EditorialHeadline

Aneh, kok di Aceh bisa ada Pinjol

Aneh, kok di Aceh bisa ada Pinjol
Ilustrasi pinjol. Foto: net

POPULARITAS.COM – Secara mengejutkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Aceh, rilis tentang jumlah warga di provinsi Ujung barat Sumatra itu, yang bertransaksi pinjaman online (Pinjol). Nilainya fantastis, Rp1,83 triliun.

Kepala OJK Aceh Yusri, dalam keterangannya sebutkan, kinerja lfinancil technology (fintech) peer to peer lending, atua Pinjol di daerah ini, tiap tahunnya terus meningkat.

“Terhitung hingga Mei 2023, nilainya capai Rp1,83 triliun,” sebutnya.

Keberadaan Fintech peer to peer lending memang tak terbendung. Perkembangan teknologi digital, telah memudahkan masyarakat untuk bertransaksi online. Begitu juga dengan lembaga jasa keuangan. Saat ini, platform keuangan digital, hadir memberikan kemudahan bagi masyarakat lewat skema pinjaman online. Tentu, dengan syarat mudah dan cepat.

Syarat mudah dan cepat inilah yang kemudian mendorong masyarakat manfaatkan pinjaman online untuk ragam kebutuhan. Sayangnya, dana yang didapatkan bukan untuk kebutuhan produktif, namun lebih banyak konsumtif.

Akibatnya, tak sedikit warga Aceh yang terjerat Pinjol. Fenomena ini jadi masalah baru di provinsi berjuluk serambi mekkah ini.

Yang jadi aneh kemudian, mengapa Pinjol bisa beroperasi di Aceh. Kehadiran Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di provinsi ini, syaratkan bahwa, seluruh sektor keuangan di daerah ini, baik perbankan dan non-perbankan harus menerapkan prinsip-prinsip syariah.

Lantas, bagaimana dengan begitu mudah perusahaan Fintech bisa beroperasi di Aceh dan nyaris tanpa pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS), serta OJK. Ini sangat aneh kemudian.

Bukankan seharusnya, lembaga keuangan bank dan non-bank yang beroperasi di Aceh, disyaratkan mengikuti aturan LKS.

Sangat disayangkan kemudian, jika Pinjol bisa bebas bekeliaran di platform digital menawarkan ragam kemudahan tanpa mengikuti kaidah LKS. Aneh bin ajaib.

Semua bungkam, lembaga legislatif, MPU, pengawas syariah, dan termasuk eksekutif. Bukankah semestinya, lembaga-lembaga ini bisa meminta Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), untuk memblokir platform Fintech yang tidak terapkan atau mengikuti aturan LKS di Aceh.

Ayolah para pemangku kepentingan, dimana suara kalian, kenapa diam melihat fakta-fakta ini. Miris dan menyedihkan, kala upaya menerapkan prinsip keuangan secara syariah, justru Pinjol merajalela. Aneh memang negeri ini. Kok bisa ada Pinjol. (***EDITORIAL)

Shares: