News

Evaluasi Sepekan PPKM, Kasus Turun Karena Tes Rendah

WHO Sediakan 120 Juta Tes Cepat Covid-19 untuk Negara Miskin
Seorang petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel usap dari seorang pekerja migran untuk tes antigen cepat di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19) di New Delhi, India, (19/9/2020). ANTARA/REUTERS/Adnan Abidi/aa.

POPULARITAS.COM – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis level 4, 3, 2, dan 1 akan habis masa berlakunya pekan depan, Senin (4/10). Usai sepuluh kali perpanjangan PPKM, kasus positif virus corona (Covid-19) kian menurun.

Berdasarkan data satgas Covid-19 total kasus positif nasional dalam sepekan terakhir, yakni 20-26 September adalah 17.250 kasus. Rata-rata temuan positif harian berkisar 2.400 kasus.

Tren kematian secara mingguan ikut menurun. Tercatat 999 kasus kematian dalam sepekan dengan rata-rata 142 kasus sehari. Beberapa daerah bahkan sering mencatat 0 kasus kematian pada laporan harian Satgas Covid-19.

Angka penambahan kasus positif dan pasien yang meninggal dalam sepekan terakhir itu berbeda jauh dibanding saat lonjakan terjadi pada pada 14-20 Juli lalu.

Kala itu, total kasus positif 334.529 kasus dalam sepekan dengan rata-rata ditemukan 47.700 kasus positif sehari.

Kemudian, uncak kasus kematian terjadi pada 27 Juli dengan 2.069 kasus dalam sehari. Total kasus kematian pada pelaksanaan PPKM kedua kala itu mencapai 12.525 orang dengan rata-rata ada 1.700 kasus kematian harian.

Jumlah Tes Rendah

Penurunan kasus positif harian dalam sepekan diduga akibat jumlah tes yang minim. Dalam sepekan terakhir yaitu 20-26 September, jumlah orang dites sebanyak 1.190.041 orang. Rata-rata pemeriksaan sehari hanya pada 170 ribu orang.

Dari total tes yang dilakukan, hanya 30 persen menggunakan PCR. Kebanyakan tes di Indonesia menggunakan antigen.

Menurut Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, angka tes idealnya mengikuti eskalasi pandemi di sebuah daerah. Capaian tes juga tak bisa diukur dengan hanya melihat juknis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1:1000 penduduk.

Menurut Dicky, tes seharusnya menggunakan metodologi penanganan pandemi. Artinya, tes tak hanya pada orang yang diketahui menunjukkan gejala Covid-19, tapi juga pada kontak erat.

“Tapi testingnya saja sedikit, sudah gitu kebanyakan pakai antigen, padahal yang pakai antigen itu pelaku perjalanan yang bisa tes antigen 2-3 kali. Jadi kelihatannya saja testing banyak, padahal orangnya itu-itu saja,” kata Dicky, Senin (27/9/2021).

Ia juga menyinggung perihal temuan klaster sekolah di Indonesia. Dia berharap pemerintah kembali mengevaluasi penerapan PPKM karena masih ditemukan klaster Covid-19 di sekolah.

“Ini mengindikasikan kalau ternyata masih banyak kasus positif tidak ditemukan beredar di masyarakat,” tutur Dicky.

Sumber: CNN

Shares: