihsan Tgk H Hasan Krueng Kalee. Pembangunan ini dengan pagu Rp3,5 miliar dan HPS Rp3,5 miliar, sedangkan nilai kontrak Rp2,9 miliar. Artinya selisih antara HPS dengan nilai kontrak adalah 16 persen yang anggarannya juga bersumber dari APBN 2022.

“Progres pekerjaan baru dikerjakan 31,8 persen, fisik dan keuangan 37,08 persen telah di cairkan kepada pihak rekanan. Pembagunan tersebut yang berlamat di Kabupaten Aceh Besar dan saat ini pembagunannya mangkrak,” tuturnya.

Selanjutnya, pembangunan rumah susun Pondok Pesntren Darul Munawwarah dengan pagu Rp3,4 miliar dan HPS Rp3,2 miliar, sedangkan nilai kontrak Rp2,7 miliar.

Jadi, kata dia, selisih antara HPS dengan nilai kontrak adalah 20 persen yang anggarannya bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. Tsaraya yang berlamat di Kabupaten Aceh Timur.

“Progres pekerjaan baru dikerjakan 31,8 persen fisik dan keuangan yang telah di terima oleh pihak rekanan 38,58 persen. Pembagunan tersebut berlamat di Kabupaten Pidie Jaya dan saat ini pembagunannya juga mangkrak,” kata Alfian.

Terakhir pembangunan rumah susun Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Umul Ayman dengan pagu Rp 4,8 miliar sedangkan nilai kontrak Rp3.8 miliar. Jadi selisihnya juga 20 persen.

Anggaran dari pembangunan ini juga bersumber dari APBN Tahun 2022 dan pekerjaan itu dimenangkan oleh CV Raja Muda yang berlamat di Kabupaten Aceh Utara.

“Fakta di lapangan progress pekerjaan baru dikerjakan 35,23 persen fisik dan 54,60 persen keuangan yang telah di terima oleh pihak rekanan. Pembangunan tersebut beralamat di Kabupaten Biereun,” imbuhnya.

Untuk itu, MaTA meminta dengan tegas Kemeterian PUPR RI, untuk segera menyelesaikan kelanjutan pembagunan tersebut, dan melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem dan manajeman atas keberadaan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2K) yang di Aceh saat ini.

“Karena mareka merupakan pihak yang kami nilai bertangung jawab atas mangkraknya pembangunan yang bersumber APBN saat ini, dimana rekananan sebagai pelaksana merupakan atas kewenangan BP2K yang telah mareka pilih,” lanjut Alfian kemudian.

Ia juga menyampaikan agar Kemeterian PURP RI, perlu memastikan terhadap volume yang telah dibangun sesuai dengan volume kontrak, kepatian volume perlu kiranya di lakukan audit fisik atas pembangunan yang telah dibangun sehingga tidak bermasalah hukum dikemudian hari.

“Di mana kami mendapat kabar, terjadi perubahan gambar pada perencanaan awal dan begitu juga terjadi pengunduran tim PPK pada pembangunan tersebut,” tutupnya.

Shares: