BANDA ACEH (popularitas.com) – Pemerintah Kota Banda Aceh menyatakan proses pembayaran zakat di Baitul Mal sudah dapat dilakukan secara daring melalui transaksi elektronik berbasis QR Code, sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran COVID-19 di Ibu Kota Provinsi Aceh.
Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh Asqalani mengatakan, layanan QR Code bisa melalui aplikasi Link Aja itu telah mulai pada Jumat (24/7/2020) guna memudahkan para muzakki (wajib zakat) dalam menyalurkan zakatnya tanpa harus takut penyebaran COVID-19.
“Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) biasanya secara tatap muka untuk menyalurkan zakat, maka dengan adanya QR Code ini justru akan lebih efektif tata laksana pembayaran zakat ZIS kepada baitul mal,” kata Asqalani, Selasa (27/7/2020) dilansir Antara.
Ia menjelaskan, Pemkot Banda Aceh dan Bank Indonesia (BI) terus melakukan kampanye transaksi elektronik berbasis QR Code, yang juga terkait dengan situasi terkini pandemi COVID-19, yang tertera dalam Permenkes nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
Menurut dia, terobosan tersebut tentu akan sangat mendukung program Pemerintah Kota Banda Aceh dalam penanggulangan penyebaran COVID-19.
“Hari Jumat lalu, melalui Link Aja selaku mitra kerja Bank Indonesia telah mengeluarkan barcode serta disetujui oleh Bank Indonesia sebagai media pembayaran zakat nontunai,” katanya.
Ia menjelaskan terdapat tiga jenis barcode yang bisa dipindai, sesuai dengan jenis zakat yang ingin disalurkan, di antaranya seperti barcode Zakat Baitul Mal B Aceh, Sedekah Baitul Mal B Aceh, dan Infak Baitul Mal B Aceh.
“Jadi ini merupakan terobosan yang efektif, walaupun tidak dalam masa pandemi pun ke depan untuk pengembangannya baitul mal harus memanfaatkan semaksimal mungkin seluruh sarana media elektronik dalam rangka penerimaan ZIS,” ujarnya.
Kendati demikian, kata dia, Baitul Mal Banda Aceh juga akan tetap melakukan identifikasi, verifikasi administrasi dan faktual secara langsung, baik kepada muzakki maupun mustahik (orang yang berhak menerima zakat).
“Secara prosedur tata laksana penyaluran itu harus memenuhi SOP yang berlaku di baitul mal. Misalnya aktivitas pendataan, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual ke lapangan agar tidak salah sasaran. Kemudian kita sudah melakukan evaluasi, apakah yang diserahkan kepada mustahik itu sudah sesuai standarisasi dimaksud,” katanya.
Menurut Asqalani, sumber ZIS yang diserahkan muzakki kepada mustahik itu harus dapat memenuhi ketentuan syariat.
Ia mengatakan berapa pun nilai besaran zakat yang diserahkan muzakki maka sejumlah itu pula yang akan diterima para mustahik.
“Saya kira digitalisasi era sekarang memang harus digunakan semaksimal mungkin, agar kemudian dapat diwujudkan transparansi bagi masyarakat serta akuntabilitas dapat dipertanggungjawabkan sehingga diharapkan kepercayaan juga akan meningkat,” demikian Asqalani.[acl]