HukumNews

Refly Harun: Kewenangan Sipil Tidak Boleh Diambil Alih Militer

Refly Harun Kritik Pangdam Jaya Minta FPI Dibubarkan

 – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengemukakan, pernyataan Panglima Kodam Jaya yang meminta organisasi Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan tidak dibenarkan dalam hukum ketatanegaraan di nusantara ini.

Tupoksi institusi TNI sesuai konstitusi yang diamanahkan oleh undang-undang sebagai alat negara yang memberikan rasa aman bangsa ini terhadap gangguan dari luar. Yaitu menjadi alat pertahanan berdasarkan konsitusi, tidak boleh terlibat dengan perselisihan di masyarakat sipil.

Bahkan sejak era reformasi, Refly Harun menyampaikan sudah diputuskan untuk menghilangkan dwi fungsi ABRI yang sekarang disebut TNI. TNI tidak boleh terlibat dalam politik dan urusan perselisihan di masyarakat sipil.

“Sejak reformasi kita sudah sepakat untuk menghilang dwi fungsi ABRI, ABRI atau TNI tidak ikut lagi di wilayah politik. Apa urusannya copot mencopot spanduk baliho HRS,” kata Refly Harun melalui chanel Youtbenya, Sabtu (21/11/2020).

Kendati demikian, Refly tak menampik paska kepulangan imam besar FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) terdapat nuansa politik. Hal ini dibuktikan kedatangan HRS ke tanah air disambut oleh jutaan orang. Lalu kemudian ada terjadi kontrversi pelanggaran protokol kesehatan Covid-19, termasuk pesta putrinya, menjadi pro dan kontra.

“Termasuk juga tentunya spanduk atau baliho yang dipasang, yang pasang tagline baru revolusi akhlak,” jelasnya.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara ini, kalau itu yang terjadi maka ini merupakan kewenangan pemerintah lokal atau pemerintah daerah. Bila lokasi kejadian di DKI Jakarta, maka pemerintah setempat melalui Satpol PP dan pihak kepolisian yang memiliki kewenangan untuk penegakan hukum.

“Tidak boleh semberangan TNI terlibat, bukan urusan TNI turunkan baliho dan itu urusan Sapol PP dan aparat keamanan, apa lagi ada pernyataan membubarkan FPI, terlalu jauh melangkah,” jelasnya.

Pembubaran organisasi masyarakat (Ormas), seperti FPI, lanjutnya, harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada. Bangsa ini memiliki Perpu Orgamis yang dapat melegetimasi hukum untuk membubarkan suatu ormas yang melanggar konstitusi.

“Kita memang memiliki Perpu Ormas yang melegitimasi hukum untuk membubarkan HTI yang sangat mudah membubarkan Ormas tanpa harus melalui proses hukum dan saya sendiri mengkritik sesungguhnya. Tetapi Perpu ormas sudah menjadi hukum positif bisa saja digunakannya,” sebutnya.

Menyangkut dengan pembubaran suatu ormas, menurunkan baleho, sebutnya, itu merupakan wilayahnya sipil dan tidak boleh ada campur tangan pihak TNI. Kalau pun ada ormas yang melanggar hukum atau konstitusi, maka harus dilakukan penegakan hukum.

Bila organisasi tersebut terdaftar, maka Mendagrilah yang memiliki kewenangan. Sedangkan bila berbentuk yayasan atau perkumpulan, kewenangannya ada di Menkumham untuk memutuskan dicabut atau tidak badan hukum tersebut.

“Tetapi bia organisasi tidak terdaftar dan tidak berbadan hukum, maka kalau ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa dia itu organisasi terlarang, maka organisasi tersebut tidak bisa lagi menjalankan aktivitasnya,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, ia menyampaikan negara dan siapapun harus berlaku adil. Jangan sampai memunculkan tirani dan potensi melanggar konstisional hak berserikat dan berkumpul mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan.

“Tidak boleh hak konsitutsi itu dibatasi secara mutlak. kalau pun misalnya FPI terdapat pelanggaran, maka harus dilihat lebih jernih, itu pelanggaran bersifat individual atau secara organisasi,” jelasnya.

Bila terdapat pelanggaran secara individual, jelasnya lagi, silakan diproses hukum, bukan malah organisasinya yang dibrangus. Kecuali suatu organisasi bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. “Misalnya organisasi itu mengkampanyekan soal komunisme, sosialisme yang melanggar konstitusi silakan dibubarkan,” ungkapnya.

Sebagai warga negara yang baik, Refly Harun mengajak semua pihak untuk taat dan patuh terhadap hukum yang berlaku di nusantara ini. Begitu juga negara harus melakukan penegakan hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

“Silakan kelompok sipil mengkritik pemerintah, tetapi tidak boleh melanggar hukum, seperti membuat kegaduhan atau menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuannya, itu tidak boleh,” ucapnya.[]

Shares: