FeatureHeadline

Azan pun Berkumandang Pascateror di New Zealand

Buntut penembakan yang dilakukan Brenton Tarrant begitu besar bagi populasi migran di Selandia Baru. Salah satunya adalah diperbolehkannya azan berkumandang setiap pelaksanaan Jumat sebagai bentuk penghormatan terhadap korban.
Ilustrasi pemakaman korban Christchurch | CNN

“MASA lalu kerap menyajikan sejuta kenangan.” Demikian judul tulisan yang diunggah Muhammad Qorib Fai Umsu, salah satu kerabat korban penembakan di Selandia Baru, Lilik Abdul Hamid. Nama terakhir ini merupakan salah satu Warga Negara Indonesia (WNI) yang meninggal dunia, saat salak senjata api pelaku teror mencabik-cabik tubuh korban yang sedang beribadah Jumat di salah satu masjid di Christchurch, Jumat pekan lalu.

“Hari ini, Almarhum Kanda Lilik Abdul Hamid dimakamkan di Christchurch,” lanjut Muhammad Qorib lagi di akun facebook miliknya pada 17 Maret 2019 lalu.

Lilik merupakan salah satu dari 50 korban penembakan di Selandia baru yang sudah teridentifikasi. Hari ini, Kamis, 21 Maret 2019, kepolisian setempat menyebutkan telah berhasil mengidentifikasi keseluruhan korban.

Selain Lilik, ada dua WNI lainnya yang ikut menjadi korban penembakan di Christchurch pada Jumat kelam tersebut. Mereka adalah Zulfirmansyah, seorang seniman asal Sumatera Barat, dan seorang anak laki-lakinya, Omar Rais. Zulfirman berada di Selandia Baru dikarenakan ikut istri–yang merupakan warga negara Amerika Serikat. Alta Marie, demikian nama istri Zulfirmansyah, saat ini memiliki pekerjaan di Selandia Baru.

Zulfirman mendapat luka serius dalam kejadian itu. Berdasarkan keterangan kakak korban, Handra Yaspita, saat ini kondisinya sudah membaik setelah menjalani operasi dua kali. “Komunikasinya sudah lancar, saat kita menghubunginya kita memberikan hiburan saat masih kecil,” tutur Handra seperti dilansir Okezone.com.

Insiden penembakan terhadap kaum migran Muslim di Selandia Baru telah menorehkan noda hitam di negara tersebut. Pasalnya, selama ini Selandia Baru dikenal sebagai negara yang damai. Untuk menghormati korban penembakan di Christchurch dan Linwood, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan akan menyiarkan azan Jumat (22/3) secara langsung di stasiun TV dan radio negara itu.

Mereka juga bakal melangsungkan hening cipta selama dua menit sebagai bentuk penghormatan terhadap 50 korban. Dukungan dan ucapan belasungkawa juga terus berdatangan dari penduduk asli Selandia Baru. Masyarakat di Selandia Baru terlihat mendatangi lokasi penembakan di Christchurch sembari membawa karangan bunga.

Guna mencegah kekerasan rasial berulang, pihak kepolisian setempat juga telah melarang penggunaan seluruh senjata semi-otomatis dan senapan serbu di negara itu. Komisioner Polisi Selandia Baru Mike Bush, seperti dilansir di Radio New Zealand, mengatakan akan ada waktu pengampunan bagi warga yang memiliki senjata tersebut. “Kami akan berupaya dengan semua orang mengambil senjata tersebut dan menyimpannya di tempat aman,” katanya.

Baca: Jumat Kelam di New Zealand

Sebagai catatan, terdapat 250 ribu orang pemegang senjata api di Selandia Baru. Dia mengatakan polisi masih dalam kondisi waspada tinggi di seluruh negeri.

Tak hanya itu, solidaritas terhadap kaum migran Muslim Selandia Baru juga datang dari sebuah geng motor ternama di negara tersebut. Adalah Waitkato Mongrel Mob yang mengaku siap menjaga komunitas Muslim saat melakukan ibadah salat Jumat.

“Kami siap mendukung saudara Muslim selama apapun, selagi mereka memang masih membutuhkan kami,” kata Presiden Waitkato Mongrel Mob, Sonny Fatu kepada kantor berita Stuff.* (BNA/CNN/OKZ/STUFF/DBS)

Shares: