News

Sosiolog Aceh harapkan ASEAN 2023 lahirkan solusi penyelesaian konflik Rohingya

Aceh tolak etnis Rohingya
Etnis Rohingya saat terdampar di Kuala Gigieng, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Minggu (8/1/2023) siang. Foto: Muhammad Fadhil/popularitas.com

POPULARITAS.COM – Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Prof Ahmad Humam Hamid mengharapkan pertemuan antar-anggota negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Aceh Tenggara (ASEAN) dalam Kekuatan ASEAN 2023 di Indonesia harus melahirkan kesepakatan bersama tentang penyelesaian penanganan pengungsi etnis Rohingya.

Humam Hamid meyakini Indonesia memiliki kekuatan untuk menggagas hal itu dan sudah menyiapkan bahan untuk membicarakan bagaimana peran Indonesia, peran ASEAN, dan peran internasional untuk menyelesaikan konflik Rohingya di Myanmar.

“Biasanya, selalu ada cara ASEAN untuk menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dari komunitas ASEAN, selalu ada, konflik apapun. Kita harapkan (ASEAN 2023) lahirkan langkah-langkah menyelesaikan konflik Myanmar ini,” katanya dikutip dari laman Antara, Rabu (12/7/2023).

Terlepas dari betapa besarnya krisis pengungsi di Eropa dan Afrika, namun dunia tidak lupa dengan Asia Tenggara. Karena kekacauan regional ASEAN, kekacauan Rohingya yang berkelanjutan akan bisa mengacaukan Selat Malaka.

“Dan itu tidak bagus. Nanti akan banyak masalahnya, kalau Aceh tidak terima (kedatangan Rohingya), mereka ke Malaysia dan Malaysia tidak terima, mereka ke Thailand,” ujar Akademisi Aceh itu.

Apalagi, menurut dia, saat ini wilayah Aceh menjadi daerah tujuan yang paling sering didatangi pengungsi etnis Rohingya, setelah negara-negara lain menolak kedatangan mereka, salah satunya seperti Malaysia.

Namun, kata dia, sekali atau dua kali Rohingya mendarat di Aceh masih hal wajar. Masyarakat mengedepankan alasan kemanusiaan untuk menolong dan memberi perlindungan. Tetapi, jika gelombang pengungsi ini sudah terus-menerus, maka akan menjadi musibah bagi masyarakat Aceh.

“Mungkin 90 persen lebih pengungsi Rohingya itu ke Aceh mendarat. Dan awalnya belas kasihan masyarakat karena pernah merasakan krisis, tapi kemudian menjadi beban di masyarakat, dan Pemda juga mengurus. Jadi kalau saya melihat ini jangan lagi menjadi isu daerah, ini isu menjadi sepenuhnya perhatian nasional, dari nasional menjadi perhatian ASEAN,” ujarnya.

Ia menambahkan, penanganan krisis kemanusiaan seperti ini tidak boleh dibiarkan hanya diurus oleh orang-orang lokal. Apalagi model pengungsi Rohingya saat ini diduga telah disusupi oleh berbagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking), sehingga ASEAN harus menaruh perhatian serius untuk menyelesaikannya.

“Ini mafia Internasional, ini ada berbagai kriminal lintas negara, atau bahkan mereka sudah mempunyai jaringan di Indonesia, termasuk di Aceh, bukan tidak mungkin. Jadi, jangan karena Indonesia memimpin ASEAN, ini menjadi PR nya Indonesia, apalagi Aceh,” ujarnya.

Belum lagi, lanjut Humam, potensi para pengungsi Rohingya disusupi oleh gerakan radikal internasional. Lalu, menyebar ke negara-negara termasuk Indonesia, lewat Aceh. Oleh sebab itu, anggota negara ASEAN tidak menganggap remeh persoalan penyebaran pengungsi Rohingya di wilayah Asia Tenggara.

“Ini menjadi modus operandi untuk macam-macam. Kita jangan lihat enteng kalau ini hanya persoalan kemanusiaan, persoalan pengungsi, mustahil itu. Sebelum ini lebih jauh, harus sudah ada kesepakatan (ASEAN) dan bentuk penyelesaian ini,” katanya.

Shares: